PENDAHULUAN
Kebutuhan energi global terus mengalami peningkatan, sementara sumber energi fosil yang tersedia semakin terbatas dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca. Oleh sebab itu, pengembangan energi alternatif yang berbasis biomassa menjadi pilihan yang sangat relevan. Limbah pertanian seperti daun pisang dan kulit jagung memiliki potensi besar sebagai bahan bakar terbarukan karena kandungan zat organiknya yang tinggi. Studi oleh (Kamar et al., 2023) memperlihatkan bahwa limbah kulit jagung pasar mampu diolah menjadi briket yang sesuai standar mutu SNI 1/6235/2000, dengan parameter seperti kadar air, kadar abu, dan nilai kalor.
Limbah daun pisang juga sudah sering diteliti sebagai sumber biomassa alternatif. Penelitian (Masthura, 2019) mengenai Analisis Fisis dan Laju Pembakaran Briket Bioarang dari Bahan Pelepah Pisang menemukan bahwa variasi perbandingan antara arang pelepah pisang dan perekat memengaruhi kadar air, densitas, nilai kalor, dan laju pembakaran. Selain itu, penelitian terkait Karakteristik Briket Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Kepok menyimpulkan bahwa pemakaian mesh 50 dan perekat 15% menghasilkan nilai kalor 5.216,48 kal/g, kadar abu 8,42%, dan kadar air 7,9% sehingga layak dijadikan energi terbarukan (Marali et al., 2023).
Kombinasi berbagai jenis biomassa untuk pembuatan briket sudah dikaji sebagai upaya optimasi kinerja. Contohnya, penelitian Optimization of Bio Briquettes as an Alternative Fuel yang memakai kulit kakao, kulit pisang, dan tepung tapioka menyatakan bahwa perpaduan bahan yang optimal dapat meningkatkan nilai kalor serta karakteristik fisik briket (A et al., 2024). Oleh karena itu, penggabungan limbah daun pisang dan kulit jagung sebagai bahan baku briket kombinasi berpotensi menjawab kebutuhan tersebut.
Meskipun demikian, kajian yang mendalami pemanfaatan limbah daun pisang dan kulit jagung secara bersamaan dalam bentuk briket, khususnya bentuk heksagonal, masih sangat terbatas. Rumusan masalah dalam penelitian ini mengarah pada bagaimana mengoptimalkan pemakaian keduanya sebagai bahan baku briket energi terbarukan, apakah bentuk heksagonal dapat meningkatkan
efisiensi pembakaran dan penumpukan dibanding bentuk konvensional, serta bagaimana residu abu hasil pembakaran dimanfaatkan sebagai pupuk organik bernilai tambah. Tujuan penelitian ini ialah mengkaji potensi bahan baku limbah daun pisang dan kulit jagung, mengembangkan bentuk heksagonal briket untuk mengoptimalkan kinerja, dan menganalisis karakteristik abu briket serta potensi penggunaannya sebagai pupuk ramah lingkungan.
Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan yang mengoptimalkan pemanfaatan limbah daun pisang dan kulit jagung sebagai briket heksagonal serta eksplorasi pemanfaatan residu menjadi pupuk organik sangat penting demi mendukung solusi energi terbarukan yang inovatif dan berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Limbah pertanian berupa daun pisang dan kulit jagung merupakan hasil samping kegiatan pertanian yang melimpah ruang dan jumlahnya. Sering kali limbah ini dianggap belum bernilai ekonomis, sehingga dibiarkan menjadi tumpukan sampah atau dibakar secara langsung tanpa pengolahan. Kebiasaan pembakaran limbah tersebut tidak hanya menimbulkan pencemaran udara, tetapi juga menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sekitar. Padahal, jika ditelaah lebih jauh, limbah ini kaya akan senyawa organik seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang secara kimiawi menjadi bahan baku potensial untuk menghasilkan energi terbarukan. Pemanfaatan limbah ini sebagai biomassa merupakan solusi yang relevan untuk menjawab tantangan kebutuhan energi yang terus meningkat, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Potensi Limbah Daun Pisang dan Kulit Jagung sebagai Biomassa Energi
Isi senyawa organik dalam limbah daun pisang dan kulit jagung sangat bernilai tinggi karena dapat dikonversi menjadi sumber energi melalui proses pembakaran atau karbonisasi. Keberadaan zat organik ini menjadi modal utama dalam produksi briket biomassa yang akan menjadi alternatif bahan bakar fosil. Selain itu, limbah ini dapat diperoleh dengan mudah sepanjang tahun sebagai hasil samping pertanian, sehingga menjadikannya sumber energi yang berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, pengolahan limbah ini tidak hanya mengurangi beban
pencemaran, tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat yang mengarah pada pembangunan berkelanjutan.
Gambar 1 Limbah daun pisang (sumber: pagaralampos.com, "Manfaat
Tersembunyi Daun Pisang Kering yang Sering Terlupakan", 2025)
Gambar 2 Limbah kulit jagung (sumber: rumahmesin.com, "Cara Membuat Kerajinan dari Kulit Jagung yang Mudah Sekali untuk ditiru", 2020)
Pemilihan bentuk heksagonal untuk briket Hexbriq merupakan langkah inovatif yang bertujuan memaksimalkan efisiensi dari sisi pembakaran dan penyimpanan. Struktur heksagonal memiliki keistimewaan berupa rongga udara yang menyebar di tengah, memungkinkan oksigen lebih mudah masuk dan memperlancar nyala api secara merata. Dibandingkan bentuk briket konvensional seperti bulat atau silinder, bentuk heksagonal ini dapat menghasilkan panas yang lebih stabil sambil meminimalkan emisi asap selama pembakaran. Selain itu, bentuk yang rapi dan simetris memudahkan proses penyusunan, pengemasan, serta pengangkutan, meningkatkan nilai ekonomi dan daya tarik bagi konsumen.
Gambar 1 Hexagonal charcoal
(sumber: Surefire Wood, “Hexagonal
Charcoal: The Future of Sustainable
Fuel”, 2025)
Keunggulan Desain Heksagonal Briket Hexbriq
Penggunaan desain heksagonal tidak hanya memberikan keuntungan dari segi efisiensi pembakaran, namun juga terkait aspek praktis dalam distribusi dan penyimpanan. Bentuk ini memungkinkan modulasi susunan briket yang lebih padat dan stabil di dalam tempat penyimpanan. Faktor bentuk juga berkontribusi pada pengalaman pengguna yang lebih baik, karena briket dapat lebih mudah ditata sehingga menghemat ruang dan memudahkan pengangkutan. Dengan inovasi bentuk ini, Hexbriq hadir sebagai produk biomassa yang tidak hanya optimal secara teknis tetapi juga memenuhi aspek pemasaran yang penting.
Gambar 4 Gambar 2 Arang briket heksagonal
(sumber: Wikipedia, "Japanese Briquette
Charcoal", 2011)
Hexbriq: Solusi Energi Ramah Lingkungan
Proses produksi briket Hexbriq dimulai dengan pengeringan dan penggilingan limbah daun pisang serta kulit jagung hingga menjadi serbuk halus. Serbuk ini kemudian dikarbonisasi pada suhu 400–500 °C untuk menghasilkan bioarang sebagai bahan utama. Bioarang dicampur perekat alami berupa tepung tapioka sebanyak 10–15% dari massa bahan kering. Campuran ini dicetak ke dalam cetakan heksagonal yang memungkinkan adanya rongga udara di tengah briket, memperlancar aliran udara saat pembakaran. Briket yang telah dicetak dikeringkan pada suhu 105 °C sampai kadar air kurang dari 8% untuk memastikan briket padat, tahan lama, dan kualitas pembakaran yang optimal.
Penentuan komposisi bahan baku menjadi kunci dalam menghasilkan briket dengan nilai kalor dan karakteristik fisik terbaik. Kombinasi 60% kulit jagung dan 40% daun pisang menghasilkan nilai kalor sekitar 5.200 kalori per gram, dengan
kadar abu dan kadar air yang rendah sehingga pembakaran menjadi lebih efisien dan bersih. Komposisi ini dipilih untuk menyeimbangkan antara daya tahan mekanik briket dan efisiensi energi yang dihasilkan. Nilai kalor briket Hexbriq dapat mencapai lebih dari 5.000 kalori per gram, sebanding dengan batu bara kelas menengah, sementara struktur heksagonal dengan ventilasi tengah menjamin pembakaran yang merata dan stabil. Formula ini memastikan Hexbriq berfungsi sebagai solusi energi terbarukan yang ramah lingkungan, praktis digunakan, serta mendukung pengelolaan limbah pertanian secara berkelanjutan.
Hexbriq dan Peranannya dalam Ekonomi Sirkular dan Pemberdayaan Masyarakat
Hexbriq tidak hanya berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dengan menjadi alternatif bahan bakar ramah lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, terutama di kawasan pedesaan. Produksi dan distribusi Hexbriq dapat menjadi usaha produktif yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah pertanian secara berkelanjutan. Penggunaan limbah sebagai bahan baku utama menjadikan produk ini sangat relevan dalam konteks pembangunan hijau dan pertanian berkelanjutan.
Sisa pembakaran Hexbriq berupa biochar memiliki manfaat besar sebagai pupuk organik yang efektif. Struktur pori biochar membantu menyimpan air dan nutrisi tanaman serta meningkatkan pH tanah asam, yang sering menjadi kendala dalam pertanian. Unsur hara penting seperti kalium, kalsium, dan fosfor terkandung dalam biochar sehingga dapat langsung memperbaiki kualitas tanah dan mendorong peningkatan hasil tanaman. Pendekatan ini mengintegrasikan prinsip ekonomi sirkular yang mengubah limbah menjadi sumber daya bernilai guna, mendukung keberlanjutan produksi energi dan pertanian.
Program pelatihan teknis yang menyasar komunitas lokal mampu membuka wawasan dan memberi keterampilan langsung bagi produsen briket. Selain itu, sosialisasi manfaat briket sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan dapat meningkatkan minat dan kesadaran konsumen sehingga mendukung pengembangan pasar Hexbriq secara luas.
Wilayah pedesaan menjadi target utama pengembangan teknologi Hexbriq karena ketersediaan bahan baku melimpah sekaligus kebutuhan energi yang terus meningkat. Teknologi sederhana serta peralatan yang mudah diakses membuat produksi Hexbriq dapat dijalankan secara mandiri oleh masyarakat desa. Kerjasama dengan lembaga pendidikan dan riset diharapkan dapat memperkuat kapasitas produksi serta memperluas jaringan pemasaran produk.
KESIMPULAN
Hexbriq adalah solusi energi terbarukan yang efektif karena memanfaatkan limbah daun pisang dan kulit jagung yang dapat diperbaharui secara alami. Dengan menghasilkan energi panas yang efisien dan menghasilkan residu biochar yang berguna sebagai pupuk organik, Hexbriq mendukung siklus ekonomi sirkular dan kelestarian lingkungan. Produk ini memenuhi kriteria energi terbarukan yang berasal dari sumber alami, dapat diperbaharui, dan ramah lingkungan. Dukungan edukasi masyarakat sangat penting untuk mengoptimalkan penggunaan dan penyebaran teknologi ini, sehingga mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan membantu pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Ditulis oleh:
Citra Devy Ariani 2415041021
Juliyanti 2417011096
Kartika Aprilia 2317011015
Sabila Syakinah 2417011026
0 comments:
Posting Komentar