Kamis, 10 November 2022

KEMISKINAN SEBAGAI AKAR LAHIRNYA KRIMINALITAS DI MASYARAKAT

 "The only way to have a better world and end poverty is to close the gap between

the top and bottom."

"Satu-satunya cara untuk memiliki dunia yang lebih baik dan mengakhiri

kemiskinan adalah dengan menutup kesenjangan antara atas dan bawah."

Jose Andres


Berkaca dari kutipan di atas mengenai cara untuk memiliki dunia yang

lebih baik dan mengakhiri kemiskinan, sudahkah Indonesia mengakhiri

kemiskinan? Sudahkah tidak ada lagi kesenjangan sosial?. Pada faktanya,

Indonesia belum sungguh-sungguh mengakhiri kemiskinan, hal ini terlihat

semakin meningkatnya angka pengangguran, banyaknya kasus putus sekolah, dan

muncul tindakan kriminalitas. Salah satu akibat dari kemiskinan yaitu tindakan

kriminalitas. Kriminal adalah suatu konsep yang berhubungan dengan perilaku

atau perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

Sedangkan kriminalitas adalah segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang

merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku

dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama.


Menurut Suparlan (2004), kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup

yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan pada sejumlah atau

segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang rendah ini secara

langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan

moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Menurut Ritonga (2003), memberikan definisi bahwa kemiskinan adalah

kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah

tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal atau yang layak bagi

kehidupannya. Kebutuhan dasar minimal yang dimaksud adalah yang berkaitan

dengan kebutuhan pangan, sandang, perumahan dan kebutuhan sosial yang

diperlukan oleh penduduk atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya secara layak. Ciri-ciri kemiskinan menurut Suharto diantaranya adalah

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (papan,sandang, dan

pangan), ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya seperti

kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi, ketiadaan jaminan

masa depan (karena tiada investasi untuk pendidikan dan keluarga), dan ketiadaan

akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada

Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia.

Dan kriminalitas memiliki jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada 2018

sebanyak 294.281 kejadian. Dan pada tahun 2020 menjadi 247.218 kejadian.

Kemiskinan berasal dari keterampilan yang berbeda, peluang yang berbeda, dan

sumber daya yang berbeda. Kemiskinan dapat menimbulkan masalah lain seperti

kelaparan, masalah kesehatan, kriminalitas, dan sanitasi.


Kriminalitas dapat meningkat seiring meningkatnya tingkat kemiskinan.

Orang-orang akan melakukan apapun demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-

hari, jika hal ini ditunjang dengan rendahnya tingkat pendidikan, maka yang

terjadi adalah mereka dapat menghalalkan segala cara agar dapat memenuhi

kebutuhan hidup mereka seperti mencuri, merampok, membobol bank, sampai

melakukan pembunuhan.Kelaparan, kriminalitas, kesehatan dan sanitasi dapat

menjadi sebuah lingkaran permasalahan yang saling berkaitan. Kelaparan dapat

menjadi sebuah jawaban dari adanya kriminalitas, juga dapat menjadi faktor yang

mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang (Todotua dkk, 2016).


Pengangguran dan kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang selalu

dihadapi oleh banyak negara di dunia terutama negara berkembang dan negara

miskin. Dua keadaan ini dikatakan merupakan penyebab terjadinya tingkat

kriminalitas di suatu wilayah. Semakin tinggi angka pengangguran dan

kriminalitas maka akan semakin tinggi juga tingkat kriminalitas wilayah tersebut.

Data registrasi Polri mencatat bahwa selama periode tahun 2018–2020 jumlah

kejadian kejahatan atau tindak kriminalitas di Indonesia cenderung menurun.

Jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada 2018 sebanyak 294.281 kejadian.

Angka ini menurun menjadi sebanyak 269.324 kejadian pada tahun 2019 dan pada

tahun 2020 menjadi 247.218 kejadian. Tingkat kriminalitas di Indonesia selalu

berhubungan dengan naik turunnya angka pengangguran dan kemiskinan seolah

ketiganya menunjukkan adanya keterkaitan (Rusnani, 2015).


Kemiskinan selalu dihubung-hubungkan dengan tingkat kriminalitas.

Banyak kasus yang menyatakan bahwa negara yang penduduknya berada dibawah

garis kemiskinan akan sejalan dengan tingginya tingkat kriminalitas atau dapat

dikatakan bahwa kemiskinan berpengaruh terhadap kriminalitas. Masalah

kemiskinan membelenggu terutama negaranegara di kawasan Asia, Amerika

Latin, dan Afrika yang secara faktanya menunjukkan bahwa negara-negara

tersebut juga memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi dan dikatakan bahwa

penyebabnya angka kemiskinan yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini

menunjukkan bahwa kemiskinan akan sejalan dengan bagaimana masyarakat

hidup, bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, kesehatan, dan

lain sebagainya sehingga ada kalanya masyarakat miskin yang tidak memiliki

pilihan dan terbelenggu atas keterpaksaan bertahan hidup melakukan tindak

kejahatan. Tindak kejahatan yang dilakukan bukan atas dasar ingin memiliki

kekayaan namun lebih tentang bagaimana masyarakat miskin mengisi perut untuk

bertahan hidup. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kemiskinan berpengaruh

terhadap tingkat Kriminalitas (Sugiarti, 2014).


Kemiskinan indentik dengan kesulitan memenuhi kebutuhan primer

(sandang dan pangan). Inilah yang menyebabkan kemiskinan menjadi salah satu

masalh ekonomi dan sosial. Kemiskinan menyebabkan orang-orang tidak dapat

memperoleh pendidikan yang layak sehingga kualitas hidup yang rendah. Selain

itu, kemiskinan menyebabkan mereka melakukan tindakan yang melanggar norma

dan nilai. Misalnya, mencuri, melacur, atau korupsi. Ini semua disebabkan kurang

fungsinya lembaga-lembaga ekonomi sehingga taraf kehidupan ekonomi

masyarakat tidak dapat diangkat ketaraf yang lebih baik (Setiawan dkk, 2018).


Penduduk tergolong miskin inilah yang memiliki peluang besar untuk

melakukan kejahatan. Ditengah keterbatasan ekonomi mereka masih harus

memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehingga sebagian penduduk miskin lebih

memilih pekerjaan yang ilegal dan cukup berisiko. Namun, menghasilkan

pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan dari pekerjaan ilegal.

Keterpaksaan untuk mendapat penghasilan membuat kejahatan tidak

menghiraukan resiko yang dihadapinya bila tertangkap (Setiawan dkk, 2018).

Salah satu buktinya terdapat pada hasil penelitian mahasiswa di Bandar

Lampung yang mana terjadinya kejahatan penipuan dengan modus pemalsuan

identitas dengan melalui dua faktor yaitu, faktor intern dan faktor ekstern. Faktor

intern meliputi individu, pendidikan individu kedudukan didalam masyarakat serta

masalah mental individu. Sedangkan faktor ekstern meliputi ekonomi, lingkungan

dan faktor luar individu lainnya (Kadji, 2012).


Penyebab pelaku melakukan tindak pidana kejahatan penipuan dengan

modus pemalsuan indentitas, yaitu (a) Faktor Ekonomi, pada umumnya faktor

ekonomi mmepunyai hubungan dengan timbulnya kejahatan perkembangan

perekonomian di abad modern, ketika tumbuh persaingan bebas, menghidupkan

daya minat konsumen dengan memasang iklan-iklan dan sebagainya. Hal ini

cenderung menimbulkan keinginan-keinginan untuk memiliki barang atau uang

sebanyak-banyaknya sehingga dengan demikian, seseorang mempunyai

kecenderungan pula untuk mempersiapkan diri dalam berbagai cara penipuan dan

lainnya. Hasil wawancara dilakukan dalam kasus ini, pelaku mengaku melakukan

kejahatan penipuan dengan modus pemalsuan identitas tersebut didasari atas

status kemiskinan pelaku, sehingga pelaku nekat melakukan kejahatan tersebut;

(b) Faktor lingkungan. Lingkungan salah satu faktor yang juga menyebabkab

pelaku melakukan tindak kejahatan. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar

serta keluarga pelaku yang acuh tak acuh terhadap sikap pelaku bergaul dengan

para pelaku kejahatan; (c) Faktor pendidikan. Pendidikan merupakan faktor yang

berpengaruh cukup besar seseorang melakukan kejahatan, pola berpikir antara

orang yang melaksanakan pendidikan dengan orang yang tidak pernah

melaksanakan pendidikan pastinya akan sangat berbeda. Karena, pendidikan akan

membuat seseorang memiliki pola pikir secara terstruktur dan berdasarakan fakta

yang ada. Dengan memiliki pendidikan, seseorang mengerti mana yang baik dan

mana yang salah. Sehingga berpengaruh dan juga berguna untuk mencegah

terjadinya kejahatan; dan (d) Faktor Iseng dan Coba-coba. Faktor iseng atau coba-

coba juga salah satu faktor pendorong terjadinya kejahatan penipuan dengan

modus pemalsuan identitas. Faktor iseng atau coba-coba sangat berbahaya,

dimana sewaktu-waktu akan ketagihan. Sigmund Freud mengatakan manusia

memiliki dasar yang sifatnya mendesak dan bekerja untuk meraih kepuasan, dan

percaya bahwa jika ini tidak bisa diperoleh secara legal atau sesuai aturan sosial,

maka orang secara nuranilah akan mencoba untuk melakukannya secara ilegal

(Sari,2019).


Kemiskinan dan kriminalitas selalu menjadi isu yang diperdebatkan di

berbagai forum nasional dan internasional. Fakta menunjukkan bahwa

pembangunan yang gagal meningkatkan jumlah penduduk miskin di dunia,

terutama di negara-negara berkembang. Dampak dari kemiskinan ini luar biasa,

dengan beberapa anggota masyarakat berjuang melawan kejahatan dan

menghadapi kesulitan hidup. Dampak dari kemiskinan ini luar biasa, dengan

masyarakat yang berjuang melawan kejahatan dan menghadapi kesulitan hidup

(Suryawati, 2005).


Dengan demikian Kemiskinan harus diperangi, bukan hanya oleh orang

yang mengalaminya, tetapi juga oleh orang yang berada di luar kemiskinan itu.

Memerangi kemiskinan merupakan tanggungjawab semua orang, tanggungjawab

sebagai umat beragama, sebagai anggota masyarakat sosial, sebagai pemimpin,

birokrat, ilmuwan dan sebagai makhluk hidup (Maipita, 2014).

Pendekatan pembangunan yang terpusat pada rakyat sangat relavan

sebagai paradigma kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah

kemiskinan. Pendekatan ini menyadari tentang betapa pentingnya kapasitas

masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal melalui

kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya materi dan

nonmaterial. Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran

pemerintah yang bersifat mendesak dari peran sebagai penyelenggaraan layanan

sosial menadi fasilitator, mediator, kodinator, pendidik, mobilisator, sistem

pendukung, dan peran-peran lainnya yang lebih mengarah pada pelayanan tidak

langsung (Jonnadi dkk, 2012).


Adapun peran organisasi lokal, organisasi sosial, LSM dan kelompok

masyarakat lainnya lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan

pelaksanan pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau masyarakat pada

umumnya. Upaya menanggulangi masalah kemiskinan dalam bentuk partisipasi

aktif masyarakat juga menunjukan bahwa mereka memiliki empati yang dalam

dibangun dari prinsip silih asih, silih asuh dfan, silih asah. Kepedulian pemerintah

dalam penangulangan kemiskinan dapat dilihat melalui program gerakan terpadu

penanggulangan kemiskinan (Gerdu Taskin) yang dicanangkan pemerintah sejak

1998. Gerdu Taksin merupakan upaya penangulangan kemiskinan yang terpadu

dan menyeluruh yang dilakukan pemerintah, kalangan swasta, lembaga swadaya,

dan organisasi masyarakat (Syawie, 2011).


Masyarakat luas serta keluarga miskin itu sendiri sebagai upaya konkrit

kearah itulah maka sejak tahun 1998-1999 diimplementasikan kebijakan program

pengembangan kecamatan, dan program penangulangan kemiskinan perkotaan

yang secara substantif menggugah partisipasi aktif masyarakat dalam ikut serta

dalam gerakan penanggulangan kemiskinan (Syawie, 2011).


Dari paparan diatas dapat disimpulkan kini sudah jelas bahwa kejahatan

di Negara Indonesia terjadi salah satu akibatnnya adalah masalah ekonomi atau

Kemiskinan. Yang didasari kurangnya pendidikan, lingkungan sekitar yang

mempengaruhi, serta rasa ingin tahu yang besar. Dan adapun yang diprogramkan

oleh Pemerintah khususnya dalam penanggulangan kemiskinan tidak akan

terlaksana maupun tercapai dengan sesuai yang diharapkan tanpa dukungan

masyarakat sebagai sasaran implementasi setiap kebijakan pembagunan dan

kemasyarakatan.


---

Salam Peneliti Muda!

Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:

Instagram: @ukmpenelitianunila

Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com

Youtube: UKM Penelitian Unila

Tiktok: ukmpunila

0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer