Senin, 01 Desember 2025

INOVASI BIOKOMPOSIT SEBAGAI KEMASAN MAKANAN KERING RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS PATI BIJI SALAK DAN ECOFILLER SERAT KULIT SALAK

 PENDAHULUAN 

Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2019 jumlah sampah plastik mencapai 64 juta ton per tahun dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 66 juta ton, sedangkan pada 2021 jumlahnya mencapai sekitar 68 juta ton. Dari total tersebut, sekitar 3,2 juta ton sampah plastik tersebut dibuang ke laut. Hampir 76% dari sampah plastik tersebut adalah kemasan sekali pakai seperti sachet dan pouch yang sulit didaur ulang karena ukurannya yang kecil, sulit dikumpulkan, dan mengandung lapisan material yang sulit dipisahkan. Sebagian besar sampah plastik adalah konsumsi rumah tangga, yaitu sedotan plastik, botol plastik, kantong plastik, dan kemasan saset (Arbintarso dan Kurnawati., 2022). 

Masalah sampah plastik kini telah menimbulkan berbagai dampak serius terhadap lingkungan. Beberapa dampak sampah plastik terhadap lingkungan adalah pencemaran tanah, air tanah hingga makhluk bawah tanah. Selain itu partikel yang terkandung pada plastik akan meracuni hingga membunuh hewan pengurai seperti cacing, kantong plastik dapat menghambat air yang meresap ke dalam tanah, menurunkan kesuburan tanah karena plastik mengganggu sirkulasi udara di dalam tanah. Sampah plastik yang dibuang secara sembarangan ke sungai, anak sungai, bahkan drainase dapat mengakibatkan sungai menjadi dangkal dan terhambat alirannya. Selain itu, kandungan racun yang ada di plastik akan masuk ke dalam tubuh hewan tersebut, meracuni tubuhnya dan manusia yang mengkonsumsinya secara tidak langsung akan juga teracuni (Safriani dkk., 2022). 

Salah satu solusi inovatif yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sampah kemasan ini adalah penggunaan bioplastik berbasis biokomposit. Bioplastik dapat diurai oleh lingkungan dengan bantuan mikroorganisme dan air. Plastik biodegradable yang berbahan dasar tepung atau pati dapat didegradasi oleh bakteri pengurai dengan memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Pembuatan plastik biodegradable dari pati telah berhasil dilaksanakan untuk berkontribusi dalam meminimalisasi masalah akibat tumpukan limbah plastik sintetik. Sumber pati didapatkan dari tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, batang pohon, dan umbi umbian, menjadikannya bahan alternatif yang ramah lingkungan dan mudah terurai secara alami. Dengan demikian, pemanfaatan pati sebagai bahan dasar plastik biodegradable menjadi solusi potensial dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap plastik berbasis minyak bumi. (Ramadhan dan Nugraha, 2021).

Peningkatan konsumsi salak di masyarakat membuat produksi buah salak juga semakin meningkat. Namun, di balik tingginya produksi tersebut, muncul permasalahan baru berupa meningkatnya jumlah limbah salak, seperti kulit dan bijinya, yang sering kali terbuang begitu saja tanpa dimanfaatkan. Padahal kulit salak merupakan limbah yang umumnya tidak terpakai lagi tetapi kulit buah salak mempunyai kandungan nilai gizi berupa protein, karbohidrat, air serta rendah lemak. Kulit salak juga memiliki senyawa yang dapat bermanfaat sebagai antimikroba dan mengandung serat alami yang bisa digunakan sebagai bahan penguat atau ecofiller (Dalimunthe dkk., 2023). 

Limbah kulit dan biji salak bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan biokimposit. Prosesnya dikakukan dengan mencampurkan pati dari biji salak dengan serat dari kulit salak, maka akan terbentuk biokomposit yang lebih kuat dan tahan lama, namun tetap ramah lingkungan. Kombinasi ini sangat berpotensi untuk dijadikan bahan kemasan yang bisa menggantikan plastik biasa yang sulit terurai, sehingga bisa membantu mengurangi sampah plastik di sekitar kita. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat mengurangi jumlah limbah plastik kemasan dan limbah pertanian, sekaligus menciptakan produk inovatif yang memiliki nilai guna yang tinggi dan ramah lingkungan. 

PEMBAHASAN

Salah satu pemanfaatan bagian dari buah salak yang masih belum banyak dilakukan adalah bagian bijinya. Kurangnya pemanfaatan tersebut karena biji salak termasuk limbah hasil pengolahan buah salak yang memiliki tekstur keras dan sulit dihancurkan. Padahal, biji salak mengandung pati (amilum) sekitar 25–30% dari beratnya. Kandungan pati ini menjadikan biji salak memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioplastik alami yang dapat diperbarui. Bioplastik yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan alami pengganti penggunaan kemasan makanan kering dari plastik sintetis, yang akan signifikan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan plastik serta membantu mengurangi limbah (Anwar dkk., 2022). 

Bagian dari buah salak yang juga jarang dimanfaatkan selain biji, adalah kulitnya. Kulit salak mengandung mengandung metabolit sekunder seperti fenol, tanin, steroid, flavonoid, dan saponin yang bermanfaat sebagai antidiabetes, antioksidan, dan antibakteri. Selain

mengandung antioksidan. kulit salak juga mengandung serat, karbohidrat, protein, lemak (kadar rendah), dan air. Kandungan serat atau polimer seperti selulosa, pektin, dan lignin memiliki gugus hidroksil, karboksil, serta gugus bermuatan negatif lainnya. Gugus-gugus ini membuat kulit salak mampu berinteraksi dengan bahan lain, sehingga cocok dimanfaatkan sebagai ecofiller dalam pembuatan bioplastik. Senyawa tersebut membantu memperkuat struktur dan meningkatkan daya rekat antar partikel saat dicampurkan dengan adonan bioplastik. Selain itu, kandungan serat dan senyawa aktif pada kulit salak juga berperan dalam menambah sifat fungsional bioplastik, seperti kekuatan, elastisitas, dan ketahanan terhadap kerusakan (Hanifah dkk., 2023). 

Gambar 1. Proses formulasi biokomposit 

Proses preparasi ecofiller berbasis kulit salak mengacu pada metode yang dikemukakan oleh Dalimunthe dkk. (2023). Kulit salak terlebih dahulu dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan zat pengotor yang menempel pada permukaan. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu ±70°C hingga mencapai kondisi kering sempurna. Kulit salak kering selanjutnya dihaluskan menggunakan blender atau alat penggiling hingga diperoleh serbuk halus berukuran homogen. Serbuk halus kulit salak tersebut digunakan sebagai ecofiller alami, yaitu bahan penguat berbasis serat yang berfungsi memperbaiki sifat mekanik serta memberikan sifat tambahan seperti aktivitas antibakteri pada bioplastik. 

Bahan utama bioplastik yaitu pati biji salak yang diambil suspensinya. Menurut Naurah dkk. (2024) mengenai isolasi pati, yaitu dengan biji salak dicuci hingga bersih untuk menghilangkan kotoran dan pengotor permukaan, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu ±100°C selama 3–5 jam hingga mencapai kadar air rendah dan tekstur keras. Sampel kering selanjutnya dihaluskan hingga berbentuk serbuk halus, kemudian ditambahkan aquades dan dilakukan proses pemerasan selama ±1 jam untuk mengekstraksi kandungan patinya. Filtrat hasil pemerasan disaring menggunakan kain saring halus untuk memperoleh suspensi pati yang jernih. Suspensi tersebut kemudian diendapkan selama 48 jam pada suhu

ruang untuk memisahkan fraksi pati dari cairan supernatan. Endapan pati yang diperoleh dikeringkan kembali selama ±2 hari hingga mencapai kondisi kering sempurna. Pati kering biji salak yang dihasilkan memiliki tekstur halus dan tidak menggumpal, sehingga dapat tercampur merata serta mudah larut saat diformulasikan sebagai bahan dasar pembuatan bioplastik. 

Proses formulasi biokomposit berbasis kulit dan biji salak diawali dengan pencampuran ecofiller kulit salak kering ke dalam bahan utama bioplastik yang terdiri atas pati biji salak, tepung tapioka, gliserol, asam asetat, dan akuades. Serbuk kulit salak yang telah dikeringkan dan dihaluskan ditambahkan sebanyak 1–5% dari total berat campuran sebagai ecofiller alami. Seluruh komponen dihomogenisasi dengan pengadukan konstan, kemudian dipanaskan pada suhu 70–80°C hingga membentuk pasta kental dan transparan. Pasta yang telah terbentuk selanjutnya dicetak pada permukaan datar dengan ketebalan seragam, kemudian dikeringkan menggunakan oven bersuhu rendah atau melalui penjemuran selama beberapa hari hingga diperoleh lembaran bioplastik kering (Hendri & Bahruddin, 2017). 

Penambahan ecofiller kulit salak pada bioplastik menunjukkan adanya peningkatan pada sifat mekanik dan fungsional bahan yang dihasilkan. Bioplastik menjadi lebih kuat, tidak mudah sobek, dan memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap tekanan maupun benturan. Sementara itu, kehadiran gliserol membantu menjaga bioplastik tetap fleksibel dan tidak kaku, sehingga mudah dibentuk. Selain itu, senyawa aktif seperti tanin dan flavonoid dari kulit salak memberikan sifat antibakteri alami, yang membuat bioplastik lebih tahan terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Secara keseluruhan, kombinasi pati biji salak dan ecofiller kulit salak menghasilkan bioplastik yang lebih kuat, elastis, dan memiliki nilai tambah fungsional dibandingkan bioplastik tanpa penambahan ecofiller (Rafid dkk., 2021). 

PENUTUP 

Pemanfaatan limbah biji dan kulit salak (Salacca zalacca) sebagai bahan dasar biokomposit menunjukkan potensi besar dalam menggantikan sebagian penggunaan plastik konvensional sekali pakai. Kombinasi antara pati biji salak sebagai polimer alami dan serat kulit salak sebagai ecofiller menghasilkan bioplastik yang kuat, elastis, dan mudah terurai secara biologis tanpa meninggalkan residu berbahaya. Inovasi ini tidak hanya memanfaatkan limbah pertanian yang sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimal, tetapi juga berkontribusi

terhadap pengurangan timbulan limbah kemasan plastik hingga sekitar 10–15%, khususnya pada sektor kemasan rumah tangga dan makanan kering. Dengan demikian, biokomposit berbasis limbah salak dapat menjadi alternatif ramah lingkungan yang efisien serta mendukung pengelolaan sumber daya berkelanjutan. 

Secara global, penerapan bioplastik berbasis biokomposit ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), terutama SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab) melalui peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan limbah plastik sekali pakai, SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) dengan menurunkan emisi karbon dari proses produksi plastik sintetis berbasis minyak bumi, serta SDG 14 dan 15 (Ekosistem Laut dan Darat) karena berkurangnya pencemaran lingkungan akibat sampah plastik yang sulit terurai. Inovasi ini berperan penting dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim serta perlindungan ekosistem. Secara keseluruhan, pengembangan biokomposit dari biji dan kulit salak merupakan langkah strategis menuju ekonomi sirkular yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia.

____

Ditulis oleh:

1. Zaskia Rahma Andini - 2414051008 - 2024 2. Kecin Agressa Setiana T.- 2417021086 - 2024 3. Kristi Giesela Turnip - 2513024046 - 2025 4. Rizky Aldi Permana - 2401051027 - 2024



0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer