Tampilkan postingan dengan label BANK LAPORAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BANK LAPORAN. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Desember 2021

PANDEMIC SANITATION POST: STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH

MASKER BERBASIS MASYARAKAT GUNA MEWUJUDKAN SDGs

DI TENGAH PANDEMI COVID-19


Oleh

Syahna Ardani Pendidikan Sejarah/1913033012

Arisma Whardani Pendidikan Ekonomi/1913031010


Sub Tema:

Lingkungan

Pandemic Sanitation Post: Strategi Pengelolaan Limbah Masker Berbasis

Masyarakat Guna Mewujudkan SDGs di Tengah Pandemi Covid-19


Syahna Ardani1, Arisma Whardani2

Universitas Lampung


Pendahuluan

Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan yang besar bagi masyarakat dunia

termasuk juga Indonesia. Sesuai dengan instruksi WHO mengenai anjuran

pemakaian masker bagi seluruh masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat,

maka pemerintah Indonesia pun mewajibkan masyarakat untuk memakai masker

sebagau upaya pencegahan penularan virus Covid-19. Amalia (2020: 2)

menyebutkan kebijakan itu juga dibarengi dengan himbauan lainnya seperti

menjaga jarak (social distancing). Selain itu juga diterapkan lockdown, PSBB,

dan PPKM.

Penggunaan masker pun akhirnya menjadi fenomena yang sangat umum di

kalangan masyarakat, pemerintah juga mengeluarkan kewajiban untuk menindak

orang-orang yang tidak taat pada peraturan memakai masker seperti dikenakan

denda atau hukuman membersihkan jalan. Oleh karena itu penggunaan masker

sudah menjadi kebutuhan umum bagi masyarakat. Namun rupanya hal ini juga

memberikan masalah baru bagi lingkungan, yaitu terjadinya penumpukan limbah

medis. Tercatat adanya peningkatan limbah medis oleh Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan yaitu sebesar 30%-50% selama berlangsungnya pandemi

Covid-19 di Indonesia (Ameridya, 2021: 52). Meskipun sebagian masyarakat

memilih untuk menggunakan masker kain, namun tidak dapat dipungkiri bahwa

banyak pula yang menggunakan masker sekali pakai (Amalia dkk,, 2020: 2)

Indonesia telah menggolongkan limbah medis sebagai limbah B3. Limbah jenis

ini perlu pengelolaan yang berprinsip pada kewaspadaan dan penggunaan metode

pengelolaan yang aman dan ramah lingkungan (Pudjiastuti, 2021: 82). Limbah

medis merupakan jenis limbah berupa barang ataupun sisa hasil kegiatan medis

yang tidak dapat digunakan kembali. Limbah ini memiliki potensi terkontaminasi

oleh kandungan zat yang infeksius atau kontak dengan pasien dan/atau petugas


2


kesehatan yang menangani pasien Covid-19. Pemerintah telah mengeluarkan

peraturan tentang pengelolaan limbah medis yang tercantum dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun. Oleh karenanya jika limbah masker tidak dikelola

dengan baik maka dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan

lingkungan. Limbah masker yang tidak ditangani dengan baik menyebabkan

pencemaran lingkungan dan tentunya hal tersebut juga berpotensi memberikan

efek negatif bagi kesehatan masyarakat.

Namun meskipun demikian, belum ada kesadaran masyarakat secara menyeluruh

atas lingkungan hidup yang harus dijaga demi keberlangsungan kehidupan

manusia. Pada kenyataanya banyak masyarakat yang cenderung masih bertindak

seenaknya dalam membuang limbah masker. Masyarakat awam biasanya tidak

memiliki pengetahuan mengenai penanganan dan pengelolaan limbah masker

yang baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku sehingga hal ini menimbulkan

permasalahan seperti penumpukan limbah masker dan juga tindak kriminal yang

dilakukan orang-orang tidak bertanggung jawab dengan mendaur ulang limbah

masker demi keuntungan pribadi.

Kondisi geografis Indonesia yang luas menyulitkan pemerintah dalam

menjangkau setiap wilayah-wilayah secara menyeluruh dengan cepat. Maka akan

lebih baik jika upaya penanganan limbah masker ini dilakukan oleh masyarakat

dalam unit wilayah terkecil yaitu desa. Hal ini didasarkan pada pengalaman dari

upaya pemerintah dalam penanganan virus Covid-19 yang melibatkan peranan

aktif perangkat desa dalam mengawasi dan menangani kasus akibat virus covid-19

di daerah masing-masing. Peraturan yang menaungi kebijakan ini adalah

peraturan Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia yang menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang

Desa Tanggap Covid-19 dan penegasan Padat Karya Tunai Desa yang

mencangkup tentang:

(1) Penegasan PKTD,

(2) Desa Tanggap Covid-19, dan

(3) Penjelasan Perubahan APBDes.


3


Sesuai instruksi dari surat edaran tersebut, maka desa membentuk Relawan Desa

Lawan Covid-19 yang terdiri atas perangkat desa, dan tokoh masyarakat yang

memiliki kemitraan dengan Babimkamtibnas, Babinsa dan Pendamping Desa.

Relawan ini bertugas untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait

pencegahan penyebaran, serta penanganan kasus Covid-19 (Irawan, 2020). Cara

yang demikian telah rupanya cukup efektif untuk membantu penurunan kasus

karena virus Covid-19. Keberhasilan tersebut membuktikan bahwa peran

masyarakat begitu penting dalam upaya menangani persoalan yang terjadi di

tengah-tengah masyarakat. Seperti yang disebutkan oleh Liunsanda (2017:5)

bahwa roda pemerintahan serta pembangunan adalah tanggung jawab perangkat

desa sehingga maju mundurnya suatu pembangunan di desa bergantung pada

kinerja perangkat desa.

Diperlukan adanya penanganan yang serius dalam masalah pengelolaan limbah

masker yang belum tepat. Berdasarkan permasalah tersebut maka esai ini akan

membahas menganai strategi yang dapat digunakan dalam pengelolaan limbah

masker yang benar melalui peran aktif masyarakat dengan menggunakan

Pandemic Sanitation Post untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan

selama berlangsungnya pandemi Covid-19. Upaya ini dilakukan untuk mencapai

sanitasi lingkungan yang sehat di masyarakat sesuai dengan tujuan dari

Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke enam. Pada poin ini SDGs

memiliki tujuan untuk memastikan masyarakat mencapai akses universal air

bersih dan sanitasi.

Pembahasan

Pada upaya penanganan dan pengelolaan limbah masker yang saat ini terus

menumpuk hingga menyebabkan pencemaran lingkungan dan kriminalitas,

pemerintah dapat menerapkan cara yang serupa dengan penanganan Covid-19

yaitu dengan melibatkan peran aktif masyarakat. Perlibatan masyarakat ini

terutama dilakukan oleh perangkat desa yang berkoordinasi dengan pemerintah

daerah, cara ini disebut dengan Pandemic Sanitation Post atau Pos Sanitasi

Pandemi. Pandemic Sanitation Post adalah suatu gagasan baru dalam upaya

pengelolaan limbah masker di lingkungan masyarakat secara efektif dan


4


terorganisir. Program ini dilakukan dengan membuat pos di desa-desa yang berisi

para relawan untuk menjalankan tugas yaitu membantu masyarakat agar

memahami dan dapat mengelola limbah masker dengan baik dan benar.

Sistem yang diterapkan pada Pandemic Sanitation Post memiliki kemiripan

dengan sistem penanganan virus Covid-19 yang telah dijelaskan sebelumnya

dimana prosesnya melibatkan seluruh komponen baik itu pemerintah, perangkat

desa (serta pihak-pihak yang bermitra di dalamnya) dan juga masyarakat tentunya.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan

membentuk relawan desa yang terdiri dari perangkat desa dan pihak-pihak terkait

serta sejumlah warga desa. Relawan-relawan desa inilah yang nantinya akan


tergabung untuk menjalankan Pandemic Sanitation Post di desanya masing-

masing dengan tugas utamanya untuk menangani pengelolaan limbah masker.


Petugas atau relawan yang tergabung dalam Pandemic Sanitation Post tidak boleh

dipilih secara asal melainkan harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai

cara pengelolaan limbah masker yang benar. Maka untuk itu pemerintah perlu

memberikan penyuluhan dan juga pelatihan terhadap para relawan yang nantinya

akan melaksanakan tugas-tugas sesuai perannya di Pandemic Sanitation Post.

Beberapa peran relawan desa yang harus dilakukan yaitu:

1. Edukasi

Pandemic Sanitation Post adalah suatu wadah yang bisa memberikan edukasi

kepada masyarakat desa terkait pentingnya tata kelola sampah terutama

limbah masker guna menjaga lingkungan hidup agar terhindar dari

pencemaran. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak semua masyarakat

memiliki pengetahuan tentang bahaya limbah masker yang dibuang secara

sembrono tanpa melewati proses pengelolaan terlebih dahulu. Oleh karenanya

ini menjadi tugas yang urgen bagi Pandemic Sanitation Post agar masyarakat

memiliki pemahaman terhadap bahaya limbah masker dan tata kelola limbah

masker yang benar. Bentuk edukasi tersebut dapat dilakukan melalui

sosialisasi atau penyuluhan kepada warga desa.


5


2. Sumber Informasi

Penggiatan peran teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi alternatif

bagi Pandemic Sanitation Post untuk memberikan informasi-informasi yang

berkaitan dengan tata kelola limbah masker. Melalui media sosial ataupun

media komunikasi seperti Whatsapp, para relawan yang tergabung dalam

Pandemic Sanitation Post dapat saling berbagi informasi misalnya mengenai

tindak kriminal daur ulang masker, atau mengenai langkah-langkah tepat

dalam pengelolaan limbah masker sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah

masker yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI.

3. Mitigasi

Mitigasi sendiri dapat dilakukan melalui inisiatif para relawan yang tergabung

dalam Pandemic Sanitation Post untuk menangani persoalan-persoalan yang

terdapat dalam upaya perbaikan tata kelola limbah masker. Contoh program

yang dapat dilakukan yaitu meminimalisir penggunaan masker sekali pakai

dan menggantikannya dengan masker kain. Upaya ini dapat membantu

mengurangi konsumsi masker sekali pakai yang dapat menimbulkan

penumpukan limbah masker. Namun dalam melaksanakan peran yang satu ini,

mitigasi juga perlu disesuaikan dengan persoalan di daerah masing-masing

mengingat tiap daerah memiliki kondisi yang berbeda-beda. Maka dari itu

para relawan desa harus mempertimbangkan kondisi dan situasi yang ada di

desa tersebut sebelum menginisiasikan suatu mitigasi sebagai

penyelesaiannya.

Beberapa peran tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan terorganisir

melalui kerjasama semua elemen yang terkait. Maka dengan begitu pengelolaan

limbah masker akan berjalan dengan baik sehingga dapat mewujudkan sanitasi

lingkungan yang baik dan sehat di masyarakat sesuai dengan tujuan SDGs poin

enam yaitu sanitasi bagi semua. Selain itu bukan hanya pihak pemerintah saja

melainkan seluruh elemen masyarakat juga ikut berkontribusi dalam pengelolaan

limbah masker ini.


6


Kesimpulan

Penggunaan masker di masa pandemi sangat penting untuk mencegah penularan

virus Covid-19. Namun banyaknya penggunaan masker sekali pakai memberikan

efek yang sangat buruk bagi lingkungan yaitu menyebabkan pencemaran dan

tindak kriminalitas daur ulang masker. Hal ini tentunya berlawanan dengan tujuan

salah satu poin SDGs yaitu poin ke enam yang memiliki tujuan dan sanitasi bagi

semua. Maka untuk itu pemerintah dapat membuat kebijakan untuk menangani

masalah ini dengan cara perlibatan masyarakat secara aktif di unit wilayah terkecil

(desa) melalui Pandemic Sanitation Post atau Pos Sanitasi Pandemi. Dalam

Pandemic Sanitation Post ini masyarakat yang tergabung sebagai relawan desa

memiliki peran untuk membantu masyarakat yang belum memahami tentang tata

kelola limbah masker yang benar. Dengan begitu maka tindak pencemaran

lingkungan akibat konsumsi masker sekali pakai dapat ditangani dengan baik dan

terorganisir.

Daftar Pustaka

Amalia, V., Hadisantoso, E. P., Wahyuni, I. R., & Supriatna, A. M. (2020).


Penanganan limbah infeksius rumah tangga pada masa wabah COVID-

19. LP2M.


Hendra irawan. 2020. Optimalisasi Peran Desa Dalam Mencegah Penyebaran

Covid-19 di Provinsi Bengkulu. Diakses pada 23 November 2021 di

laman:


https://ombudsman.go.id/pengumuman/r/artikel--optimalisasi-peran-desa-

dalam-mencegah-penyebaran-covid-19-di-provinsi-bengkulu


Liunsanda, M. (2017). Peranan Perangkat Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan

(Suatu Studi di Desa Kembes II Kecamatan Tombulu Kabupaten

Minahasa). Jurnal Eksekutif, 1(1).

Pratama, A., Ameridya, A., Pudi, R. A., & Absyar, S. F. (2021). Limbah Masker

di Era Pandemi: Kejahatan Meningkat Atau Menurun?. Jurnal Green

Growth dan Manajemen Lingkungan, 10(1), 51-58.

Pudjiastuti, D., Rahmatiar, Y., & Guntara, D. (2021). Pengelolaan Limbah Medis

Covid 19 Melalui Kearifan Lokal. Justisi Jurnal Ilmu Hukum, 6(2), 81-


INOVASI ADSORBEN ALUMINOSILIKAT DARI KALENG ALUMINIUM BEKAS DAN SILIKA SEKAM PADI SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR

Oleh

Eka Anggun Surani Kimia/1817011049

Gustin Lestiani Kimia/1817011035

Inovasi Adsorben Aluminosilikat dari Kaleng Aluminium Bekas dan Silika

Sekam Padi sebagai Upaya Penanggulangan Limbah Cair Bengkel


Kendaraan Bermotor


Eka Anggun Surani dan Gustin Lestiani

Universitas Lampung


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kepolisian Republik Indonesia tahun

2013, peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun 2009 sampai dengan

tahun 2012 terjadi pada tiap moda kendaraan dimana jumlah terbesar pada sepeda

motor yaitu pada tahun 2009 berjumlah 2,549,073 pengguna sepeda motor hingga

akhir tahun 2012 mencapai 3,500,866 pengguna. Perkembangan kegiatan usaha

bengkel banyak terjadi di kotakota besar. Kegiatan usaha bengkel mempunyai

dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah memberikan

kesejahteraan, serta memberikan kesempatan kerja. Sebaliknya, kegiatan usaha

bengkel berpotensi menimbulkan persoalan lingkungan yang berupa kebisingan,

pencemaran tanah, pencemaran air, pencemaran udara, ataupun gangguan

kesehatan. Selain itu, persoalan lingkungan yang lebih serius dapat ditimbulkan

oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah B3 adalah bahan sisa

(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan

beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) baik

secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan mencemarkan

lingkungan, ataupun membahayakan kesehatan manusia. Dalam usaha bengkel

motor terdapat limbah cair yang berbahaya, limbah ini biasanya berwarna hitam

pekat dan berminyak di karenakan air tersebut telah terkontaminasi dari kegiatan

bengkel seperti air dari pencucian, hal ini dapat menyebabkan pencemaran

lingkungan.

Limbah cair kendaraan bermotor dapat ditemukan dari usaha perbengkelan.

Dari bengkel tersebut, air banyak terkontaminasi oleh oli (minyak pelumas),


gemuk dan bahan bakar. Air yang sudah terkontaminasi akan mengalir mengikuti

saluran yang ada, sehingga hal ini mudah sekali untuk menyebarkan bahan-bahan

kontaminan. Selain oli bekas limbah bengkel (limbah kendaraan bermotor) lain

yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran adalah tidak adanya pengelolaan

limbah aki bekas, sehingga dapat mencemari lingkungan karena mengandung

kadar timbal (Pb) yang tinggi.

Salah satu cara mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah cair bengkel

adalah dengan proses adsorbsi. Proses adsorpsi memiliki banyak keunggulan dan

telah banyak digunakan dalam industri yaitu lebih ekonomis, tidak menimbulkan

efek samping beracun, dan dapat menghilangkan bahan organik. Adsorpsi adalah

suatu peristiwa dimana adsorben menyerap di permukaan. Adsorpsi adalah

peristiwa penyerapan di permukaan oleh suatu adsorben. Salah satu jenis adsorben

yang dipilih yaitu aluminosilikat dari kaleng aluminium bekas dan silika sekam

padi. Dalam penelitian ini, silika diperoleh dari sekam padi, sedangkan sumber

aluminiumnya diperoleh dari kaleng bekas minuman ringan yang diketahui

mengandung kadar aluminium yang tinggi, yakni 92,5-97,5% (Robertson, 2006).

Kaleng minuman bekas termasuk sampah anorganik yang tidak bisa

didegradasi oleh bakteri dan tidak bisa diurai secara alami karena terbuat dari

paduan beberapa logam. Kaleng bekas merupakan salah satu limbah yang

mencemari tanah selain plastik, karet, botol, pestisida, dan lainnya. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini kaleng aluminium bekas dimanfaatkan menjadi salah satu

sumber untuk membuat komposit aluminosilikat. Kaleng bekas minuman ringan

terbuat dari beberapa paduan logam antara lain Aluminium (Al) 89,74-96,38%,

Magnesium (Mg) 1,14-3,28%, Mangan (Mn) 0,75-1,93%, Besi (Fe) 0,51-1,79%,

Silikon (Si) 0,19-1,33%, dan Tembaga (Cu) 0,19-2,36% (Mariam, 2013).

Logam-logam komponen penyusun kaleng bekas ini pada dasarnya telah

digunakan untuk membuat katalis berbasis silika, seperti Fe/SiO2 (Pandiangan,

2008), dan MgO/SiO2 (Nurjannah, 2014). Pemanfaatan logam-logam dalam

kaleng bekas tersebut menunjukkan bahwa kaleng bekas dengan kadar aluminium

yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk membuat aluminosilikat. Komponen lain

pembentuk aluminosilikat adalah silika dari sekam padi. Sekam padi merupakan

limbah pertanian yang melimpah dan diketahui mengandung silika dalam bentuk


oksida (SiO2) sekitar 22% (Prasad and Panday, 2012). Silika sekam padi dapat

diekstraksi dengan mudah karena memiliki kelarutan yang tinggi dalam larutan

alkali (Pandiangan dkk., 2008), sehingga dapat diperoleh dalam bentuk sol. Sol

silika dapat diubah menjadi gel dengan cara menetralkan sol dengan suatu asam,

kemudian gel yang dihasilkan dapat diolah menjadi padatan silika (serbuk)

dengan kemurnian mencapai 95% (Sembiring dan Karo-karo, 2008).


ISI

Gambaran Umum Limbah Cair Bengkel

Salah satu limbah yang sering dihasilkan dari kegiatan perbengkelan adalah

limbah cair. Limbah cair dari usaha perbengkelan dapat berupa oli bekas, bahan

ceceran, pelarut/pembersih dan air. Oli bekas mengandung komponen logam berat

(Cd, Pb, Fe), polychrolinated biphenyl (PCBs) dan polycyclic aromatic

hydrocarbon (PAHs). Komponen-komponen ini mengandung bahan beracun saat

terlepas ke lingkungan, terutama pada perairan dikarenakan dapat menyebabkan

terhalanginya sinar matahari dan oksigen dari atmosfer ke air. Selain oli bekas

limbah bengkel lain yang dapat menyebabkan pencemaran adalah tidak adanya

pengelolaan limbah aki bekas, sehingga dapat mencemari lingkungan karena

mengandung kadar timbal dan asam kuat (Cindiyanti, 2011).

Bahan pelarut/pembersih pada umumnya mudah sekali menguap, sehingga

keberadaannya dapat menimbulkan pencemaran terhadap udara. Terhirupnya

bahan pelarut juga dapat menimbulkan gangguan terhadap pernafasan para

pekerja. Bahan bakar merupakan cairan yang mudah terbakar oleh nyala api, dan

juga merupakan bahan yang mudah sekali terbawa oleh aliran air. Bahan bakar

bensin mudah sekali menguap dan terhirup oleh para pekerja. Air limbah dari

usaha perbengkelan banyak terkontaminasi oleh oli (minyak pelumas), gemuk dan

bahan bakar. Air yang sudah terkontaminasi akan mengalir mengikuti saluran

yang ada, sehingga air ini mudah sekali untuk menyebarkan bahan-bahan

kontaminan yang terbawa olehnya (Saleh,2010).

Pada penelitian Mukhlishoh (2012) limbah yang dihasilkan dari kegiatan

bengkel dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).


Limbah B3 yang dihasilkan dari usaha bengkel antara lain : limbah padat dan

limbah cair. Limbah B3 padat meliputi limbah logam yang dihasikan dari kegiatan

usaha perbengkelan seperti skrup, potongan logam, lap kain yang terkontaminasi

oleh pelumas bekas maupun pelarut bekas. Sedangkan limbah cair meliputi oli

bekas, pelarut atau pembersih, H2SO4 dari aki bekas. Jumlah timbulan Limbah B3

Bengkel digunakan untuk mengetahui seberapa besar volume yang dibutuhkan

perhari untuk menampung limbah B3 yang dihasilkan. Jumlah timbulan rata – rata

dikategorikan berdasarkan jumlah pelanggan dari bengkel tersebut. Jumlah

timbulan limbah oli bekas dan botol bekas oli sebanding dengan kategori bengkel,

dimana semakin ramai bengkel tersebut maka jumlah timbulan yang dihasilkan

juga akan semakin besar. Pencemaran oli bekas dapat terjadi dikarenakan tidak

adanya sistem yang baku mengenai pengelolaan minyak pelumas bekas terutama

dari bengkel–bengkel kendaraan bermotor. Selain oli bekas limbah bengkel lain

yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran adalah tidak adanya pengelolaan

limbah aki bekas, sehingga dapat mencemari lingkungan karena mengandung

kadar timbal yang tinggi. Limbah timbal yang mencemari perairan dapat

menyebabkan adanya kandungan timbal di dalam darah warga yang menggunakan

air tersebut dan akan membahayakan kesehatan. Toleransi untuk kadar timbal

dalam darah standar WHO sebesar 10 mikrogram per desiliter

(Mukhlishoh,2012).


Penanganan Limbah Cair Bengkel Kendaraan Bermotor

Untuk mengatasi limbah cair bengkel kendaraan bermotor yaitu dengan

ditambahkan adsorben aluminosilikat dari kaleng aluminium bekas dan silika

sekam padi. Aluminosilikat merupakan senyawa anorganik yang dapat disintesis

melalui beberapa metode seperti metode thermal, hidrotermal, dan dari larutan.

Senyawa aluminosilikat ini terbentuk dari campuran oksida, alumunium dan

silikon dengan perbandingan tertentu. Aluminosilikat dapat dimodifikasi bentuk

strukturnya menjadi porous, mesoporous maupun amorf sehingga memiliki luas

permukaan serta kemampuan yang berbeda. Aluminosilikat memiliki peran

sebagai katalis anorganik. Aluminosilikat juga telah marak digunakan dalam

bidang industri sebagai katalis asam (Zahdy dkk., 2017). Salah satu manfaat


aluminosilikat berpotensi menjadi adsorben. Adsorben adalah bahan yang sangat

berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada

letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Karena biasanya pori-pori berukuran

sangat kecil, jadi luas perrmukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih

besar dari permukaan luar, sehingga dapat mencapai 2.000 m2/gr. 


Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaaan polaritas

menyebabkan sebagian besar molekul melekat pada permukaan itu lebih erat

daripada molekul-molekul lainnya. Pada umumnya, komponen yang diadsorpsi

melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu

secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorbsi terhadap komponen

lain. Regenerasi adsorben dapat dilakukan sehingga mendapatkan adsorbat dalam

bentuk terkonsentrasi atau hampir murni (Natalina dkk., 2018).


PENUTUP

Pembuangan limbah cair kendaraan bermotor seperti oli bekas limbah

bengkel (limbah kendaraan bermotor) dan tidak adanya pengelolaan limbah aki

bekas, sehingga dapat mencemari lingkungan karena mengandung kadar timbal

(Pb) yang tinggi jika terus didiamkan hal ini tentunya akan menyebabkan

permasalahan yang sangat serius pasalnya hal ini dapat mengakibatkan efek buruk

bagi lingkungan karena dapat menyebabkan kontaminan pada lingkungan air

disekitar area tersebut. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk menanggulangi

permasalahan tersebut yaitu dengan memanfaatkan proses adsorbs yang mana

proses ini memiliki keunggulan dan telah banyak digunakan dalam industri karena

lebih ekonomis, tidak menimbulkan efek samping beracun, dan dapat

menghilangkan bahan organik. Proses adsobsi dapat berlangung dengan

mengguanakan suatu adsorben yang baik, dalam hal ini kami berinovasi unuk

membuat suatu adsorben yang dapat digunakan untuk menanggulangi

permasalahan limbah tersebut. Adsorben aluminosilikat dari kaleng aluminium

bekas dan silika sekam padi sebuah inovasi yang dapat menanggulangi

pencemaran lingkungan akibat tidak diolahnya limbah cair bengkel dan dapat

mengolah kaleng aluminium bekas dan silika sekam padi menjadi aluminosilikat

sebagai adsorben yang diharapkan efektif dalam mengadsorbsi bahan kontaminan

yang terdapat pada limbah cair kendaraan bermotor dan dengan adanya inovasi ini

diharapkan juga dapat mengurangi limbah kaleng bekas yang selama ini masih

minim pemanfaatannya.


DAFTAR PUSTAKA


Cindiyanti, Z.A. 2011. Pabrik Base Oil dari Limbah Plastik dengan Proses

Pirolisis. Tugas Akhir D-III. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi

Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.


Mariam, N dan Handajani M. 2013. Kinetika Penyisihan Total Suspended Solid

(TSS) Pada Air Baku PDAM Tirtawening Kota Bandung Menggunakan

Koagulan Tawas Berbahan Baku Aluminium dari Tutup Kaleng Bekas.

Thesis. Program Studi Magister Teknik Lingkungan Institusi Teknologi

Bandung: Bandung.


Mukhlishoh. 2012. Pengelolaan Limbah B3 Bengkel Resmi Kendaraan Bermotor

Roda dua di Surabaya Pusat: Institut Teknologi Sepuluh November.

Surabaya.


Natalina, Atmono, Anggi Puspitasari. 2018. Penurunan Kadar Minyak Pelumas

Pada Limbah Cair Bengkel dengan Menggunakan Limbah Lateks Karet.

Jurnal Rekayasa Teknologi dan Sains. 2(1) : 13-19.


Nurjannah. 2014. Transesterifikasi Minyak Jarak Dengan Metanol Dan Katalis

Heterogen Berbasis Silika Sekam Padi (MgO–SIO2). (Skripsi). Universitas

Lampung. Lampung.


Pandiangan, K. D., S G..Irwan., R. Mita., W. Sony., A. Dian., A. Syukri, dan J.

Novesar. 2008. Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam Padi

yang Diperoleh dengan Teknik Sol–Gel. Prosiding Seminar Sains dan

Teknologi (SATEK II) Universitas Lampung. 342–353.


Prasad, R. & M. Pandey.2012. Rice Husk Ash as a Renewable Source for the

Production of Value Added Silica Gel and its Application: An Overview,

Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis. 7 (1):1 – 25.


Robertson, G. 2006. 2nd ed. Food Packaging, Principles and Practise. CRC

Electronic Products Publisher. Inggris.


Saleh,R. 2010. Tinjauan Hukum Terhadap Penggunaan Kendaraan Bermotor

Yang Menyebabkan Terjadinya Pencemaran Udara Dihubungkan Dengan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.UNICOM.


Sembiring S, Manurung P, dan Karo-Karo P. 2008. Pengaruh Suhu Tinggi

terhadap Karakteristik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi.

Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 5 (1):1-4.


Zahdy, Naufal Irfana., Bima Maghfur Abdillah R. 2017. Senyawa Aluminosilikat

sebagai Katalis Asam. Department of Chemistry faculty of science Institute

Technology Sepuluh November. Surabaya.


Sanitasi-Lingkungan dalam Kearifan Budaya Piil Pesinggiri

Menuju Desa Open Defecation Free (ODF)

ESAI NASIONAL


CHIESA RIZKI ADMINISTRASI NEGARA/1816041033

TRIA FADILLA SOSIOLOGI/1816011065


Sub Tema : Lingkungan


Indonesia memiliki kepadatan penduduk terbesar keempat di dunia. Seiring

dengan pertambahan jumlah penduduk, diperlukan ketersediaan dan akses sumber

daya yang mampu menopang kehidupan manusia, salah satunya adalah air. Di

Indonesia sendiri, kondisi air dan sanitasi yang seharusnya merupakan kebutuhan

dasar masih menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Faktor lingkungan

menjadi salah satu problematika utama yang selalu berdampingan dengan isu air

dan sanitasi.

Dalam mengatasi tantangan dan permasalahan ini, komunitas internasional

difasilitasi oleh PBB mengadopsi 17 tujuan sebagai bagian dari agenda global baru

(new global agenda) yang dikenal dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau

Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satunya adalah tujuan yang keenam

(SDGs 6) yaitu air bersih dan sanitasi dengan capaian utama menjamin ketersediaan

air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang. Artinya diperlukan

pemenuhan akses sanitasi layak dengan mengakhiri perilaku buang air besar

sembarangan yang menjadi intensi Indonesia pada tahun 2030 mendatang. Target

100% universal diajukan dalam upaya akses air bersih beserta peningkatan derajat

kesehatan masyarakat, melalui program nasional yang diatur dalam Permenkes No.

03 tahun 2014 yaitu Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Pelaksanaan STBM merupakan suatu pendekatan untuk merubah perilaku

sanitasi dan kebersihan melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode

pemicuan yang terdiri dari lima pilar utama yaitu; Stop Buang Air Besar

Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan

Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan Pengamanan Limbah

Cair Rumah Tangga yang diharapkan akan mempermudah upaya memperbaiki

akses sanitasi masyarakat ke arah lebih baik diikuti perubahan perilaku dengan

mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Keberhasilan

STBM dapat dilihat dari tiga komponen yaitu penciptaan lingkungan yang

mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, peningkatan penyediaan sanitasi, dan

pengembangan inovasi sesuai konteks wilayah.

Pada pilar pertama yang sekaligus merupakan kunci pembuka pencapaian

sanitasi aman, perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) atau


Open Defecation Free (ODF) memegang peranan penting dalam memutus rantai

penularan penyakit melalui kepemilikan jamban sehat sebagai sarana pembuangan

tinja yang efektif. Suatu masyarakat dikatakan ODF apabila ketika setiap individu

atau komunitas tidak lagi membuang tinja secara sembarangan. Sementara itu,

buang air besar sembarangan atau open defecation adalah perilaku buang air besar

yang dilakukan di tempat-tempat terbuka seperti semak, ladang, hutan dan sungai

(UNICEF, 2015). Sebagaimana dengan pendapat Chandra (2007), buang air besar

sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, udara, makanan,

dan perkembangbiakan lalat. Sesuai dengan model ekologi, lingkungan buruk akan

menyebabkan penyakit. Sehingga diperlukan upaya untuk memutus terjadinya

penularan penyakit yang dapat dilaksanakan dengan memperbaiki sanitasi

lingkungan, karena kualitas lingkungan sejalan dengan perilaku hidup bersih dan

sehat masyarakat.

Tangga perubahan perilaku masyarakat terhadap ODF akan berakhir pada

pencapaian sanitasi total. Sanitasi total merupakan suatu kondisi ketika masyarakat

sudah mempraktikkan perilaku higiene sanitasi secara permanen. Rangkaian

perubahan perilaku dari buang air besar sembarangan menuju sanitasi total

membutuhkan pemantauan, verifikasi yang berkelanjutan, dan evaluasi (Kemenkes,

2016:23). Verifikasi dilakukan bertujuan untuk membuktikan perubahan perilaku

masyarakat di suatu desa dalam melaksanakan STBM. Desa dikatakan terverifikasi

ODF ketika semua masyarakat melakukan buang air besar di jamban yang sehat,

tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar, adanya penerapan sanksi

peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian buang air besar

sembarangan dan adanya mekanisme pemantauan umum yang dibuat masyarakat

(Kemenkes, 2016:114).

Pada laporan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Kementerian Kesehatan

2018 akses sanitasi di Indonesia sudah mencapai 75% dengan desa Open

Defecation Free (ODF) sebanyak 17.519 desa (Kemenkes RI, 2018). Sementara itu,

Provinsi Lampung memiliki akses sanitasi dengan persentase 72,18% yang artinya

sekitar 27,82% penduduk Lampung masih melakukan praktik buang air besar

sembarangan. Artinya, perlu upaya nyata berbasis pendekatan masyarakat yang


mampu mewujudkan lingkungan bersih, sehat, dan berkualitas. Oleh karena itu,

melalui inisiasi kegiatan Sanitasi-Lingkungan dengan pendekatan kearifan budaya

Lampung yaitu Piil Pesinggiri diharapkan seluruh desa dapat mencapai predikat

bebas buang air sembarangan atau ODF.

Piil Pesenggiri merupakan modal sosial yang memiliki makna mendalam

bagi masyarakat Lampung sebagai pedoman hidup karena memiliki arti harga diri,

prinsip-prinsip tentang kebersihan jiwa, sehingga dapat menciptakan suasana

kerukunan dalam keberagaman. Ada pun Piil Pesenggiri sebagai penyangga utama

filosofi disokong empat pilar yaitu Nemui Nyimah (Santun dan keterbukaan

terhadap hal dari luar), Nengah Nyappur (Membekali diri baik dari sisi intelektual

maupun spiritual, sehingga memiliki kemampuan dalam mengorganisasi isi alam

untuk kemudian dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran masyarakat),

Bujuluk Buadek (Kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk saling menghormati

dalam keluarga maupun masyarakat) dan Sakai Sambaian (Sifat kooperatif atau

gotong royong).

Falsafah suku Lampung ini bisa diterapkan dalam program pencapaian

sanitasi aman khususnya gerakan bebas buang air besar sembarangan dengan

mengadopsi masing-masing dari nilai Piil Pesinggiri tersebut. Nilai yang pertama

yakni Nemui Nyimah didapati dengan masyarakat yang menerima kehadiran dari

pihak lain (baru) dalam upaya memperbaiki keadaan sebagaimana disini adalah

adanya kegiatan sanitasi-lingkungan. Nilai kedua yaitu Nengah Nyappur, kondisi

dimana masyarakat perlu memiliki rasa malu dari perbuatan buang air besar

sembarangan yang merusak lingkungan mengingat unsur alam memiliki peran

utama dalam kehidupan. Nilar ketiga yakni Bujuluk Buadek, respon masyarakat

dalam menerima segala bentuk nilai dari luar dengan kebesaran jiwa sehingga

tercipta keadaan yang sama-sama diharapkan. Terakhir adalah Sakai Sambaian

yang merupakan sifat yang penting dimana kegiatan gotong royong dioptimalkan

sebagai proses pembentukan masyarakat yang damai dengan kolaborasi multipihak.

Pada tahap perencanaan dan pelaksanaannya, kegiatan ini melibatkan

kolaborasi multipihak yaitu konsep pentahelix di mana pemerintah berperan

sebagai mitra strategis, kemudian private sektor, akademis yang diwakili oleh


civitas akademika universitas seperti departemen SDGs Center. Lalu keterlibatan

civil society berupa organisasi dan komunitas kepemudaan dengan menggerakkan

himpunan mahasiswa serta dukungan rekan media yang menyebarkan informasi

sanitasi-lingkungan secara lebih luas.

Gagasan inisiasi kegiatan sanitasi-lingkungan ini dilaksanakan berdasarkan

salah satu komponen keberhasilan sanitasi total berbasis masyarakat yaitu enabling

environment yang bertujuan menciptakan lingkungan kondusif melalui sinergi

lintas sektor agar masyarakat mau dan mampu melakukan perubahan perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2010:27), perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor

yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor predisposisi

mempermudah terbentuknya perilaku pada diri seseorang atau sekelompok

masyarakat yaitu meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat terkait ODF (Open

Defecation Free). Faktor pemungkin meliputi sarana dan fasilitas yang mendukung

masyarakat untuk berhenti buang air besar sembarang dan mendukung adanya

ODF. Faktor penguat merupakan dukungan yang diperoleh masyarakat dari tokoh

masyarakat yang merupakan salah satu pelaku STBM di tingkat desa. Pencapaian

komponen enabling environment sejalan dengan faktor penguat dalam teori

Lawrence Green karena terdapat dukungan tokoh masyarakat untuk mempermudah

perubahan perilaku melalui peraturan yang dibuatnya bersama pemerintah desa

setempat agar mendukung berjalannya program STBM.

Dalam hal ini peran generasi muda sangat dibutuhkan karena harus mampu

menjadi pionir penyelesaian masalah di masyarakat berlandaskan perubahan

perilaku, dengan mendorong dan mengupayakan kolaborasi multipihak, disisi lain

juga melakukan metode pemicuan sanitasi seperti observasi akses

sanitasi, pelibatan warga dalam setiap kegiatan, penguatan kelembagaan dengan

hadirnya natural leader. Kemudian melakukan proses pendampingan perubahan

perilaku, serta membuat monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan.

Aksi nyata untuk memulai perubahan melalui kegiatan sanitasi-lingkungan

berbasis budaya ini akan jauh lebih efektif dan efisien apabila terciptanya sinergitas

antara pemerintah, masyarakat, dan khususnya generasi muda sebagai garda

terdepan yang kritis, inovatif sehingga Indonesia dapat terbebas dari masyarakat


yang buang air besar sembarangan dan mampu mencapai desa Open Defecation

Free dengan tidak melupakan nilai kearifan lokal yaitu piil pesinggiri sebagai unsur

modal sosial sarat makna, agar terwujudnya lingkungan yang bersih, sehat, dan

berkualitas. Peran dari berbagai pihak merupakan salah satu kunci keberhasilan

suatu kegiatan ataupun program. Peran generasi muda, sebagai sosok yang dinamis,

penuh energi, dan optimis diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang

membawa ide-ide segar, pemikiran kreatif dengan metode thinking out of the box

inovatif serta mampu beradaptasi cepat dengan kondisi pandemi seperti saat ini.


Daftar Pustaka :


Kemenkes RI. (2018) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

stbm.kemkes.go.id.http://stbm.kemkes.go.id/public/docs/reference/5b99c4c

2576e12f4c9a2019139312658b2f3704c9abc5.pdf (Diakses pada 23

November 2021, pukul 09:12)

Njuguna, J. (2016). Effect of eliminating open defecation on diarrhoeal morbidity:

An ecological study of Nyando and Nambale sub-counties, Kenya. BMC

Public Health, 16(1). doi:10.1186/s12889-016-3421-2

Sekretariat Nasional SDGs. Air Bersih dan Sanitasi Layak. sdgs.bappenas.go.id.

http://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-6/ (Diakses pada 22 November 2021, pukul

19:43)

Sulistiono, E., & Fazira, E. (2021). Implementasi Program Stop BABS (Buang Air

Besar Sembarangan) pada Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di

Dukun Kabupaten Gresik. Jurnal Enviscience, 5(1), 1.

doi:10.30736/5ijev.v5iss1.223


MOLPIS (MIKROORGANISME LOKAL KULIT PISANG) : PUPUK ORGANIK

SEBAGAI DEKOMPOSER ALAMI DENGAN PRINSIP FERMENTASI


ESAI NASIONAL 

Indah Nurul Assa’diyah Teknologi Hasil Pertanian/ 1914231002

Ratih Nurhidayati Kimia/2017011084

Sub Tema : Sains dan Teknologi


Latar Belakang

Sains dan teknologi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan oleh

manusia seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Sains dan teknologi

yang berkembang juga dapat mengubah semua kegiatan manusia menjadi lebih

mudah, efektif dan efisien. Berbagai bidang sekarang telah banyak menggunakan

teknologi, salah satunya di bidang pertanian. Petani dapat membajak sawah

dengan menggunakan tractor, mengolah hasil panen lebih mudah menggunakan

berbagai teori dan mesin yang canggih, membuat inovasi terbaru dari teori yang

sudah ada dan dikembangkan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Zaman

sekarang, banyak petani yang berinovasi untuk menciptakan produk yang dapat

digunakan dan bermanfaat bagi tanaman, contohnya pupuk.

Indonesia memiliki luas wilayah daratan sebesar 1.919.400 kilometer

persegi (Nurjasmi, 2021). Hal tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

membuat fasilitas seperti rumah, gedung dan yang lainnya, luas wilayah daratan

di Indonesia juga dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dapat membawa

manfaat bagi masyarakat. Masyarakat menggunakan lahan yang mereka punya

untuk membuat lahan seperti buah dan sayur yang dapat mereka konsumsi ataupun

mereka jual karena memperoleh nilai tambah. Salah satu jenis tanaman yang

memiliki kesensitifan yang tinggi yaitu buah dan sayur. Tanaman buah dan sayur

sangat rentan terhadap perubahan iklim, cuaca, bahkan lingkungan yang dapat

menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit yang ada pada tanaman buah dan sayur

akan menimbulkan efek penyakit pula bagi yang mengkonsumsinya. Beberapa

petani menggunakan pupuk kimia seperti pestisida untuk mengatasi hal tersebut.

Seperti yang diketahui bahwa pupuk kimia seperti pestisida tentu mengandung

bahan kimia yang dapat membahayakan tubuh manusia.

Pamungkas (2016) melaporkan bahwa tercatat sebanyak 1-5 juta kasus

keracunan yang terjadi setiap tahunnya, terutama di sector pertanian seperti petani

dengan besaran 5,5 % atau sekitar 200.000 jiwa dari 80% terjadi di negara

berkembang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenni, et al. (2014)

menyatakan bahwa 95,8% petani sayur dan buah di kota Batu, Malang mengalami

keracunan akibat pestisida. Pestisida jenis organofosfat yang biasa digunakan


untuk membunuh serangga, pernah menyebabkan kematian onsite sebanyak 15

ribu jiwa (Pamungkas, 2016). Dampak dari insiden ini dapat dirasakan hingga 30

tahun kedepan dengan efeknya yaitu kelahiran cacat dan serta kasus gagal organ.

Efek ringan jangka pendek yang dirasakan hanya sebatas iritasi pada mata atau

kulit, tetapi pada jangka Panjang akan menyebabkan gangguan system hormone,

kegagalan organ bahkan hingga kematian. Beberapa jenis pestisida memiliki

karakteristik sulit terbiodegradasi dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam lemak

seperti organoklorin (Swacita, 2017).

Penggunaan pestisida untuk menghilangkan penyakit pada tanaman

memiliki banyak dampak positif, tetapi juga terdapat beberapa dampak negatif

yang sangat membahayakan terutama bagi manusia seperti kematian. Masyarakat

juga menggunakan pestisida dikarenakan praktis karena sudah dapat diperoleh

dimana saja dan mudah ditemukan. Berdasarkan permasalahan diatas, maka

penulis melakukan inovasi dengan mensubtitusi pestisida dengan produk yang

lebih aman, murah dan dapat dibuat sendiri yang bernama Molpis atau

mikroorganisme lokal kulit pisang. Molpis merupakan pupuk organik cair yang

berasal dari miikoorganisme lokal hasil fermentasi karbohidrat yang bersumber

dari air cucian beras, air gula dan limbah kulit pisang sebagai decomposer alami

bagi tanaman khususnya buah dan sayur. 

untuk proses pembuatan molpis yaitu dengan cara yaitu pertama, kulit pisang sebanyak 100 gr dipotong hingga kecil agar mudah Kulit Pisang Dipotong-potong kecil Ditambahkan Air Cucian Beras Air Gula Diaduk Difermentasi hingga berbau seperti tape


Molpis


memasukkan ke dalam botol dan memudahkan proses difusi larutan masuk ke pori-pori

kulit pisang. Kedua, kulit pisang dicampur dengan air cucian beras sebanyak 750 mL dan

air gula sebanyak 250 mL yang dimasukkan ke dalam botol bekas minuman. Ketiga,

kocok larutan hingga tercampur rata, setelah tercampur rata, buka tutup botol sedikit agar

tidak terjadi ledakan ketika proses fermentasi berlangsung. Terakhir, fermentasi larutan

tersebut hingga berbau seperti tape dan terdapat busa, tutup botol dibuka sedikit setiap

hari agar tidak terjadi ledakan pada botol. Jika larutan telah berbau seperti tape dan

terdapat gelembung busa, maka proses fermentasi telah selesai.

Mekanisme Kerja Molpis

Setelah beberapa hari diamati, terjadi perubahan yang cukup signifikan yaitu

terjadi proses perubahan bau, yang semula berbau busuk akan berubah menjadi bau

seperti tape atau alkohol. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi proses fermentasi secara

sempurna dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme yang ada pada kulit pisang

kepok (Hadi, 2019). Bakteri akan mendekomposisi bahan organik kulit pisang dengan

menggunakan air cucian beras dan air gula sebagai makanannya kemudian menghasilkan

gas CO2 dan alkohol. Perubahan bau terjadi karena adanya proses perombakan glukosa

menjadi etanol dan karbondioksida yang juga menyebabkan adanya gelembung dan

tekanan, jika tekanannya telah berlebih, maka akan menyebabkan ledakan. Penggunaan

molpis sebagai pupuk organik cair dapat menghasilkan berbagai kelebihan seperti dengan

pestisida dan juga molpis lebih aman untuk digunakan karena terbuat dari bahan alami

dan organik.


DAFTAR PUSTAKA


Hadi, R. A. (2019). Pemanfaatan Mol (Mikroorganisme Lokal) Dari Materi Yang

Tersedia Di Sekitar Lingkungan. Agroscience (Agsci), 9(1), 93.

https://doi.org/10.35194/agsci.v9i1.637


Nurjasmi, R. (2021). Review: Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan oleh Lanjut

Usia untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Ilmiah Respati, 12(1), 11–28.

https://doi.org/10.52643/jir.v12i1.1406


Oktiningtiyas, L. Y. (2015). Efektivitas Mikroorganisme Lokal (Mol) Kulit Pisang Dan Bonggol

Pisang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L) Pada Media

Hidroponik (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Pamungkas, O. S. (2016). Bahaya Paparan Pestisida terhadap Kesehatan Manusia.

Bioedukasi, XIV(1), 27–31.



BIOMETRIC SECURTIY (MEITY): SISTEM BIOMETRIC PENGAMAN

DATA PRIBADI UNTUK MENDUKUNG PILAR PEMBANGUNAN

HUKUM DAN TATA KELOLA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS


MENUJU INDONESIA EMAS 2045

 ESAY

Haidir Anam 2012011396

Alya Gustin Liantina 2012011224


BIOMETRIC SECURTIY (MEITY): SISTEM BIOMETRIC PENGAMAN

DATA PRIBADI UNTUK MENDUKUNG PILAR PEMBANGUNAN

HUKUM DAN TATA KELOLA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS


MENUJU INDONESIA EMAS 2045


“Indonesia darurat kebocoran data”. Narasi ini sering terlihat di berbagai

media massa yang memberitakan permasalahan keamanan data pribadi di

Indonesia. Selama wabah Covid-19 melanda, sektor industri digital berkembang

dengan begitu pesat. Perkembangan industri digital mensyaratkan berbagai

layanan dapat diakses dengan menyerahkan data pribadi seperti foto diri, foto

kartu identitas, dan data pribadi lainnya. Namun demikian, data pribadi yang

terhimpun dalam sebuah sistem rentan diserang oleh pihak ketiga atau

disalahgunakan oleh pengelola layanan yang bersangkutan. Berdasarkan data dari

publikasi International Telecommunication Union (ITU Publications) pada

pemeringkatan global cybersecurity index 2020, Indonesia menempati peringkat

ke-24 dari 195 negara yang sebelumnya berada pada peringkat ke-41 pada tahun

2018. Sedangkan pada kawasan regional Asia-Pasifik, Indonesia berada pada

peringkat ke-6 dari 38 negara, dan di kawasan regional ASEAN, Indonesia

menempati peringkat ke-3 dari 11 negara ((ITU), 2020). Peningkatan peringkat

tersebut berdampak pada meningkatnya kekhawatiran masyarakat akan risiko

kebocoran data. Konsekuensi negatif yang menjadi perhatian utama akibat

serangan cyber di Indonesia adalah kehilangan kekayaan intelektual, penurunan

potensi ekonomi digital, dan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

pihak-pihak yang memiliki dan mengelola data pribadi, baik pemerintah maupun

swasta.

Turunnya tingkat kepercayaan masyarakat dalam memberi data pribadi

ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi masyarakat membutuhkan akses layanan

terhadap fasilitas yang ditawarkan, di sisi lain masyarakat dihadapkan pada

keadaan tidak aman terhadap proteksi data pribadi yang diberikan. Padahal,

perlindungan data pribadi merupakan bagian dari hak asasi manusia atas

perlindungan diri pribadi (Niffari, 2020). Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa

setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi manusia. Dapat dipahami bahwa urgensitas

perlindungan data pribadi telah tersirat dalam UUD 1945. Perlindungan terhadap

hak-hak pribadi atau hak-hak privat akan meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan,

meningkatkan hubungan antara individu dan masyarakatnya, meningkatkan

kemandirian atau otonomi untuk melakukan kontrol dan mendapatkan kepantasan,

serta meningkatkan toleransi dan menjauhkan dari perlakuan diskriminasi serta

membatasi kekuasaan pemerintah (Budhijanto, 2010).


Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dunia, Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) terus menerus memikirkan bagaimana caranya untuk membangun


dunia dan menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut maka PBB menyusun Sustainable Development

Goals (SDGs) yang secara resmi dicanangkan pada 25 September 2015

(Wahyuningsih, 2017). Pembangunan berkelanjutan disepakati sebagai

pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang (Fauzi &

Oxtavianus, 2014). SDGs memiliki 17 tujuan dan 169 target. Semua target dan

tujuan tersebut digolongkan ke dalam empat pilar, salah satunya Pilar

Pembangunan Hukum dan Tata Kelola.

Indonesia merupakan salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang

berperan aktif dalam penentuan sasaran SDGs. Hal ini telah membantu Indonesia

dalam memetakan langkah strategis untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Tahun

2045, Indonesia merdeka 100 tahun. Momentum penting ini ditunggu dalam

sejarah, yang disebut-sebut dengan Indonesia Emas 2045 . Pada masa itu generasi

produktif (usia 15-64 tahun) diharapkan menjadi penggerak untuk Indonesia lebih

maju, berkembang, dan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang

ada (Wahyu, Rosyida, & Bahar, 2020).


Berkaitan dengan masalah perlindungan data pribadi, kebocoran data

menjadi tantangan dalam pembangunan hukum dan tata kelola SDGs. Selain itu,

jika tantangan tersebut tidak segera diatasi, besar kemungkinan menjadi

penghambat dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Berdasarkan kondisi

tersebut, penulis mengusulkan sebuah inovasi bernama Biometric Security

(MEITY) yang bertujuan untuk mengamankan data-data pribadi melalui

pemanfaatan teknologi berbasis biometric. Beberapa sistem yang dikembangkan

dalam biometric antara lain fingerprint scanning, eigenface, dan DNA scanning


(Kumar, Kumar, Singh, Kumar, & Shikha, 2020). Dari pengembangan-

pengembangan tersebut, biometric eigenface merupakan pengembangan yang


digunakan dalam tulisan ini. MEITY merupakan teknologi pada sistem keamanan

android yang dipadukan dengan pengenalan wajah. Sistem ini memberikan

perlindungan lebih terhadap data pribadi dibanding sistem keamanan

konvensional. MEITY hadir dengan menggunakan mekanisme biometric yang

dirancang khusus mengenal sifat karakteristik sisi biologis manusia,

memungkinkan sistem dapat mengidentifikasi, mengenal, dan menangkap objek

dalam layar digital (Sinaga & Sitio, 2019). Teknik biometric dianggap efektif

mengidentifikasi wajah sebagai langkah bypass login untuk dapat mengakses data

pribadi. Pengenalan atau pendeteksian wajah pada perangkat sistem android

dilatarbelakangi dengan dibutuhkannya sebuah sistem yang dapat

mengidentifikasi dan memverifikasi dengan lebih akurat dan aman dibandingkan

hanya dengan password (Adrianto, Wahyuddin, & Winarsih, 2021).

Penjelasan mengenai langkah-langkah dalam pengembangan MEITY

adalah sebagai berikut (Adrianto, Wahyuddin, & Winarsih, 2021); (Dhany, 2020):

1. Face Recognition

Face recognition (pengenalan wajah) merupakan suatu proses identifikasi

sebuah citra data wajah menggunakan algoritma komputasi untuk

selanjutnya citra tersebut dibandingkan dengan citra data wajah yang ada

pada database. Skema face recognition dapat dilihat pada diagram 1.

Input Citra Pendeteksian Wajah Ekstraksi Data Citra Wajah Terdeteksi


Diagram 1 Skema Face Recognition


Pada pelaksanaan face recognition, diawali dengan memasukkan data

(input) citra. Selanjutnya, dilakukan pendeteksian wajah untuk mendeteksi

adanya objek. Pendeteksian objek masuk ke ekstraksi fitur yang berupa

fitur untuk mengenali ciri-ciri baik pada citra maupun sekitarnya. Terakhir,

didapatkan hasil face recognition (wajah terdeteksi).

2. Eigenface

Eigenface merupakan metode pengenalan dan pendeteksian wajah yang

berdasarkan pada algoritma Principal Component Analysis (PCA), dimana

eigenface tersebut memanfaatkan citra wajah, yang kemudian diekstraksi

dan disimpan dalam database. Kemudian data latih (test image) yang ada

didefinisikan juga nilai eigenface-nya. Selanjutnya dilakukan

perbandingan dengan eigenface dari foto atau gambar dalam database.

3. Penerapan Metode Eigenface

Proses diawali dengan mengubah data wajah baru menjadi eigenface,

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam database. Lalu data gambar

tersebut dibandingkan dengan gambar rata-rata pada database. Perbedaan

yang didapatkan dikalikan dengan masing-masing vektor eigen dan

matriks. Nilai yang dihasilkan disimpan pada vektor lain, untuk

selanjutnya ditentukan kelas wajah mana saja yang memberikan gambaran

terbaik untuk citra input, hal ini dilakukan dengan meminimalkan jarak

euclidean.


εk =∥ Ω − Ωk ∥2


Pada proses input wajah, dilakukan pertimbangan untuk penggolongan

kelas. Jika hasil εk dibawah ambang, maka citra merupakan wajah yang

dapat dikenali. Namun apabila hasil εk diatas ambang yang diberikan,

maka citra merupakan wajah yang tidak dapat dikenali. Sedangkan

jika citra εk tidak berada diatas atau dibawah ambang yang diberikan,

maka citra bukan merupakan wajah.

4. Diagram Aplikasi

Saat aplikasi dijalankan, halaman pertama yang muncul adalah halaman

pendaftaran data wajah. Jika pengguna belum mendaftarkan wajah, maka


diminta untuk mendaftar. Namun apabila pengguna telah mendaftarkan

data wajah, akan langsung diarahkan ke halaman pengenalan wajah.


Pada halaman pengenalan wajah ini, citra wajah akan dideteksi, untuk

selanjutnya citra wajah tersebut dibandingkan dengan data wajah pada

database. Jika dikenali, maka pengguna diizinkan untuk mengakses data.

Selain itu pengguna dapat menambah, mengurangi, dan merubah data.

Namun apabila tidak dikenali, maka pengguna tidak diizinkan untuk

mengakses data.

5. Kriptografi

Kriptografi merupakan metode dalam menjaga keamanan pesan yang

dilakukan menggunakan cara penyandian dengan melakukan cara

perubahan bentuk agar tidak bisa diketahui sama sekali. Bagian-bagian

dalam kriptografi adalah 1) enkripsi (encryption) merupakan proses

perubahan pesan yang asli atau tidak ada sandi (plaintext) ke bentuk yang

tidak diketahui orang lain (chipertext); dan 2) dekripsi (decryption)

merupakan proses pengubahan pesan yang tidak diketahui tadi menjadi

pesan yang dapat diketahui atau dapat terbaca. Proses ini dilakukan dengan

penerapan kunci-kunci yang terdapat pada kriptografi.


Data pribadi yang telah diakses, didistribusikan menggunakan kriptografi

kepada pihak-pihak (pemerintah dan/atau swasta) yang memerlukan data

tersebut. Setiap kali pihak tersebut memerlukan akses terhadap data


Enkripsi Deskripsi


Plaintext Chipertext Plaintext


Diagram 3 Mekanisme kerja Kriptografi

Mulai

Halaman Pendaftaran (Belum), Mendaftarkan

Data Wajah


(Sudah), Pengenalan dan

Pendeteksian Wajah

Wajah Terdeteksi Wajah Tidak Terdeteksi

Mengakses, Menambah,

Mengurangi, dan Merubah Data Selesai

Diagram 2 Prinsip Kerja Aplikasi


pribadi, sistem MEITY akan memberitahu pengguna (pemilik data) apakah

bersedia memberi izin akses atau menolak. Mekanisme perizinan tidak

jauh berbeda dengan perizinan aplikasi pada android umumnya. Skema

prinsip kerja perizinan akses data dapat dilihat pada diagram 4.


Akses data yang memerlukan perizinan demikian, membatasi ruang gerak

pihak yang memerlukan data. Sekalipun database diretas dan data pribadi

yang ada padanya bocor, peretas sama sekali tidak dapat mengakses data

tersebut karena memerlukan perizinan dari pemilik data.

Untuk melihat kemampuan sistem ini lebih lanjut, maka dilakukan analisis

SWOT. Berdasarkan analisis tersebut didapat beberapa poin diantaranya:

No. Analisis Keterangan

1. Strenghts

(Kekuatan)


- Terjaminnya perlindungan data pribadi yang

merupakan bagian dari hak asasi manusia atas

perlindungan diri pribadi;

- Teknologi tidak hanya meningkatkan kualitas

pengamanan terhadap data pribadi, namun juga

mendukung pilar pembangunan hukum dan tata

kelola SDGs.


2. Waknesses

(Kelemahan)


- Sistem ini masih dalam pengembangan;

- Tidak semua lapisan masyarakat mengerti

pemanfaatan teknologi;

Mulai

Pemerintah dan/atau Swasta

Memerlukan Data


Diizinkan Tidak Diizinkan

Mengakses Data Data Dipakai untuk Memberi Akses

kepada Fasilitas dan Layanan (Selesai)


Pemberitahuan Dikirim ke

Pengguna (Pemilik Data)


Diagram 4 Prinsip kerja perizinan akses data


- Terbatasnya akses informasi masyarakat sehingga

menyulitkan proses pelaksanaan sistem ini secara

menyeluruh.


3. Opportunities

(Peluang)


- Memberi peluang pembangunan hukum terhadap

pengembangan kekayaan intelektual tanpa perlu

khawatir risiko kebocoran data pribadi;

- Meningkatkan potensi tata kelola ekonomi digital.


4. Threats

(Ancaman)


- Beberapa lapisan masyarakat sulit menerima

kemajuan teknologi, sedangkan sistem ini

merupakan inovasi baru.


Berdasarkan poin-poin tersebut, maka dirumuskan strategi untuk

mengatasinya. Pertama, dilakukan kerja sama antara Pemerintah Pusat,

Kementerian-Kementerian terkait Pencatatan Sipil, Sosial, dan Informatika,

Pemerintah Daerah, Dinas-Dinas terkait Pencatatan Sipil dan Sosial, dan Swasta

untuk perencanaan, perancangan, dan pengadaan sistem. Kedua, meminta

dukungan berupa moril dan materiil baik secara lintas sektor ataupun lintas

program untuk merealisasikan inovasi. Ketiga, dilakukan sosialisasi dan

penjelasan sistem agar terwujud pengetahuan yang memadai serta sinerginya

kebijakan antar-instansi. Keempat, melakukan sosialisasi kepada masyarakat

mengenai cara kerja MEITY serta mengadakan pelatihan terkait untuk

meningkatkan literasi masyarakat.

Inovasi MEITY

Kerja Sama


Dukungan Moril dan materil Sosialisasi dan Penjelasan Sistem

Perencanaan MEITY Perancangan MEITY


Uji Coba

Berhasil Tidak Berhasil


Penerapan MEITY

Diagram 5 Strategi pengaplikasian MEITY


Jika inovasi ini terealisasi, maka selanjutnya akan terus dilakukan

pengembangan-pengembangan demi menyempurnakan dan meningkatkan

efisiensi dari penggunaan MEITY.

Dari pemaparan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan MEITY menjadi sebuah solusi dalam menyelesaikan permasalahan

kebocoran data yang saat ini tengah menjadi perbincangan di setiap kalangan.

Selain dinilai efektif, penerapan inovasi ini menawarkan keunggulan pada sektor

hukum dalam pengembangan intelektual dan sektor ekonomi digital. Dengan

hadirnya inovasi ini tentunya diharapkan dapat menjadi salah satu sistem

pendukung pilar pembangunan hukum dan tata kelola SDGs serta menjadi upaya

dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

DAFTAR PUSTAKA


(ITU), I. T. (2020). Global Cybersecurity Index 2020. Geneva: International

Telecommunication Union (ITU).

Adrianto, L. B., Wahyuddin, M. I., & Winarsih, W. (2021). Implementasi Deep

Learning untuk Sistem Keamanan Data Pribadi Menggunakan Pengenalan

Wajah dengan Metode Eigneface Berbasis Android. Jurnal JTIK (Jurnal

Teknologi Informasi dan Komunikasi), 89-96.

Budhijanto, D. (2010). Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan Teknologi

Informasi: Regulasi dan Konvergensi. Bandung: Refika Adhitama.

Dhany, H. W. (2020). Analisa Sistem Keamanan Biometrik Dengan Otentikasi

Pada ECDSA Algorithm. Seminar Nasional Teknologi Komputer & Sains

(SAINTEKS), 627-630.

Fauzi, A., & Oxtavianus, A. (2014). Pengukuran Pembangunan Berkelanjutan di

Indonesia. MIMBAR: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 42-52.

Kumar, K., Kumar, H., Singh, P., Kumar, A., & Shikha, K. (2020). Biometric

Security System for Identification and Verification. International Journal

of Scientific Research in Computer Science and Engineering, 16-19.

Niffari, H. (2020). Perlindungan Data Pribadi Sebagai Bagian Dari Hak Asasi

Manusia Atas Perlindungan Diri Pribadi (Suatu Tinjauan Komparatif

Dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Negara Lain). Jurnal Yuridis,

105-119.

Sinaga, A. S., & Sitio, A. S. (2019). Sistem Deteksi Biometrik Keunikan Wajah

Secara Real Time. IJAI (Indonesian Journal of Applied Informatics), 30-

35.

Wahyu, N., Rosyida, A. A., & Bahar, N. Z. (2020). Inovasi Kegiatan Ruang

Belajar Aqil Dalam Upaya Mewujudkan Indonesia Emas 2045.

BIBLIOTIKA: Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi, 114-120.

Wahyuningsih. (2017). Millenium Development Goals (MDGS) dan Sustainable

Development Goals (SDGS) Dalam Kesejahteraan Sosial. Bisma: Jurnal

Bisnis dan Manajemen, 390-399.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Selasa, 22 Juni 2021

 

PENGUKURAN MUTU SAYUR SEGAR SELAMA PENYIMPANAN

 

Lauranty Forina*, Diah Pangastuti Rahayu, Nur Hanifa, Rafid Leo Pratama

 

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Unversitas Lampung

*Email korespondensi : laurantyforina@gmail.com

 

ABSTRAK

            Pakcoy (Brassica rapa L.) merupakan tanaman jenis sayur-sayuran dari keluarga Brassicaceae yang berasal dari China. Sayuran pakcoy merupakan sayuran yang mudah rusak jika tidak disimpan dalam keadaan yang tepat. Teknik penyimpanan pakcoy menggunakan kemasan dan suhu dingin diharapkan mampu memperpanjang masa simpan dan menghambat penurunan mutu sayur. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan indikator mutu sayuran selama penyimpanan meliputi dimensi, volume, kekerasan, dan warna, serta mengetahui teknik penyimpanan sayur segar terbaik. Berat jenis geometri dan archimedes cenderung mengalami penurunan saat penyimpanan. Kekerasan sayur semakin lama penyimpanan semakin menurun. Pada sayur yang diberi perlakuan kemasan sterofoam dan plastik pada suhu dingin baru mengalami penurunan kekerasan pada hari ke-4. Indikator RGB atau penentuan warna pada sayur pakcoy cenderung naik pada setiap perlakuan. Penyimpanan sayur pakcoy dengan kemasan sterfoam dan plastik pada suhu dingin merupakan perlakuan yang terbaik.

 

Kata kunci : kemasan, pakcoy, penyimpanan, suhu

 

 

 


 

PENDAHULUAN

            Pakcoy (Brassica rapa L.) merupakan tanaman jenis sayur-sayuran dari keluarga Brassicaceae yang berasal dari China yang kemudian dikembangkan secara luas di Filipina, Malaysia, Thailand, dan masuk ke Indonesia pada abad ke-19. Pakcoy memiliki tangkai daun berwarna putih atau hijau muda dan daun berwarna hijau tua menyerupai sendok. Oleh karena bentuknya yang menyerupai sendok, pakcoy sering disebut juga sebagai sawi sendok (Yogiandre et al., 2011). Pakcoy memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, B, C, E, K, mineral Ca, P, dan Fe. yang sangat baik untuk kesehatan. Kandungan gizi yang ada pada pakcoy dapat mencegah anemia, menangkal hipertensi, penyakit jantung, dan mengurangi resiko kanker (Pracaya dan Kartika, 2016).

            Sayuran pakcoy merupakan sayuran yang mudah rusak jika tidak disimpan dalam keadaan yang tepat. Pakcoy yang segar memiliki daun hijau segar dan batang yang kokoh atau tegar. Penurunan mutu atau munculnya kerusakan selama penyimpan ditandai dengan adanya perubahan warna daun menjadi kuning, layu, batang yang melunak, dan pembusukan. Umur simpan sayuran daun hijau segar termasuk pakcoy jika disimpan pada suhu ruang umumnya hanya 1-2 hari. Penyimpanan tanpa kemasan dan diletakkan pada suhu ruang akan menyebabkan kerusakan yang semakin cepat, sedangkan penyimpanan suhu dingin akan memperpanjang umur simpan sayur, namun jika tanpa dikemas juga akan menyebabkan sayuran mudah layu dan menguning (Harnanik, 2018).

            Sayuran hijau yang dikemas dalam kemasan plastik yang dilapisi kertas dan disimpan pada suhu kulkas memiliki umur simpan selama satu minggu. Penyimpanan dingin dapat menekan kegiatan enzim (Nazaruddin, 2003) dan menghambat laju respirasi (Nofriati dan Oelviani, 2017). Pengemasan pada sayuran segar dapat mengurangi kehilangan air yang menyebabkan penurunan berat, layu, dan kisutnya sayur. Pengemasan akan menghambat proses respirasi, transpirasi, dan serangan mikroorganisme (Muchtadi, 2000). Oleh karena itu teknik penyimpanan pakcoy menggunakan kemasan dan suhu dingin diharapkan mampu memperpanjang masa simpan dan menghambat penurunan mutu yang terjadi, sehingga pada praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan indikator mutu sayuran selama penyimpanan meliputi dimensi, volume, kekerasan, dan warna, serta mengetahui teknik penyimpanan sayur segar terbaik.

 

 

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

            Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sayur pakcoy. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu penggaris, timbangan digital, gelas ukur/baskom, kamera ponsel, laptop (aplikasi image processing), Kemasan sterofoam, plastic wrap, plastic bening, kanting kertas/ koran.

Metode Penelitian

Prosedur pelaksanaan praktikum ini dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Praktikum Pengukuran Mutu Sayur Segar Selama Penyimpanan

            Pakcoy di bersihkan kemudian di kemas sesuai dengan perlakuan (tanpa kemasan, kertas, dan wrap) dan disimpan pada suhu ruang serta suhu dingin. Selanjutnya dilakukan pengukuran berat jenis dengan metode geometrik dan archimides serta pengukuran kekerasan dan tingkat warna.  Pengujian ini dilakukan setiap hari selama 5 hari dan diamati perubahan yang terjadi selama penyimpanan.

 

Metode Pengukuran

a. Mengukur berat jenis berdasarkan pendekatan volume geometrik bahan

            sayur paakcoy di asumsikan sebagai bentuk tabung, kemudian dimensi sayur diukur menggunakan penggaris yang meliputi diameter dan tinggi sayur sebagai penghitungan volume pendekatan dalam bentuk tabung. Selanjutnya di catat volumenya dan dihitung berat jenis dengan rumus berikut.

b. Mengukur berat jenis dengan metode Archimedes

            Air dimasukkan kedalam teko ukur kemudian dicatat volume air dicatat sebagai nilai x1. Selanjutnya pakcoy dimasukkan kedalam teko berisi air tesebut dan kemudian di catat volumenya kedua sebagai nilai x2. Selanjutnya dihitung dengan rumus berikut.

Setelah diperoleh volume sayur dihitung berat jenis sayur dengan rumus berikut.

c. Pengukuran kekerasan

            Sayur pakcoy diberi tanda menggunakan label atau spidol. Kemudian bagian yang diberi tanda. Kemudian diuji tingkat kekerasan setiap harii dengan menekan sayur pada tanda yang ditetapkan. Hasil di beri skor penilaian1-5 secara sensoris (sangat lembek-sangat keras) kemudian dibuat grafik waktu penyimpanan vs nilai tekstur

d. Pengukuran Warna

            Sayur dikondisikan pada pencahayaan yang baik kemudian diambil gambar nya tahapan ini dilakaukan setiapharinya dan dipilih warna dengan color picker photoshop sehingga terbaca nilai R, G,B, nilai tesebut kemudian  diplotkan dalam bentuk grafik.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Berat Jenis, Kenampakan dan Warna

Hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini disajikan dalam grafik sebagai berikut .

Gambar 2. Grafik Berat Jenis Sayur dengan ametode Geometri

 

Gambar 3 . Grafik Berat Jenis dengan Metode archimedes

 

 

Gambar 3. Grafik Tingkat Kekerasan Sayur

Gambar 4. Nilai RGB Sayur Tanpa kemasan di Suhu Ruang

Gambar 5. Nilai RGB Sayur Tanpa kemasan di Suhu Dingin

 

Gambar 6. Nilai RGB Sayur kemasan sterofoam dan plastic wrap di Suhu Ruang

 

Gambar 7. Nilai RGB Sayur kemasan sterofoam dan plastic wrap di Suhu Ruang

 

Gambar 8. Nilai RGB Sayur kemasan Kertas di Suhu Ruang

 

Gambar 9. Nilai RGB Sayur kemasan Kertas di Suhu Dingin

 

            Kondisi penyimpan sangat berpengaruh terhadap masa simpan sayuran pakcoy. Pakcoy yang telah dipanen masih melangsungkan proses metabolisme. Salah satu cara untuk menghambat laju metabolisme pakcoy adalah penyimpanan pada suhu rendah. Suhu adalah faktor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10°C laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi (Imamah, 2016)

            Berdasarkan hasil pengamatan bj geometri dan bj archimedes dengan perlakuan tanpa kemasan , sterofoam + plastik dan kertas yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dinggin selama 5 hari . Hasil yang didapat yaitu pada perlakuan penyimpanan mengunakan kertas nilai bj geometri pada pengamatan hari pertama yaitu 82,1 kg/m3  dengan bobot awal yaitu 99 g dan mengalami penurunan hingga hari kelima dengan nilai bj geometri yaitu sebesar 64,69 kg/m3  dengan bobot akhir yaitu 78 g . Nilai bj archimedes pada perlakuan penyimpanan mengunakan kertas pada pengamatan hari pertama yaitu 198 kg/m3 dan mengalami penurunan hingga hari kelima dengan nilai bj archimedes yaitu sebesar 156 kg/m3. Berdasarkan nilai yang didapat dapat dilihat bahwa nilai bj archimedes lebih besar daripada nilai bj geometri . Berdasarkan gambaran tersebut terlihat bahwa semakin lama penyimpanan cenderung memiliki berat jenis lebih kecil . Perbedaan berat jenis diduga karena struktur sayuran pakcoy yang mengalami penurunan seperti mengkerut yang menyebabkan terjadi penyusutan sayuran pakcoy dikarenakan terdapat rongga udara yang dapat mempengaruhi berat jenis sayuran pakcoy (natvaratat , 1987)

 

Perlakuan Pakcoy Tanpa Kemasan

            Berdasarkan pengamatan visual pada pengamatan pakcoy tanpa kemasan dengan suhu ruang dari hari pertama hingga hari kelima, menunjukkan penurunan mutu yang signifikan, terutama dari segi warna.  Hasil yang didapatkan berdasarkan pengukuran intensitas cahaya RGB menunjukkan bahwa perlakuan kemasan memberikan efek perubahan warna yang cepat. Hal ini dapat disebabkan karena adanya beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesegaran buah dan sayur dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu faktor prapanen seperti genetik, iklim, budidaya; faktor fisiologi seperti respirasi, kelayuan, kematangan; dan faktor pascapanen seperti suhu, kelembaban, komposisi udara, cahaya, dan tekanan lain (Harnanik, 2018).

            Pada pengamatan kekerasan, hasil yang didapatkan juga menunjukkan perubahan yang signifikan dari hari pertama hingga hari kelima pengamatan. Hasil yang didapatkan berdasarkan pengecekan bagian-bagian tertentu menunjukkan bahwa terdapat pelunakan setiap harinya yang terjadi dalam waktu cepat. Kondisi perlakuan yang diberikan, yaitu tanpa kemasan, memberikan dampak kelayuan yang cepat, dan diikuti dengan perubahan intensitas cahaya yang mulai menguning. Dua hal ini dapat terjadi akibat adanya aktivitas kehilangan air akibat proses evaporasi dan proses metabolisme yang terjadi secara cepat karena adanya jumlah oksigen yang cukup serta kondisi suhu yang mendukung (Harnanik, 2018).

            Pada pakcoy tanpa kemasan dalam suhu dingin, hasilnya berbeda dengan yang ada pada perlakuan suhu ruang. Terjadi penurunan mutu pada perlakuan suhu dingin ini ditinjau dari segi kekerasan dan warna produk, namun dengan intensitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan suhu ruang. Hal ini membuat kondisi sayuran pakcoy pada suhu ini lebih baik dibandingkan dengan yang diletakkan di suhu ruang. Hal ini terjadi karena pada suhu dingin kandungan uap air yang keluar dari bahan lebih sedikit akibat terkurungnya air akibat penyempitan pori-pori tumbuhan. Aktivitas inilah yang akan membuat permeabilitasnya jadi lebih kecil (Mareta dan Nur, 2011).

Perlakuan Pakcoy dengan Perlakuan Pengemasan Kertas

            Pada pakcoy yang diberi perlakuan pengemasan kertas, juga menunjukkan perubahan signifikan pada warna pakcoy dari hari pertama hingga hari kelima. Sama seperti perlakuan sebelumnya, data-data diperoleh dari pengamatan intensitas RGB pada warna.Hasil yang didaparkan akan berbeda tergantung pada suhu yang dipakai. Pada pengemasan kertas suhu ruang, menunjukkan hasil sayuran yang mulai mengalami penguningan pada hari ke-3 sampai hari ke-5. Hasil pada pengemasan kertas ini memberikan hasil yang sama baiknya dalam pengawetan, namun pada intensitas cahaya biru pada RGB, mengalami penurunan di hari ke-5. Hal ini disebabkan karena kondisi daun yang kuning pada hari ke-5 setelah dicek intensitas RGB-nya, sehingga mengakibatkan intensitas cahaya birunya berkurang. Faktor transfer karbondioksida, oksigen, dan uap air mempengaruhi kelembaban pada sayuran, dan yang akhirnya mengarah pada perubahan warna (Waryat dan Handayani, 2020).

            Pada pengamatan kekerasan di suhu ruang, hasilnya menunjukkan adanya penurunan secara signifikan, mulai dari hari ke-3 sampai hari ke-5 yang ditandai dengan pelunakan hingga pembusukan pada daun. Ditinjau dari kekerasan, didapatkan hasil penurunan yang sama pada progres selama 5 hari pada kondisi tanpa pengemasan suhu ruang. Hal ini disebabkan karena adanya celah yang mengakibatkan terjadinya transfer karbondioksida, air, dan oksigen. Proses pelunakan atau pelayuan pada komoditas sayuran ditandai dengan adanya peningkatan respirasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan penurunan respirasi yang berakibat pada pengeringan (Lamona et al, 2015).

            Pada pengamatan warna pada perlakuan suhu dingin, menunjukkan hasil yang tidak mengalami penguningan, namun tetap mengalami kenaikan dan sempat mengalami penurunan pada intensitas RGB pakcoy setelah diobservasi selama 5 hari. Hal ini dapat terjadi akibat kesalahan dalam menginput data yang RGB akibat intensitas warna yang berbeda pada titik yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya penghambatan permeabilitas uap air pada bahan (Lamona et al, 2015).

            Pengamatan kekerasan pada suhu dingin, menunjukkan penurunan yang signifikan. Penurunan kekerasan mulai terjadi pada hari ke-3, dan mulai konstan hingga hari ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan dengan kertas pada suhu dingin lebih baik dibandingkan dengan pengemasan styrofoam pada suhu ruang. Ini dapat terjadi karena pengemasan mampu menghalangi permeabilitas bahan pertanian (Agustia et al, 2016).

Perlakuan Pakcoy dengan Perlakuan Pengemasan Styrofoam + Plastik

            Pada pakcoy yang diberi perlakuan pengemasan styrofoam, memberitahukan perubahan pada warna pakcoy dari hari pertama hingga hari kelima. Sama seperti perlakuan sebelumnya, data-data diperoleh dari pengamatan intensitas RGB pada warna. Pada pengemasan kertas suhu ruang, menunjukkan hasil sayuran yang mulai mengalami penurunan pada hari ke-3 sampai hari ke-5, walaupun tidak begitu signifikan. Hasil pada pengemasan styrofoam + plastik ini memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan perlakuan lain dalam perlakuan suhu ruang. Hal ini disebabkan karena plastik menghambat transfer karbondioksida, oksigen, dan uap air mempengaruhi warna pada sayuran  (Waryat dan Handayani, 2020).

            Pada pengamatan kekerasan di suhu ruang, hasilnya menunjukkan adanya penurunan secara signifikan dihari ke-4 dan mulai konstan sampai hari ke-5 yang ditandai dengan pelunakan pada daun. Ditinjau dari kekerasan, didapatkan hasil penurunan yang sama pada progres selama 5 hari pada kondisi tanpa pengemasan suhu ruang. Hal ini diakibatkan karena adanya celah yang mengakibatkan terjadinya transfer karbondioksida, air, dan oksigen. Proses pelunakan atau pelayuan pada komoditas sayuran ditandai dengan adanya peningkatan respirasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan penurunan respirasi yang berakibat pada pengeringan (Lamona et al, 2015).

            Pada pengamatan warna pada perlakuan suhu dingin, menunjukkan hasil yang tidak mengalami penguningan, namun tetap mengalami kenaikan pada intensitas RGB pakcoy setelah diobservasi selama Hal ini terjadi karena adanya penghambatan permeabilitas uap air pada bahan (Lamona et al, 2015). Untuk pengamatan kekerasan pada suhu dingin, menunjukkan penurunan yang signifikan. Penurunan kekerasan mulai terjadi pada hari ke-4, dan mulai konstan hingga hari ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan dengan kertas pada suhu dingin lebih baik dibandingkan dengan pengemasan styrofoam pada suhu ruang. Ini dapat terjadi karena pengemasan mampu menghalangi permeabilitas bahan pertanian (Agustia et al, 2016).

 

 

Kelemahan dan Kelebihan Pengukuran Secara Destruktif

            Praktikum ini menggunakan perbandingan massa jenis secara archimedes dan geometri dalam progres pengamatan yang dilakukan selama lima hari. Densitas produk pakcoy perlu diukur untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu dan kemasan terhadap berat dan dimensi sayuran secara keseluruhan. Densitas perlu diperhatikan karena memegang peranan penting pada bahan pertanian yang khususnya bersifat curah, dan berukuran kecil. Kelebihan dari metode secara destruktif seperti pengukuran densitas ini adalah mampu mengukur massa jenis bahan pangan yang kepadatan bahan yang berpori-pori, dengan melakukan metode perpindahan air (Ciptaningtyas dan Suhardiyanto, 2016).

            Pada varietas pakcoy yang diamati terdapat berbagai perbedaan dalam pengukuran. Pada perhitungan massa jenis secara archimedes atau geometri yang dilakukan pada perhitungan ini mendapatkan banyak kendala. Pada hasil data pengemasan kertas, mendapatkan hasil berat jenis archimedes dan geometri relatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan perlakuan lain. Hal ini mungkin dapat terjadi pada kesalahan kalkulasi atau human error. Selain itu, perbedaan pada hasil yang diperoleh juga dipengaruhi oleh asumsi pengukuran bentuk, seperti kerucut, tabung dan sebagainya. Ini merupakan suatu kendala yang dapat mengakibatkan penyimpangan data yang kemudian memicu terjadinya salah perhitungan.

            Pengukuran secara destruktif seperti mengukur berat jenis berdasarkan metode archimedes dan metode geometri ini melibatkan perhitungan volume dan massa bahan. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan hasil bahwa rata-rata pakcoy memiliki berat jenis antara 80-800 kg/m-3. Perbedaan berat jenis yang jauh ini dapat disebabkan oleh masalah kepadatan bahan. Masalah yang sering muncul pada pengukuran volume dan massa jenis adalah kepadatan bahan (Ciptaningtyas dan Suhardyant0, 2016). Selain itu, faktor lain yang membuat terjadinya perbedaan yang cukup jauh adalah dimensi sayuran antar perlakuan yang berbeda. Diketahui pada sayuran pakcoy perlakuan tanpa kemasan dan kemasan styrofoam dibentuk berimpitan hingga membentuk seperti tabung, sedangkan pada perlakuan kemasan kertas hanya menggunakan satu sayuran per perlakuan.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan praktikum ini Berat jenis pada metode geometri dan archimedes cenderung mengalami penurunan saat penyimpanan. Metode archimides lebih akurat dibandingkan metode geometri hal ini disebabkan pengukuran pada geometri menggunakan pendekatan terkait bentuk sayur yang menyerupai tabung namun belumdapat dipastikan bahwa ukuran tersebut tepat. Kekerasan sayur semakin lama penyimpanan semakin menurun pada setiap perlakuan. Indikator RGB atau penentuan warna pada sayur pakcoy cenderung naik pada setiap perlakuan. Penyimpanan sayur pakcoy dengan kemasan sterfoam dan plastik pada suhu dingin merupakan perlakuan yang terbaik. Hal ini ditunjukkan sayur yang diberi perlakuan kemasan sterofoam dan plastik pada suhu dingin baru mengalami penurunan kekerasan pada hari ke-4.

 

DAFTAR PUSTAKA

Agustia, N., Agustina, R., dan Ratna. 2016. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu            Penyimpanan Terhadap Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia     mangostana L). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 1 (1) : 977-   984.

Ciptaningtyas, D., dan Suhardiyanto. 2016. Sifat Thermo-Fisik Arang Sekam.       Jurnal Teknatan. 10 (2) : 1-6.

Harnanik, S. 2018. Kajian Perubahan Karakteristik Mutu Sawi Segar Selama        Penyimpanan dengan Pencucian Air Berozon pada Suhu dan Kemasan     Berbeda. Prosiding Seminar Nasional I Hasil Litbangyasa Industri. ISSN 2654-8550: 74-82.

Imamah, N., Hasbullah, R., dan Nugroho, L.P.E. 2016 Model Arrhenius untuk       Pendugaan Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal. Jurnal Keteknikan   Pertanian.4(1) : 25-30.

Keriting Segar. JTEP Jurnal Keteknikan Pertanian. 3(2) : 145-152.

Lamona, A., Purwanto, Y., dan Sutrisno. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan       Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah            Keriting Segar. JTEP Jurnal Keteknikan Pertanian. 3(2) : 145-152.

Mareta, T., D., Nur, S. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan           Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin.           Mediagro. 7 (1) : 26-40.

Muchtadi, T. R. 2000. Sayur-Sayuran Sumber Serat dan Antioksidan : Mencegah             Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA. IPB,    Bogor.

Natvarathat, T .1987.Spesifik gravity and weight loss of chanee , monthong and   kanyou durian harvestted at different stages of maturity . ASEAN Food    Handling Bureau. Malaysia

Nazaruddin. 2003. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.    Penebar Swadaya. Jakarta.

Nofriati, D. dan Oelviani, R. 2017. Kajian Teknologi Pascapanen Sawi (Brassica j uncea L.) dalam Upaya Mengurangi Kerusakan dan Mengoptimalkan           Hasil Pemanfaatan Pekarangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.   Jambi.

Pracaya dan Kartika, J. K. 2016. Bertanam 8 Sayuran Organik. Penebar   Swadaya. Jakarta.

Waryat, dan Handayani, Y. 2020. Implementasi Jenis Kemasan Untuk Memperpanjang Umur Simpan Sayuran Pakcoy. Jurnal Ilmiah Respati. 11 (1) :33-45.

Yogiandre, R., Irawan. W.,  Laras. M., Cantika. F., Naomi. C., Pratama.D.,            Rahendianto.R., Cholidah.S.N., dan Rahayu, E. 2011. Komoditas Pakcoy     Organik. Laporan Praktikum. Program Studi Agribisnis. Universitas            Padjadjaran.

 


LAMPIRAN

 

Tabel 1. Gambar Pengamatan

Hari ke-

penyimpanan

Pengemasan

Kontrol (tanpa kemasan)

Kertas

Wrap dan sterofoam

1

Ruang

Dingin

2

Ruang

Dingin

3

Ruang

Dingin

4

Ruang

Dingin

5

Ruang

Dingin

 

 

Tabel. 2 Pembagian Tugas

Nama

Tugas

Diah Pangastuti Rahayu

Praktikum pengemasan Wrap, metodologi, kesimpulan, lampiran, menyatukan dan mengedit

Lauranty Forina

Praktikum tanpa pengemasan, membuat halaman judul, abstrak, pendahuluan

Nur Hanifa

Mengumpulkan data, membuat pembahasan berat jenis

Rafid Leo Pratama

Praktikum pengemasan kertas, membuat pembahasan tingkat kecerahan warna dan kekerasan/tekstur

 


No

Perlakuan

Pengemasan

Hari ke 1p

Berat

volume

BJ geo ( kg / m3 )

BJ archi (kg / m 3 )

kekerasan

warna

keterangan over all

R

G

B

1

Penyimpanan suhu ruang

a

tanpa kemasan

100 g

150 m3

216.65

666.67

5

143

160

106

segar , kokoh

b

sterofoam+plastik wrap

50 g

58 m3

602.41

862.07

5

47

84

4

segar , kokoh

c

kantong kertas/koran

99 9

50 m3

82.1

198

5

89

97

24

segar , kokoh

2

Penyimpanan suhu dingin

a

tanpa kemasan

100 g

150 m3

216.65

666.67

5

95

108

78

segar , kokoh

b

sterofoam+plastik wrap

57 g

82 m3

303 , 9

695.12

5

47

84

4

segar , kokoh

c

kantong kertas/koran

95 g

50 m3

35.02

196

5

78

90

24

segar , kokoh

Tabel 3. Pengamatan  Hari ke-1

 

 


No

Perlakuan

Hari ke 2

Berat

volume

BJ geo ( kg / m3 )

BJ archi (kg / m 3 )

kekerasan

warna

 

keterangan over all

R

G

B

1

Penyimpanan suhu ruang

a

tanpa kemasan

84 g

150 m3

181.98

560

4

120

153

96

mulai layu

b

sterofoam+plastik wrap

40 g

51 m3

533.33

784.31

4

64

102

15

mulai layu , warna hijau

c

kantong kertas/koran

89 g

50 m3

73.81

178

4

94

102

42

mulai layu

2

Penyimpanan suhu dingin

a

tanpa kemasan

91 g

150 m3

197.15

606.67

5

73

104

37

masih terlihat segar

b

sterofoam+plastik wrap

57 g

82 m3

303.19

695.12

5

69

94

22

segar , kokoh

c

kantong kertas/koran

90 g

50 m3

33.17

180

5

94

96

46

segar , kokoh

Tabel 4. Pengamatan  Hari ke-2

 


No

Perlakuan

Hari ke 3

Berat

volume

BJ geo ( kg / m3 )

BJ archi (kg / m 3 )

kekerasan

warna

 

keterangan over all

R

G

B

1

Penyimpanan suhu ruang

a

tanpa kemasan

75 g

46 m3

318.47

1630.43

3

116

136

75

layu , warna daun mulai kuning

b

kemas sterofoam+plastik wrap

37 g

50 m3

500

740

3

104

119

18

layu , daun mulai kuning

c

kemas kantong kertas/koran

85 g

50 m3

70.5

170

3

137

148

45

layu menguning

2

Penyimpanan suhu dingin

a

tanpa kemasan

83 g

46 m3

244.75

1804.43

4

76

100

52

mulai layu  , warna daun masih hijau

b

kemas sterofoam+plastik wrap

56 g

82 m3

342.72

682.93

5

75

101

27

segar  kokoh

c

kemas kantong kertas/koran

88 g

50 m3

32.43

190

4

124

126

61

layu , warna daun hijau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 5. Pengamatan  Hari ke-3

 

 


 

No

Perlakuan

Hari ke 4

Berat

volume

BJ geo ( kg / m3 )

BJ archi (kg / m 3 )

kekerasan

warna

R

 

G

 

B

keterangan over all

1

Penyimpanan suhu ruang

a

tanpa kemasan

70 g

40 m3

324.26

1750

1

193

209

121

sangat layu , warna daun mengguning

b

kemas sterofoam+plastik wrap

35 g

49 m3

522.39

714.29

1

147

164

29

sangat layu , warna daun menguning

c

kemas kantong kertas/koran

81 g

50 m3

67.17

162

1

170

182

54

sangat layu

2

Penyimpanan suhu dingin

a

tanpa kemasan

78 g

40 m3

361.32

1950

3

131

153

78

layu , belum ada daun yang menguning

b

kemas sterofoam+plastik wrap

54 g

81 m3

331.29

666.67

4

78

104

30

mulai layu , warna masih hijau

c

kemas kantong kertas/koran

85 g

50 m3

31.33

180

4

138

151

46

layu , warna daun hijau

Tabel 6. Pengamatan  Hari ke-4

 


No

Perlakuan

Hari ke 5

Berat

volume

BJ geo ( kg / m3 )

BJ archi (kg / m 3 )

kekerasan

warna

 

keterangan over all

R

G

B

1

Penyimpanan suhu ruang

a

tanpa kemasan

62 g

40 m3

315.92

1550

0

189

197

96

banyak daun menguning , kering , rusak

b

kemas sterofoam+plastik wrap

33 g

48 m3

492.54

687.5

1

174

166

57

sangat layu , warna daun memudar  menguning

c

kemas kantong kertas/koran

78 g

50 m3

64.69

156

1

199

184

19

sangat layu

2

Penyimpanan suhu dingin

a

tanpa kemasan

73 g

40 m3

371, 97

1825

1

142

172

112

sangat layu , mulai ada warna daun memudar

b

kemas sterofoam+plastik wrap

54 g

81 m3

331.29

666.67

4

82

107

34

mulai layu , warna masih hijau

c

kemas kantong kertas/koran

81 g

50 m3

29.85

162

4

173

185

85

layu , warna daun hijau

Tabel 7. Pengamatan  Hari ke-5

 

 

Postingan Populer