Jumat, 25 November 2022

JAPUJU : Beras Analog Jagung Pulut (Zea mays var. ceratina) dan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas sp.) Sebagai Substitusi Nasi Putih Untuk Penderita Diabetes Melitus

 “Silent Killer” menjadi nama lain penyakit yang mengganggu sistem metabolisme tubuh

dan membunuh secara diam-diam. kerap kali penyakit ini sulit untuk disadari oleh

penderita, penyakit ini adalah Diabetes Melitus (DM). ketika diabetes melitus terlambat

mendapatkan penanganan akan menimbulkan komplikasi dan menimbulkan banyak

gangguan kesehatan lain seperti, hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke,

gagal ginjal dan kebutaan. (Anani, 2012). Yang kemudian Diabetes Melitus disebut-sebut

sebagai induk dari penyakit (Mother Of Disases). Pada tahun 2011 WHO mencatat

penderita diabetes melitus di dunia mencapai 200 juta jiwa, dan Indonesia menduduki

urutan keempat setelah India, Cina dan Amerika Serikat, sebagai negara yang penduduknya

mengidap diabetes melitus tertinggi di dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri tercatat 5,6

juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes melitus pada tahun 2011. Jumlah ini

tentunya hasil dari pencatatan dan penghitungan pengidap diabetes melitus seluruh penjuru

Indonesia, dan di provinsi Lampung tercatat sudah mencapai 1,5% per 100.000 atau

sebanyak 5.560 penderita diabetes melitus tipe II pada tahun 2014, data ini berdasarkan

catatan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. (Hazni, dkk., 2021).


Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang menjadikan nasi putih sebagai

makanan pokok dan secara tidak langsung sebagian besar masyarakat Indonesia berasumsi

bahwa “mereka tidak dapat hidup tanpa nasi”. Namun sayangnya mengonsumsi nasi putih

menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi gula di Indonesia. Menurut hasil

penelitian dari Soviana dan Maenasari (2019), bahan makanan dengan frekuensi konsumsi

tinggi para responden mereka ialah gula pasir dan nasi putih, kira-kira 2-3x/hari responden

mereka mengonsumsi kedua bahan makanan tersebut. Rata-rata responden mereka

mengonsumsi 248,75 gram nasi putih per hari dengan beban glikemik 63,36 gram, dan

16,76 gram gula pasir perhari dan beban glikemik 11,06 gram. Mengenai hal ini badan

kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan masyarakat untuk mengonsumsi makanan

dengan kandungan gula yang rendah sehingga indeks glikemik pun rendah untuk

meningkatkan upaya pengendalian glukosa darah pada masyarakat, dengan tetap

memperhatikan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. Nilai IG dapat dihitung setelah

mengetahui luas kurva sampel (pangan uji) dan glukosa (pangan acuan), yang dihitung

dengan membandingkan antara luas kurva kenaikan gula darah setelah mengonsumsi bahan

makanan yang diuji dan dengan hasil luas kurva kenaikan gula darah setelah mengonsumsi

bahan makanan rujukan standar seperti glukosa (Marsono et al, 2002). Nilai IG pangan

berkisar antara 1-100 dan di bagi dalam tiga level, yaitu rendah (<55), sedang (55-70), dan

tinggi (>70)( Septianingrum, dkk., 2016).


Menurut Indrasari (2008) pernah ada sebuah konsep lama manajemen diet untuk para

penderita diabetes. Konsep tersebut merekomendasikan para penderita diabetes untuk

membatasi konsumsi beras, dan mulai mengonsumsi umbi umbian. Banyak sekali sumber

karbohidrat yang bisa menjadi substitusi dari penggunaaan nasi putih untuk penderita

diabetes, seperti jagung, ubi jalar, singkong, dan gandum. Misalnya Jagung yang

mengandung serat pangan yang dibutuhkan oleh tubuh (dietary fiber) tentunya dengan

indeks glikemik (IG) yang relatif rendah jika dibanding dengan nasi (beras), sehingga beras

jagung menjadi bahan anjuran bagi penderita diabetes. Beban indeks glikemik pada beras

(dari padi) sekitar 50-120, sedangkan beban indeks glikemik beras jagung 50-90, namun

nilai IG tersebut sangat relatif sesuai dengan varietesnya. Masyarakat Indonesia pasti sudah

familiar dengan isu jagung adalah bahan pangan pokok maupun makanan ringan yang aman

dan sangat dianjurkan untuk masyarakat yang memiliki gangguan kesehatan khususnya

pengidap penyakit gula dan kelainan jantung. Kadar kolestrol dalam plasma darah dapat

diturunkan oleh Serat pangan (terutama serat larut) yang mampu meningkatkan ekskresi

asam empedu ke feses (meningkatnya konversi kolesterol dalam darah menjadi asam

empedu dalam hati). Karena serat pangan akan mengikat kolesterol untuk disekresikan ke

feses sehingga menurunkan absorpsi kolesterol di usus (Yasin, 2011).


Terdapat satu jenis jagung khusus (specialty corn) yang mengandung nutrisi lebih tinggi

dari jagung biasa/ normal yakni Jagung biji ungu-hitam, Jagung ungu-hitam mengandung

antisianin tinggi dengan amilosa rendah. Jagung jenis ini berasal dari china ditemukan pada

tahun 1908 yang seiring waktu menyebar ke Asia termasuk Indonesia dan USA dengan

jenis biji Mutiara-gigi kuda (Huang et al., 2005). Jagung jenis ini dapat diolah menjadi

makanan tradisional dengan kandungan nutrisi yang tinggi (Syamsul, 2020), selain itu

jagung biji ungu-hitam memiliki umur genjah (lekas berbuah) dengan masa panen masak

fisiologis 80 hari. Dan karena kandungan amilosa rendah yang <10% menjadikan jagung

jenis ini memiliki tekstur lunak, pullen dan enak (Widowati et al., 2006).


Berdasalkan hasil penelitian, nasi jagung memiliki beban indeks glikemik lebih rendah dari

nasi putih sehingga mengonsumsi nasi jagung menjadi salah satu upaya menurunkan kadar

gula darah. Setelah tubuh mendapatkan sari makanan yang mengandung gula akan diproses

oleh sistem pencernaan dan pemecahan kembali molekul makanan berlangsung di usus

duabelas jari (duodenum) dan jejenum proksimal. Setelah proses ini berlangsung akan

terjadi peningkatan kadar gula darah untuk sementara waktu dan akan kembali semula pada

kadar semula. Jumlah kadar gula yang diabsorbsi (diserap) dan diproses kira-kira 1gram/kg

BB per jam, namun harus diketahui bahwa proses ini terjadi dalam usus halus berlangsung

konstan dan tidak tergantung jumlah gula yang diproses. (Riyandani, 2013). Berdasarkan

hasil Penelitian oleh Widayati, dkk., (2022), rata-rata kadar glukosa darah penderita

Diabetes Mellitus Tipe II yang belum diberi nasi jagung sebesar 303,26. Sedangkan

penderita diabetes melitus tipe II yang telah diberi nasi jagung memiliki kadar glukosa

darah sebesar 254,65. Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar gula dalam darah penderita

DM Tipe II yang mengonsumsi nasi jagung lebih rendah jika dibandingan dengan penderita

DM Tipe II yang tidak diberi nasi jagung.


Salah satu solusi lain untuk penderita diabetes ialah mengonsumsi beras analog, karena

beras analog merupakan prosuk olahan yang berasal dari keseluruhan maupaun sebagian

bahan non-beras. (Mishra et al. 2012), sedangkan Budijanto dan Yuliyanti (2012)

menyatakan bahwa beras analog yang memiliki bentuk yang tampak seperti butiran beras

dapat berasal dari olahan yang sepenuhnya tepung (non-beras). Beras analog sendiri berasal

dari bahan baku jagung(tepung jagung) yang sudah banyak dikembangkan oleh para

peneliti melalui berbagai metode pencetakan, grits, granulasi, dan ekstrusi (Noviasari, dkk.,

2013).


Jagung menjadi bahan baku non-beras yang potensial untuk dijadikan sumber bahan

pangan pokok dalam proses pembuatan beras analog, karena jagung adalah salah satu hasil

komoditi yang diproduksi di Indonesia dan biji-bijian kedua yang mengandung karbohidrat

sebesar 75% setelah beras, juga mengandung kadar protein yang relatif tinggi sekitar 7–

12%. Sehingga jagung bisa dijadikan sumber protein yang baik (Ullah et al. 2010).

Berdasarkan data luas panen dan produksi jagung Tahun 2013, Provinsi Lampung menjadi

produsen utama ketiga jagung di Indonesia dengan luas panen 346.315 hektar dan produksi

jagung dalam bentuk pipilan kering sebesar 1.760.278 ton (Badan Pusat Statistik, 2015).

Selain penghasil jagung, provinsi Lampung juga merupakan salah satu provinsi penghasil

ubi jalar di Indonesia, Ubi jalar dipilih sebagai salah satu bahan utama untuk pembuatan

beras analog karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2016), produksi ubi jalar di

Propinsi Lampung mulai tahun 2011 - 2015 berada di urutan 10 - 12 penghasil ubi jalar di

Indonesia dengan hasil pertahun mencapai 47.239 ton hingga 47.408 ton. Produksi ubi jalar

di Propinsi Lampung mulai tahun 2011 - 2014 menyumbang sekitar 2% (47.735 - 49.669.

ton) dari produksi ubi jalar nasional (2.386.729 - 2.483.460 ton) per tahun.


Selain keberimpahan produksi ubi jalar di Lampung, pemilihan ubi jalar ungu untuk bahan

baku utama pembuatan beras analog karena Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan

betakaroten (provitamin A) yang sangat baik. Kandungan betakaroten ubi jalar ungu lebih

tinggi dibandingkan ubi jalar kuning. Selain vitamin C, betakaroten, dan vitamin A,

komponen yang terpenting adalah kandungan antosianin (Nurdjanah dan Yuliana, 2016).

Ubi ungu ini memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat),

warna ungu ini merupakan pigmen antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu berfungsi

sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan dalam mencegah

terjadinya penuaan, kanker, dan penyakit degeneratif, seperti arteriosclerosis. Selain itu,

antosianin juga memiliki kemampuan sebagai anti mutagenik dan antikarsinogenik

terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan produk olahannya,

mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah

(antihiperglisemik) (Widowati, 2010).


Karena Masih tingginya angka penderita diabetes di lampung, dengan memaksimalkan

potensi dari Jagung pulut dan ubi ungu yang memiliki kandungan gizi yang sangat

potensial, rendahnya indeks glikemik kedua komoditi, dan untuk pemafaatan antosianin

sebagai antioksidan dan anti hiperglikemik, serta produksi jagung dan ubi yang melimpah

di Indonesia, juga tanaman jagung pulut dan ubi ungu yang mudah dikembangbiakan di

tanah Indonesia, Oleh karena itu kami berinovasi untuk membuat JUPUJU : Beras analog

berbahan dasar jagung pulut dan ubi jalar ungu sebagai solusi untuk substitusi nasi putih

pada penderita diabetes mellitus.


Pada pembuatan beras analog, akan digunakan metode ekstrusi akan mengalami proses

pengaliran bahan (shearing) ke dalam ekstruder, lalu mengalami pencampuran, pengadonan

pada kneading zone ektruder, pemanasan/pemasakan pada cooking zone ekstruder dan

pembentukan ketika keluar dari die, dimana bentuk dan ukuran lubang die dapat

disesuaikan dengan keinginan. Selain itu, pada proses ekstrusi juga terjadi gelatinasi pati

karena adanya proses pemanasan dan retrogradasi pati yang telah mengalami gelatinasi

sehingga didapatkan butir beras analog yang padat (Budi et al., 2013). Dengan adanya

penambahan Tepung ubi jalar diharapkan beras analog yang dihasilkan mempunyai banyak

kelebihan yaitu tahan lama, fleksibel, dan bahan baku untuk beras analog dapat diperoleh

sepanjang tahun. Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang mempunyai banyak

kelebihan dibandingkan dengan ubi segar. Kelebihan tersebut antara lain tahan lama,

sehingga tersedia sepanjang tahun, fleksibel dalam penyimpanan dan transportasi, serta bisa

diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Pengolahan

ubi jalar menjadi tepung biasanya dilakukan secara kering, yaitu pengirisan ubi secara

melintang dan tipis tipis, kemudian pengeringan diikuti dengan penepungan dan pengayaan.

Akan tetapi, dalam aplikasinya pada produk makanan tepung ubi jalar mempunyai

kelemahan dalam hal sifat reologi dan sifat fisiko-kimia sehingga perlu penambahan bahan

bahan lain dalam adonannya ( Yadav el al., 2007).


---

Salam Peneliti Muda!

Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:

Instagram: @ukmpenelitianunila

Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com

Youtube: UKM Penelitian Unila

Tiktok: ukmpunila

0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer