PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah penduduk yang
meningkat setiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik jumlah penduduk
Indonesia per pertengahan tahun 2022 mencapai 275.773,8 jiwa. Dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk maka akan menimbulkan masalah sosial seperti
kekurangan bahan pangan, yaitu beras. Meski berstatus swasembada, Indonesia
tetap saja mengimpor beras walaupun hanya untuk kebutuhan industri. Mengutip
data Badan Pusat Statistik pada tahun 2021, Indonesia mengimpor sebanyak
407.741ton beras. Angka ini bertambah dari tahun sebelumnya yang mengimpor
sebanyak 356.286 ton.
Indonesia memiliki potensi alam yang sangat melimpah salah satunya adalah ubi
kayu. Sumber pangan lokal di Indonesia seperti ubi kayu (Manihot esculenta)
dapat dijadikan alternatif makanan pokok pengganti beras karena merupakan
sumber karbohidrat yang berasal dari umbi-umbian. Ubi kayu atau yang akrab
disebut singkong merupakan hasil pertanian yang mengandung banyak sumber
energi dan karbohidrat. Perbandingan jumlah kalori antara beras dan tepung ubi
kayu tidak jauh berbeda yaitu beras mengandung kalori 360 kkal dalam 100 gram.
Sedangkan tepung ubi kayu mengandung 342 kkal dalam 100 gram. Selain
mengandung sumber karbohidrat tinggi, ubi kayu juga mudah untuk ditanam. Hal
ini lah yang mendasari potensi ubi kayu sebagai sumber pangan substitusi beras.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengolah ubi kayu, misalnya
adalah dengan direbus atau digoreng. Cara ini merupakan cara yang paling umum
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia khususnya
yang berada di pulau Jawa biasanya mengolah ubi kayu menjadi makanan lain
seperti tiwul dan oyek. Bahkan saat ini dengan kemajuan teknologi yang ada, ubi
kayu dapat dijadikan beras analog.
Selama ini kita hanya mengetahui bahwa beras berasal dari tanaman padi, namun
saat ini ada pengolahan hasil pertanian yang membuat ubi kayu menjadi beras,
atau yang bisa disebut beras analog. Beras analog atau artificial rice adalah beras
yang dibuat dari bahan non padi dengan kandungan karbohidrat yang mendekati
atau melebihi beras dengan bentuk menyerupai beras dan dapat berasal dari
kombinasi tepung lokal atau padi (Samad, 2013). Penggunaan bahan-bahan lokal
dalam pembuatan beras analog pernah dikemukakan oleh beberapa peneliti,
diantaranya adalah beras analog dari campuran Jagung dan sagu oleh Budijanto
dkk. (2011), beras analog dari sorgum, jagung dan sagu oleh Slamet (2012), beras
analog dari umbi dalagu oleh Lumba (2012), beras analog dari tepung uwi ungu
oleh Wardaningsih (2014), dan beras ubi kayu oleh Pambayun dkk.,(1997).
Namun, kadar protein pada ubi kayu rendah (Adelina et al., 2019). Sehingga
diperlukan inovasi produk yang dapat menutupi kekurangan kadar protein pada
ubi kayu.
Salah satu cara untuk mendapatkan produk yang mempunyai karakteristik fisik
yang hampir sama dengan nasi beras adalah dengan menambahkan bahan lain.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki sifat dari bahan dasar beras analog maka akan
dilakukan analisis untuk mengetahui komponen gizi yang ada pada beras analog
tersebut. Untuk memperbaiki komponen gizi digunakan kacang hijau sebagai
sumber protein dan penggunaan beberapa tepung untuk memperbaiki sifat fisik
beras yang akan diproduksi. Keunggulan kacang hijau adalah kandungan
proteinnya relatif tinggi setelah kedelai daripada kacang kacangan yang lain dan
juga kacang hijau sangat familiar dengan selera masyarakat. Kacang hijau
mempunyai banyak asam amino antara lain adalah Isoleusin, Leusin, Lisin,
Metionin, Fenilalanin, Teronin, Triptofan, Valin (Prabhavat, 1987 dalam Kanetro,
2006).
Oleh karena itu, mengolah ubi kayu dengan fortifikasi kacang hijau menjadi beras
analog merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga Indonesia tidak perlu lagi
mengimpor beras dalam jumlah yang besar. Selain itu, dengan pengetahuan
teknologi yang semakin maju, masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan potensi
alam yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
ISI
Beras analog atau beras tiruan merupakan suatu produk olahan yang bentuknya
menyerupai butiran beras. Beras analog dapat dibuat dari bahan lokal yang dapat
dijadikan sebagai sumber karbohidrat, namun tidak berasal dari beras.
Penggunaan istilah ini dikarenakan bentuknya oval menyerupai bentuk beras,
tetapi tidak terproses secara alami dan memiliki warna yang beda dari beras asli.
Beras analog dapat menjadi salah satu produk diversifikasi pangan yang dapat
dikonsumsi seperti beras yang berasal dari beras padi. Kandungan beras analog
mempunyai komposisi kimia seperti beras pada umumnya bahkan melebihi yaitu
dengan kandungan karbohidrat sebesar 81,3-83,9%, protein 1,3-2,4% dan lemak
0,21-0,45% (Sulfi, 2021).
Ubi kayu (Manihot esculenta) termasuk tanaman tropis dan tanaman semusim.
Ubi kayu merupakan salah satu pangan lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber
karbohidrat. Indonesia merupakan negara yang membudidayakan ubi kayu secara
luas dan menjadi komoditas potensial. Karbohidrat merupakan kandungan utama
pada ubi kayu, sebesar 34,7 gram dengan kalori 146 kkal dalam 100 gram. Selain
karbohidrat juga mengandung mineral, serat pangan kompleks, vitamin, serat
pangan larut dan tidak larut yang sangat penting untuk kesehatan tubuh. Namun,
ubi kayu memiliki kandungan protein yang rendah. Sehingga untuk membuat
beras analog, diperlukan fortifikasi dari bahan pangan lain yang memiliki
kandungan protein yang tinggi (Sulfi, 2021).
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan kacang-kacangan yang mengandung
makronutrien terutama protein nabati. Kacang hijau juga mengandung besi,
kalsium, mangan, vitamin (A, B1, C, dan E), amilum, magnesium, belerang,
lemak, dan niasin. Kandungan protein yang ada pada kacang hijau dapat menutupi
kekurangan protein pada ubi kayu, sehingga pembuatan beras analog berbahan
dasar ubi kayu dengan penambahan kacang hijau merupakan kombinasi yang
tepat (Sulfi, 2021).
Proses pembuatan beras analog diawali dengan pengayakan pada tepung singkong
untuk mendapatkan partikel halus. Setelah itu, dilakukan proses granulasi untuk
membentuk butiran beras analog. Pada pembuatan beras analog langkah awal
yang dilakukan adalah menghidupkan mesin granulator lalu memasukkan tepung
singkong ke atas hopper. Saat granulator berputar, ditambahkan air sedikit demi
sedikit menggunakan sprayer namun air tidak boleh mengenai pan dikarenakan
bahan akan lengket pada pan. Proses granulasi akan dilakukan selama ±10 menit.
Setelah butiran granul terbentuk selanjutnya butiran-butiran granul dikeluarkan
dari hopper (Jannah dkk., 2015).
Proses pembuatan objek diawali dengan sortasi bahan baku yaitu melakukan
pemilihan ubi kayu yang masih segar, dengan kondisi fisik yang masih utuh dan
tidak cacat atau terpotong, selanjutnya dikupas. Pengupasan bertujuan untuk
memisahkan daging singkong dengan kulit, baik kulit dalam maupun kulit luar.
Ubi kayu yang telah dikupas kemudian dicuci hingga 2–3 kali dengan air
mengalir. Ubi kayu yang telah bersih kemudian dipotong-potong dengan ukuran ±
5 cm agar diperoleh ukuran yang seragam dan mempermudah proses perendaman.
Ubi kayu yang telah dikupas kemudian dicuci hingga 2–3 kali dengan air
mengalir. Ubi kayu yang telah bersih kemudian dipotong-potong dengan ukuran ±
5 cm agar diperoleh ukuran yang seragam dan mempermudah proses perendaman.
Ubi kayu yang telah dipotong-potong kemudian direndam menggunakan air
dengan perbandingan 1:3 (b/v) yaitu ubi kayu sebanyak 1 kg direndam
menggunakan air sebanyak 3 liter selama 5 hari. Selanjutnya dilakukan
pemanenan yang meliputi proses pencucian, penyaringan, dan pemerasan. Tahap
pencucian dilakukan menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk
menghilangkan bau dan mengurangi tingkat keasaman bahan. Proses penyaringan
dilakukan menggunakan kain saring yang kemudian dilanjutkan dengan proses
pemerasan. Proses pemerasan bertujuan untuk mengurangi air yang ada di dalam
bahan dan diperoleh pati singkong. Proses selanjutnya adalah pengepresan
menggunakan hydrolic press untuk mengurangi kadar air. Ampas hasil
pengepresan ini disebut growol. Proses selanjutnya yaitu pengeringan
menggunakan cabinet dryer pada suhu 50–60 °C selama 2,5–3 jam dan digiling
sampai diperoleh tepung growol kering yang disebut tepung oyek (Kanetro dkk.,
2016).
Kacang-kacangan yang digunakan dalam pembuatan beras analog dalam hal ini
adalah kacang hijau. Karena kacang hijau memiliki kandungan protein yang
tinggi. Cara pembuatan tepung kacang kacangan tersebut meliputi tahap sortasi,
penggilingan dan pengayakan 60 mesh (Kanetro dkk., 2015). Sortasi bertujuan
untuk memisahkan kacang yang tidak utuh dan kotoran yang terikut. Tahap
selanjutnya yaitu penggilingan yang bertujuan untuk mengubah ukuran kacang
menjadi halus. Tahap terakhir yaitu pengayakan 60 mesh yang bertujuan untuk
mendapatkan ukuran tepung kacang yang halus dan seragam.
Pembuatan beras analog dari tepung growol mentah menggunakan rasio tepung
oyek: tepung kacang 70:30 berdasarkan penelitian Kanetro dkk. (2015). Adonan
sebanyak 1000 g terdiri dari tepung objek sebanyak 700 g dan tepung kacang 300
g. Bahan lain yang ditambahkan dalam adonan adalah pati maizena sebanyak 3%
dari jumlah adonan. Dari 1000 g adonan menggunakan penambahan tepung
maizena 30 g. Tujuan penambahan tepung maizena adalah untuk membentuk
tekstur beras menjadi lebih kokoh dan tidak mudah rapuh. Hal ini berdasarkan
orientasi yang menunjukkan bahwa pada percobaan tanpa penambahan pati maka
adonan tidak bisa dicetak menjadi bentuk beras. Adonan tersebut dicampur dalam
satu wadah kemudian ditambah dengan air masak sebanyak 400 mL. Adonan
dicampur sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam mesin pencetak
beras. Beras yang sudah tercetak selanjutnya dikukus selama 15 menit.
Pengukusan bertujuan untuk membuat beras menjadi setengah matang. Tahap
selanjutnya yaitu pengeringan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50–60 °C
selama 2,5-3 jam sampai beras menjadi kering. Beras analog yang telah kering
selanjutnya ditimbang dan dimasukkan ke dalam kemasan plastik dan siap
dianalisis (Kanetro dkk., 2016).
Beras analog tersusun atas ingredien utama berupa bahan yang kaya akan
karbohidrat, sebagaimana fungsi beras pada umumnya yang merupakan sumber
karbohidrat. Adapun ingredien beras analog terdiri atas pati, serat, lemak, air,
bahan pengikat, serta bahan tambahan lain yang bersifat opsional, seperti
pewarna, flavor, fortifikan, dan antioksidan. Selain kandungan karbohidrat,
bahan-bahan tersebut juga membawa komponen lain yang dapat memberikan efek
fungsionalitas, baik terhadap proses pembuatan beras analog maupun terhadap
kesehatan. adanya proses pengolahan akan meningkatkan manfaat beras analog
dalam mencegah beberapa jenis penyakit degeneratif, akibat adanya perubahan
karakteristik serat pangan tidak larut menjadi serat pangan larut. Hal ini
dikarenakan serat pangan larut tidak hanya memiliki efek positif bagi kesehatan
usus, tetapi juga berkaitan dengan metabolisme lemak dan glukosa. Serat pangan
larut difermentasi oleh bakteri asam laktat di dalam usus besar menghasilkan
asam asam lemak rantai pendek (asam butirat, asam propionat, dan asam asetat),
yang akan meningkatkan jumlah mikroba menguntungkan dalam usus, dan
menekan perubahan asam empedu primer menjadi asam empedu sekunder yang
merupakan salah satu promotor terjadinya kanker usus besar.
PENUTUP
Indonesia memiliki sumber pangan yang sangat melimpah, salah satunya adalah
beras. Namun, beberapa tahun terakhir Indonesia mengimpor beras dalam jumlah
yang cukup banyak. Untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia, maka perlu
adanya inovasi produk yang bisa menggantikan beras sebagai sumber pangan di
Indonesia. Dalam hal ini, produk yang dapat menggantikan beras sebagai sumber
pangan adalah beras analog. Beras analog dengan bahan dasar ubi kayu dapat
menjadi sumber pangan bagi masyarakat Indonesia. Namun, Ubi kayu memiliki
kandungan protein yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka penulis
membuat produk analog beras berbahan dasar ubi kayu dengan fortifikasi kacang
hijau sebagai sumber pangan berprotein tinggi. Kemudian, jika memungkinkan
maka penulis akan berusaha untuk mendukung dan menemukan solusi lainnya
untuk mengatasi permasalahan bahan pangan yang kurang dimanfaatkan, mencari
potensi dari suatu bahan pangan, dan menggalakan industri pangan yang inovatif
dan kreatif.
---
Salam Peneliti Muda!
Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:
Instagram: @ukmpenelitianunila
Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com
Youtube: UKM Penelitian Unila
Tiktok: ukmpunila