Rabu, 23 November 2022

BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR UBI KAYU DENGAN FORTIFIKASI KACANG HIJAU SEBAGAI SUMBER PANGAN BERPROTEIN TINGGI

 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah penduduk yang

meningkat setiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik jumlah penduduk

Indonesia per pertengahan tahun 2022 mencapai 275.773,8 jiwa. Dengan semakin

bertambahnya jumlah penduduk maka akan menimbulkan masalah sosial seperti

kekurangan bahan pangan, yaitu beras. Meski berstatus swasembada, Indonesia

tetap saja mengimpor beras walaupun hanya untuk kebutuhan industri. Mengutip

data Badan Pusat Statistik pada tahun 2021, Indonesia mengimpor sebanyak

407.741ton beras. Angka ini bertambah dari tahun sebelumnya yang mengimpor

sebanyak 356.286 ton.


Indonesia memiliki potensi alam yang sangat melimpah salah satunya adalah ubi

kayu. Sumber pangan lokal di Indonesia seperti ubi kayu (Manihot esculenta)

dapat dijadikan alternatif makanan pokok pengganti beras karena merupakan

sumber karbohidrat yang berasal dari umbi-umbian. Ubi kayu atau yang akrab

disebut singkong merupakan hasil pertanian yang mengandung banyak sumber

energi dan karbohidrat. Perbandingan jumlah kalori antara beras dan tepung ubi

kayu tidak jauh berbeda yaitu beras mengandung kalori 360 kkal dalam 100 gram.

Sedangkan tepung ubi kayu mengandung 342 kkal dalam 100 gram. Selain

mengandung sumber karbohidrat tinggi, ubi kayu juga mudah untuk ditanam. Hal

ini lah yang mendasari potensi ubi kayu sebagai sumber pangan substitusi beras.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengolah ubi kayu, misalnya

adalah dengan direbus atau digoreng. Cara ini merupakan cara yang paling umum

dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia khususnya

yang berada di pulau Jawa biasanya mengolah ubi kayu menjadi makanan lain

seperti tiwul dan oyek. Bahkan saat ini dengan kemajuan teknologi yang ada, ubi

kayu dapat dijadikan beras analog.


Selama ini kita hanya mengetahui bahwa beras berasal dari tanaman padi, namun

saat ini ada pengolahan hasil pertanian yang membuat ubi kayu menjadi beras,

atau yang bisa disebut beras analog. Beras analog atau artificial rice adalah beras

yang dibuat dari bahan non padi dengan kandungan karbohidrat yang mendekati

atau melebihi beras dengan bentuk menyerupai beras dan dapat berasal dari

kombinasi tepung lokal atau padi (Samad, 2013). Penggunaan bahan-bahan lokal

dalam pembuatan beras analog pernah dikemukakan oleh beberapa peneliti,

diantaranya adalah beras analog dari campuran Jagung dan sagu oleh Budijanto

dkk. (2011), beras analog dari sorgum, jagung dan sagu oleh Slamet (2012), beras

analog dari umbi dalagu oleh Lumba (2012), beras analog dari tepung uwi ungu

oleh Wardaningsih (2014), dan beras ubi kayu oleh Pambayun dkk.,(1997).

Namun, kadar protein pada ubi kayu rendah (Adelina et al., 2019). Sehingga

diperlukan inovasi produk yang dapat menutupi kekurangan kadar protein pada

ubi kayu.


Salah satu cara untuk mendapatkan produk yang mempunyai karakteristik fisik

yang hampir sama dengan nasi beras adalah dengan menambahkan bahan lain.

Oleh karena itu, untuk memperbaiki sifat dari bahan dasar beras analog maka akan

dilakukan analisis untuk mengetahui komponen gizi yang ada pada beras analog

tersebut. Untuk memperbaiki komponen gizi digunakan kacang hijau sebagai

sumber protein dan penggunaan beberapa tepung untuk memperbaiki sifat fisik

beras yang akan diproduksi. Keunggulan kacang hijau adalah kandungan

proteinnya relatif tinggi setelah kedelai daripada kacang kacangan yang lain dan

juga kacang hijau sangat familiar dengan selera masyarakat. Kacang hijau

mempunyai banyak asam amino antara lain adalah Isoleusin, Leusin, Lisin,

Metionin, Fenilalanin, Teronin, Triptofan, Valin (Prabhavat, 1987 dalam Kanetro,

2006).


Oleh karena itu, mengolah ubi kayu dengan fortifikasi kacang hijau menjadi beras

analog merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga Indonesia tidak perlu lagi

mengimpor beras dalam jumlah yang besar. Selain itu, dengan pengetahuan

teknologi yang semakin maju, masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan potensi

alam yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


ISI

Beras analog atau beras tiruan merupakan suatu produk olahan yang bentuknya

menyerupai butiran beras. Beras analog dapat dibuat dari bahan lokal yang dapat

dijadikan sebagai sumber karbohidrat, namun tidak berasal dari beras.

Penggunaan istilah ini dikarenakan bentuknya oval menyerupai bentuk beras,

tetapi tidak terproses secara alami dan memiliki warna yang beda dari beras asli.

Beras analog dapat menjadi salah satu produk diversifikasi pangan yang dapat

dikonsumsi seperti beras yang berasal dari beras padi. Kandungan beras analog

mempunyai komposisi kimia seperti beras pada umumnya bahkan melebihi yaitu

dengan kandungan karbohidrat sebesar 81,3-83,9%, protein 1,3-2,4% dan lemak

0,21-0,45% (Sulfi, 2021).


Ubi kayu (Manihot esculenta) termasuk tanaman tropis dan tanaman semusim.

Ubi kayu merupakan salah satu pangan lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber

karbohidrat. Indonesia merupakan negara yang membudidayakan ubi kayu secara

luas dan menjadi komoditas potensial. Karbohidrat merupakan kandungan utama

pada ubi kayu, sebesar 34,7 gram dengan kalori 146 kkal dalam 100 gram. Selain

karbohidrat juga mengandung mineral, serat pangan kompleks, vitamin, serat

pangan larut dan tidak larut yang sangat penting untuk kesehatan tubuh. Namun,

ubi kayu memiliki kandungan protein yang rendah. Sehingga untuk membuat

beras analog, diperlukan fortifikasi dari bahan pangan lain yang memiliki

kandungan protein yang tinggi (Sulfi, 2021).


Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan kacang-kacangan yang mengandung

makronutrien terutama protein nabati. Kacang hijau juga mengandung besi,

kalsium, mangan, vitamin (A, B1, C, dan E), amilum, magnesium, belerang,

lemak, dan niasin. Kandungan protein yang ada pada kacang hijau dapat menutupi

kekurangan protein pada ubi kayu, sehingga pembuatan beras analog berbahan

dasar ubi kayu dengan penambahan kacang hijau merupakan kombinasi yang

tepat (Sulfi, 2021).


Proses pembuatan beras analog diawali dengan pengayakan pada tepung singkong

untuk mendapatkan partikel halus. Setelah itu, dilakukan proses granulasi untuk

membentuk butiran beras analog. Pada pembuatan beras analog langkah awal

yang dilakukan adalah menghidupkan mesin granulator lalu memasukkan tepung

singkong ke atas hopper. Saat granulator berputar, ditambahkan air sedikit demi

sedikit menggunakan sprayer namun air tidak boleh mengenai pan dikarenakan

bahan akan lengket pada pan. Proses granulasi akan dilakukan selama ±10 menit.

Setelah butiran granul terbentuk selanjutnya butiran-butiran granul dikeluarkan

dari hopper (Jannah dkk., 2015).


Proses pembuatan objek diawali dengan sortasi bahan baku yaitu melakukan

pemilihan ubi kayu yang masih segar, dengan kondisi fisik yang masih utuh dan

tidak cacat atau terpotong, selanjutnya dikupas. Pengupasan bertujuan untuk

memisahkan daging singkong dengan kulit, baik kulit dalam maupun kulit luar.

Ubi kayu yang telah dikupas kemudian dicuci hingga 2–3 kali dengan air

mengalir. Ubi kayu yang telah bersih kemudian dipotong-potong dengan ukuran ±

5 cm agar diperoleh ukuran yang seragam dan mempermudah proses perendaman.

Ubi kayu yang telah dikupas kemudian dicuci hingga 2–3 kali dengan air

mengalir. Ubi kayu yang telah bersih kemudian dipotong-potong dengan ukuran ±

5 cm agar diperoleh ukuran yang seragam dan mempermudah proses perendaman.

Ubi kayu yang telah dipotong-potong kemudian direndam menggunakan air

dengan perbandingan 1:3 (b/v) yaitu ubi kayu sebanyak 1 kg direndam

menggunakan air sebanyak 3 liter selama 5 hari. Selanjutnya dilakukan

pemanenan yang meliputi proses pencucian, penyaringan, dan pemerasan. Tahap

pencucian dilakukan menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk

menghilangkan bau dan mengurangi tingkat keasaman bahan. Proses penyaringan

dilakukan menggunakan kain saring yang kemudian dilanjutkan dengan proses

pemerasan. Proses pemerasan bertujuan untuk mengurangi air yang ada di dalam

bahan dan diperoleh pati singkong. Proses selanjutnya adalah pengepresan

menggunakan hydrolic press untuk mengurangi kadar air. Ampas hasil

pengepresan ini disebut growol. Proses selanjutnya yaitu pengeringan

menggunakan cabinet dryer pada suhu 50–60 °C selama 2,5–3 jam dan digiling

sampai diperoleh tepung growol kering yang disebut tepung oyek (Kanetro dkk.,

2016).


Kacang-kacangan yang digunakan dalam pembuatan beras analog dalam hal ini

adalah kacang hijau. Karena kacang hijau memiliki kandungan protein yang

tinggi. Cara pembuatan tepung kacang kacangan tersebut meliputi tahap sortasi,

penggilingan dan pengayakan 60 mesh (Kanetro dkk., 2015). Sortasi bertujuan

untuk memisahkan kacang yang tidak utuh dan kotoran yang terikut. Tahap

selanjutnya yaitu penggilingan yang bertujuan untuk mengubah ukuran kacang

menjadi halus. Tahap terakhir yaitu pengayakan 60 mesh yang bertujuan untuk

mendapatkan ukuran tepung kacang yang halus dan seragam.


Pembuatan beras analog dari tepung growol mentah menggunakan rasio tepung

oyek: tepung kacang 70:30 berdasarkan penelitian Kanetro dkk. (2015). Adonan

sebanyak 1000 g terdiri dari tepung objek sebanyak 700 g dan tepung kacang 300

g. Bahan lain yang ditambahkan dalam adonan adalah pati maizena sebanyak 3%

dari jumlah adonan. Dari 1000 g adonan menggunakan penambahan tepung

maizena 30 g. Tujuan penambahan tepung maizena adalah untuk membentuk

tekstur beras menjadi lebih kokoh dan tidak mudah rapuh. Hal ini berdasarkan

orientasi yang menunjukkan bahwa pada percobaan tanpa penambahan pati maka

adonan tidak bisa dicetak menjadi bentuk beras. Adonan tersebut dicampur dalam

satu wadah kemudian ditambah dengan air masak sebanyak 400 mL. Adonan

dicampur sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam mesin pencetak

beras. Beras yang sudah tercetak selanjutnya dikukus selama 15 menit.

Pengukusan bertujuan untuk membuat beras menjadi setengah matang. Tahap

selanjutnya yaitu pengeringan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50–60 °C

selama 2,5-3 jam sampai beras menjadi kering. Beras analog yang telah kering

selanjutnya ditimbang dan dimasukkan ke dalam kemasan plastik dan siap

dianalisis (Kanetro dkk., 2016).


Beras analog tersusun atas ingredien utama berupa bahan yang kaya akan

karbohidrat, sebagaimana fungsi beras pada umumnya yang merupakan sumber

karbohidrat. Adapun ingredien beras analog terdiri atas pati, serat, lemak, air,

bahan pengikat, serta bahan tambahan lain yang bersifat opsional, seperti

pewarna, flavor, fortifikan, dan antioksidan. Selain kandungan karbohidrat,

bahan-bahan tersebut juga membawa komponen lain yang dapat memberikan efek

fungsionalitas, baik terhadap proses pembuatan beras analog maupun terhadap

kesehatan. adanya proses pengolahan akan meningkatkan manfaat beras analog

dalam mencegah beberapa jenis penyakit degeneratif, akibat adanya perubahan

karakteristik serat pangan tidak larut menjadi serat pangan larut. Hal ini

dikarenakan serat pangan larut tidak hanya memiliki efek positif bagi kesehatan

usus, tetapi juga berkaitan dengan metabolisme lemak dan glukosa. Serat pangan

larut difermentasi oleh bakteri asam laktat di dalam usus besar menghasilkan

asam asam lemak rantai pendek (asam butirat, asam propionat, dan asam asetat),

yang akan meningkatkan jumlah mikroba menguntungkan dalam usus, dan

menekan perubahan asam empedu primer menjadi asam empedu sekunder yang

merupakan salah satu promotor terjadinya kanker usus besar.


PENUTUP

Indonesia memiliki sumber pangan yang sangat melimpah, salah satunya adalah

beras. Namun, beberapa tahun terakhir Indonesia mengimpor beras dalam jumlah

yang cukup banyak. Untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia, maka perlu

adanya inovasi produk yang bisa menggantikan beras sebagai sumber pangan di

Indonesia. Dalam hal ini, produk yang dapat menggantikan beras sebagai sumber

pangan adalah beras analog. Beras analog dengan bahan dasar ubi kayu dapat

menjadi sumber pangan bagi masyarakat Indonesia. Namun, Ubi kayu memiliki

kandungan protein yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka penulis

membuat produk analog beras berbahan dasar ubi kayu dengan fortifikasi kacang

hijau sebagai sumber pangan berprotein tinggi. Kemudian, jika memungkinkan

maka penulis akan berusaha untuk mendukung dan menemukan solusi lainnya

untuk mengatasi permasalahan bahan pangan yang kurang dimanfaatkan, mencari

potensi dari suatu bahan pangan, dan menggalakan industri pangan yang inovatif

dan kreatif.


---

Salam Peneliti Muda!

Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:

Instagram: @ukmpenelitianunila

Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com

Youtube: UKM Penelitian Unila

Tiktok: ukmpunila


0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer