Senin, 21 November 2022

PEMAHAMAN SEX EDUCATION DALAM UPAYA MENJAGA KESEHATAN REPRODUKSI MAHASISWA SEBAGAI AGENT OF CHANGE dan SOCIAL CONTROL

 PENDAHULUAN


Pelanggaran pelecehan seksual kini dapat terjadi dimanapun, dan melalui

apapun, di tempat umum, di tempat tertutup, secara verbal maupun non verbal.

Payung hukum dari pelecehan seksual sendiri tertera pada Kitab Hukum Undang-

Undang Pidana (KUHP) dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang

Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). Namun pada kenyataannya,

masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani.


Kekerasan seksual dapat terjadi tanpa mengenal waktu dan tempat, tidak menutup

kemungkinan akan terjadi pada mahasiswa di lingkungan kampus. Ada beberapa

sebab mengapa kalangan mahasiswa rentan menjadi korban kekerasan seksual,

beberapa diantaranya:

1) Faktor individu : pendidikan rendah, kurangnya sex education, kontrol perilaku

buruk, pernah mengalami riwayat kekerasan, pernah menyaksikan kejadian

kekerasan/pelecehan seksual, dan penggunaan obat–obatan.

2) Faktor lingkungan sosial : kebudayaan atau kebiasaan yang mendukung adanya

tidakan kekerasan seksual, kekerasan yang dilihat melalui media, kelemahan

kesehatan, pendidikan, ekonomi dan hukum, juga budaya patriarki.

3) Faktor hubungan : kelemahan hubungan antara anak dan orangtua, konflik

dalam keluarga, dan juga jarak orang tua dengan mahasiswa yang merantau

menyebabkan mahasiswa kurang adanya pengawasan ketat dari orang tua dan

keluarga.


Komnas Perempuan memaparkan data bahwa kekerasan seksual di

lingkungan pendidikan antara tahun 2015-2021 paling banyak terjadi di perguruan

tinggi atau universitas. Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan yakni

kekerasan seksual sebesar 87,91 %. Penerbitan Permendikbud No 30 Tahun 2021

tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan

Tinggi diharapkan mampu merespon situasi darurat kekerasan seksual yang terjadi

di universitas


Perkembangan zaman saat ini, ikut mempengaruhi pola perilaku remaja,

terutama dalam berhubungan dengan lawan jenis. Bahkan ada sebagian kecil

dari mereka setuju dengan free sex. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan

mengingat perilaku tersebut dapat menyebabkan Kasus Kehamilan Tidak

Diinginkan (KTD) yang selanjutnya memicu praktik aborsi yang tidak aman,

penularan PMS dan HIV/AIDS, bahkan kematian (Bertens, 2002; Saifulloh, 2011;

Zalbawi, 2002). Perilaku seks diluar nikah yang dilakukan generasi muda

terutama mahasiswa yang berakibat kehamilan, dapat berdampak pada

kehidupan mereka sebagai seorang mahasiswa. Perilaku seks diluar nikah

tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam

penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi,

termasuk ancaman terhadap HIV/AIDS (Suryoputro et al., 2006). Selain

berakibat ke kesehatan dampak perilaku seks di luar nikah juga dapat

mempengaruhi psikologis mahasiswa. Pentingnya pendidikan seks pada

generasi muda terutama mahasiswa merupakan salah satu solusi dalam

menghadapi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh generasi muda saat

ini. Pendidikan seks mengajarkan dan memberi pengertian serta menjelaskan

masalah-masalah yang menyangkut seks, naluri dan perkawinan kepada anak

semenjak akalnya mulai tumbuh dan siap memahami hal-hal mengenai seks dan

perilaku yang tidak bertanggung jawab (Nurlaeli, 2020). Sebagai lembaga

pendidikan, perguruan tinggi penting sekali untuk mengoptimalkan bimbingan

konseling sebagai pendampingan dan sosialisasi pendidikan seks bagi mahasiswa

agar mereka mengetahui dan memahami dampak yang terjadi dari perilaku seks

bebas sehingga mereka dapat lebih berhati-hati dalam bergaul dan berhubungan

dengan lawan jenis.


Maka dari itu, menurut kami sex education harus untuk diterapkan dan

ditingkatkan dalam dunia pendidikan agar dapat meningkatkan literasi generasi

muda terutama mahasiswa tentang pendidikan seksual, hal ini sebagai upaya

menciptakan generasi muda yang unggul.


ISI

Sex education atau pendidikan seksual di perguruan tinggi merupakan

suatu kegiatan untuk memberikan pengetahuan terhadap mahasiswa mengenai

kesehatan reproduksi, hal ini bertujuan agar mahasiswa paham akan bahaya dari

seks bebas, dan dapat mencegah kehamilan sejak dini. Pendidikan dan wawasan

seksual yang diberikan kepada mahasiswa seharusnya dapat mengubah pandangan

dan pemikiran dari mahasiswa bahwa seks bukanlah hal yang tabu. Sex education

dianggap menjadi hal yang tabu karena masih banyaknya orang yang berpikir

bahwa pendidikan seks mengarahkan dan mendorong anak muda untuk

melakukan seks, dan hal ini terjadi berulang-ulang dari generasi ke generasi dan

pada akhirnya tidak ada yang bisa mengerti sisi positif dari pendidikan seksual

karena budaya dan pola pikir yang salah dari awal.


Komnas Perempuan mencatat bahwa selama periode 2017-2021 kasus

kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di perguruan

tinggi. Dampak dari kekerasan seksual ini bisa sampai jangka panjang hingga

permanen dan mempengaruhi masa depan perempuan khususnya di kalangan

mahasiswa. Untuk itu Kemendikbudristek menyusun dan mengesahkan

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan

Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai salah satu solusi

pemberantasan kekerasan seksual yang terjadi di universitas.


Peran mahasiswa dalam masyarakat dikenal sebagai agent of change (agen

perubahan). Mahasiswa berperan sebagai penggerak di dalam masyarakat untuk

melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi dengan menggunakan ilmu,

gagasan, serta pengetahuan yang dimilikinya. Mahasiswa juga berperan dalam

social control (kontrol sosial) yaitu melakukan kontrol kepada hal-hal yang

bertentangan dengan nilai keadilan di masyarakat dengan memberikan saran,

kritik, serta solusi untuk permasalahan sosial di masyarakat maupun bangsa.

Sehingga peran mahasiswa sebagai agen of change dan social control diharapkan

dapat membawa perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan memberikan

manfaat serta menjadi pengontrol untuk dirinya sendiri, orang-orang di sekitarnya,

bangsa, dan negara.


Begitu besar peran dan tanggung jawab mahasiwa sebagai agent of change

dan social control, sehingga dibutuhkan pengarahan dan perlindungan kepada

mahasiswa untuk menuntun jalannya dalam upaya mewujudkan peran tersebut.


Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan

seksual, agar mahasiswa paham akan bahaya perbuatan tersebut dan menyadarkan

mahasiswa bahwa dirinya memiliki peran dan tanggung jawab yang besar kepada

bangsa dan negara.


Maka, menurut kami perlu adanya sebuah upaya nyata sebagai bentuk

pencegahan terhadap kekerasan seksual sedini mungkin. Untuk itu, kami hadir

membawa sebuah terobosan yaitu membuat ”Smart Book”, sebuah buku tentang

edukasi seksual yang disusun sesuai dengan kategori umur. Dengan begitu kami

berharap dapat sedikit berkontribusi terhadap pendidikan seksual di Indonesia

sebagai upaya membangun agent of change yang cerdas, unggul, dan sehat.


PENUTUP

Berdasarkan pengamatan dan analisis kami, menurut kami sex eduction

merupakan salah satu langkah tepat untuk mencegah kekerasan seksual,

khususnya pada mahasiswa. Hal ini tentulah sejalan dengan harapan pemerintah

yang ingin menjadikan mahasiswa sebagai agent of change dan social control.

Adapun kami berharap melalui pendapat kami mengenai sex education yang

telah kami paparkan, dapat membantu pemerintah dan masyarakat pada

umumnya, untuk dapat bersama-sama menciptakan perubahan pada generasi

muda sebagai generasi pembangun bangsa.

0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer