Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Februari 2017

Analisa Potensi Kulit Kakao Lampung


Berdasarkan penelitian, kulit kakao atau biasa kita sebut kulit cokelat mempunyai kandungan gizi yaitu 22% protein, 3–9% lemak, bahan kering (BK) 88%, protein kasar (PK) 8%, serat kasar (SK) 40,15, dan TDN 50,8%, metabolisme energi (K.kal) 2,1, pH 6,8. Dari penjelasan tentang kandungan gizi dapat disimpulkan bahwa kulit kakao ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan dapat diolah menjadi limbah yang bernilai jual tinggi. Melihat kandungan gizi kulit kakao yang cukup tinggi dan belum termanfaatkan dengan maksimal, maka penulis melakukan inovasi berupa “ Pemanfaatan Kulit Buah Kakao (Theobroma Cacao L) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Bernilai Gizi Tinggi”.
Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan mengubah limbah kulit buah kakao (Theobroma Cacao L) menjadi limbah yang bernilai jual, mengubah kulit buah kakao (Theobroma Cacao L) menjadi bahan dasar pembuatan biskuit, dan menciptakan usaha kreatif masyarakat.
Dalam pembuatan biskuit tepung kulit kakao, penulis menggunakan bahan tepung kulit kakao, mentega putih, gula putih, telur, dan baking powder. Tepung kulit buah kakao didapat dengan cara pengeringan dan penghalusan.
Akhirnya dengan teknik yang sederhana kulit buah kakao dapat dijadikan bahan dasar pembuatan biskuit. Setiap 5 Kg kulit buah kakao menghasilkan 1 Kg tepung kulit buah kakao. Kemudian keuntungan dari produksi tepung kulit buah kakao setiap bulanya adalah  Rp 1.800.000 dan keuntungan dari produksi biskuit tepung kulit kakao setiap bulanya adalah Rp 13.545.000


Hasil Pengamatan disini



Minggu, 25 Desember 2016

Menjemput Kejayaan Lada: Menyejahterakan Petani Lada Di Lampung MelaluiOptimalisasi Program Bumdes (Badan Usaha Milik Desa)


Provinsi Lampung menjadi daerah penghasil lada terbesar di Indonesia, tanaman lada tersebar diberbagai wilayah yang ada di Lampung, misalnya di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, bahkan di daerah Lampung Barat. Lada memiliki tempat yang penting dalam perdagangan rempah-rempah dunia karena lada menjadi komoditi utama yang diperdagangkan secara internasional (Ginting, 2015). Kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman lada menjadi peluang masa depan bagi perekonomian masyarakat Lampung di sektor pertanian. Akan tetapi akar permasalahan muncul, takalan perkebunan lada diberbagai daerah Provinsi Lampung menurun setiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, salah satu daerah yang mengalami penurunan luas lahan perkebunan lada adalah Kabupaten Lampung Timur, yakni dari 7.362,50 hektare pada tahun 2008 menjadi 6258 hektar tahun 2009, menurun 1 hektare atau turun 15 persen (Kompas, 2009)

Keadaan tersebut tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena hal ini akan mengancam populasi  dan potensi lada sebagai sektor perekonomian. Alasan penurunan tanaman lada di Provinsi Lampung salah satunya dikarenakan harga yang merosot takala musim panen tiba, akibatnya masyarakat menjadi enggan untuk menanam kembali lada atau meyulam (memperbaharuai) tanaman lada tersebut, malah sebaliknya masyarakat menggantinya kedalam tanaman yang lebih menguntungkan. Misalnya mengganti tanaman kelapa, pisang, ataupun mengganti dengan tanaman singkong yang dinilai lebih efektif dan efesien.

Adapun salah satu upaya untuk menjemput kejayaan harga lada di Provinsi Lampung yakni dengan mengoptimalisasikan program Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Dengan program tersebut diharapkan masyarakat akan lebih kratif dan memiliki harga tawar tinggi terhadap komoditas lada, selain dapat membuat harga tawar tinggi dengan optimalisasi program BUMDES petani lada juga akan terhindar dari para tengkulak-tengkulak yang seringkali memainkan harga lada disaat panen musim panen tiba.


Lada Sektor Pertanian Lampung Dahulu dan Masa Depan





Kualitas tanaman lada (piper nigrum linn) di Provinsi Lampung  sudah tidak dapat diragukan lagi. Dari zaman dahulu sampai sekarang, Lampung dikenal sebagai penghasil lada hitam terbesar di Indonesia (Syahnen, 2011). Dominasi Lampung dikenal sebagai pengahasil lada hitam, karena dianggap tesktur tanahnya mencukupi dalam pertumbuhan perkebunan lada yang baik. Karena sudah melekat sebagai penghasil lada kondisi tersebut membuat masyarakat di Provinsi Lampung atau di luar Lampung menyematkan sebutan Lampung Tanoh Lado (Lampung Tanah Lada). Hal itu tentusaja menjadi kebanggaan yang harus terus menerus dijaga, karena banyak daerah yang ingin menjadi penghasil lada akan tetapi tidak banyak yang bisa mencapai keberhasilan seperti yang ada di Provinsi Lampung.

Kenyataan Lampung sebagai penghasil lada terbesar di Indonesia juga tak lepas dari histical legency (warisan sejarah) dimana menurut catatan sejarah, Provinsi Lampung menjadi icaran dua kekuasaan besar pada tahun  1651 sampai 1683. Dua kekuasaan tersebut adalah Kesultanan Banten dan VOC yang sama-sama memperebutkan Lampung sebagai daerah jajahnnya karena memiliki potensi sebagai penyuplai kebutuhan rempah-rempah, khususnya lada (Lampung Dalam Angka, 2015). Sehingga adanya bukti otentik tersebut membuat masyarakat

Lampung harus keratif mempertahankan Lampung sebangai penghasil lada untuk dahulu dan masa depan.
Optimalisasi Program BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) Sebagai Solusi Petani Menjemput Kejayaan Harga Lada di Provinsi Lampung.

Melihat peluang lada sebagai masa depan sektor pertanian yang berdampak pada peningkatan ekonomi di Lampung tentu takan lepas bagimana cara mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh mayoritas petani lada di Provinsi Lampung. Berbagai masalah seringkali muncul, salah satunya masalah tersebut adalah harga lada yang menurun disaat musim panen tiba. Penurunan harga akhirnya memicu para petani berfikir ulang untuk mempertahankan tanaman lada.

Petani lebih memilih ke tanaman yang panen lebih rutin, seperti kakao dan karet. Beralih para petani kedalam tanaman yang panen lebih rutin tersebut tentu dinilai lebih mengutungkan. Kondisi ini secara tidak langsung menjadi ancaman bagi populasi tanaman lada. Oleh karenanya dalam upaya mengatasi permasalahan menurunnya tanaman lada beberapa tindakan yang dilakukan adalah mengoptimalkan program Bumdes. Sehingga dengan optimalisasi program Bumdes lada akan memiliki harga tawar yang tinggi terhadap kebutuhan pasar, selain memiliki harga tawar yang lebih tinggi petani juga akan terhidar dari tengkulak-tengkulak yang memainkan harga lada.


Pentingnya Optimalisasi Program Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) Bagi Petani Lada di Lampung


Program Bumdes pada dasarnya adalah program yang dikelurkan oleh pemerintah dalam upaya mengatasi banyaknya desa yang tertinggal di Indonesia. Menurut Sidik (2015), ada sekitar 39 ribu desa tertinggal, 17 ribu desa  sangat tertinggal, dan 1.100 desa yang ada diperbatasan yang minim sentuhan dan masih terbaikan di Indonesia.

Kondisi ini tentusaja menjadikan pentingnya program Bumdes direalisasikan, tujuannya agar setiap desa bisa membangun keberagaman, mengedepankan azaz rekognisi, dan mewujudkan kemandirian desa. Adapun pentingnya optimalisasi Bumdes bagi petani lada di Provinsi Lampung tak lain karena melihat peluang bahwa pada saat ini pemerintah mendukung upaya kemandirian desa tersebut. Wujud dukungan sebagaimana disebutkan dalam UU 1945 Pasal 72 Ayat 4 adalah ditetapkannya 10% dari dana transfer daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalir ke desa. Berdasrkan stimulasi anggaran, setiap desa rata-ara akan menerima Rp.800.000.000,00 sampai dengan 1, 4 Miliar (Zatalini, 2015).

Anggaan desa sangat penting bagi terwujudnya program Bumdes yang lebih baik, selain itu dengan adanya anggara masyarakat dapat membangun potensi ekonomi lokal. Jika dilihat potensi lokal masyarakat, khusunya di sektor pertanian di Lampung  adalah lada, maka seharusnya yang perlu diupayakan bagi pemerintah adalah mendorong petani lada untuk dapat mengimplementasikan program Bumdes dengan baik.

Bumdes yang sudah diterapkan patani lada nantinya akan membantu masyarakat untuk bisa menyediakan pupuk secara mandiri dan murah, dengan adanya pupuk yang relatif murah petani akan bisa mendapatkan hasil maksimal. Selain hal tersebut tentunya Bumdes akan mampu membuat petani memiliki harga tawar yang tinggi, karena petani akan mudah membuka reliasi langsung kepada pemerintah.

Upaya optimaliasi program Bumdes tentu tak bisa lepas dari peran pemerintah. Selain memberikan pelatihan tentang Bumdes pemerintah juga berkeiwajiban mempermudah akses pemasaran dan memonitoring harga baik ditingkat petani maupun pedagang, sehingga penanganan pascapanen dapat ditangani secara cepat dan tidak merugikan para petani lada.


Lampung Dalam Angka. 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. BPS Prov Lampung: Bandar Lampung
Kristiawan H. Ginting. 2011. Lada Putih Indonesia di Pasar Lada Putih Dunia. http://www.kompasiana.com/ginting_agb43_ipb/lada-putih-indonesia-di-pasar-lada-putih-dunia_54f6ff55a333111c1e8b456d. Diakses, 15 November 2016. Pukul 01:00 Wib

Kompas.com. 2009. Di Lampung Timur, Luas Lahan Lada Menurun. http://regional.kompas.com/read/2009/11/03/13322284/di.lampung.timur.luas.lahan.lada.menurun. Dikases, 16 November 2016, Pukul 04:01 Wib
Sidik, Fajar. 2015. Menggali Potensi Lokal Mewujudkan Kemendirian Desa. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Vol. 19 No. 2. Jakarta

Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan. 2011. Pemetaan Lokasi Pena Naman Lada Dan Serangan Penyakit Busuk Pangkal Batang (Bpb) Di Propinsi Lampung Dan Propinsi Bangka Belitung. Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan: Sumatra Utara

Zatalini, Farah. 2015. Kewarganegaraan Otonomi Desa Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Bagian Hukum Admnistrasi Negara. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung

Senin, 17 Agustus 2015

PROSEDUR PEMBUATAN NaOH 0,1 N DAN STANDARISASI DENGAN ASAM OKSALA

PROSEDUR PEMBUATAN NaOH  0,1 N DAN STANDARISASI
DENGAN ASAM OKSALAT
(Tugas Dasar - Dasar Kimia Analitik)


Oleh:

Vina Rosalina
1313023086














PENDIDKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

Cara Kerja

    Pembuatan NaOH 0,1 N
    Dipipet 5 ml larutan Sorensen
    Dilarutkan dalam 1 L aquades yang telah dipanaskan
    Kemudian distandarisasi dengan asam oksalat memakai indikator PP

    Pembuatan Asam Oksalat 0,1 N
    Dipipet 10 ml asam oksalat dengan pipet gondok
    Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
    Ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes

    Standarisasi
    Disiapkan alat-alat untuk melakukan titrasi
    Buret dibilas dengan larutan NaOH
    Dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi warna yang konstan (dengan cara meletakkan erlenmeyer di bawah buret, membuka kran buret dan meneteskan larutan NaOH 0,1 N ke dalam Erlenmeyer yang berisi larutan H2C2O4.2H2O, sambil menggoyang-goyangkan Erlenmeyer)
    Dicatat volume NaOH yang terpakai dan hitung N NaOH yang sebenarnya.


Data Pengamatan dan Perhitungan

    Data Pengamatan
    Pembuatan NaOH 0,1 N
Tersedia larutan serenson (NaOH 50 %)
Bi = 1,52 g/mL
V larutan NaOH (V2) = 1 L   
N Sorensen(N_1 )=(%×Bi×1000)/BE
(50/100  ×1,52 g/mL×1000)/40=19N

V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 19 N = 1000 mL . 0,1 N
V_1=(100 mL)/(19 )=5,26 mL
*dipipet 5,26 mL larutan Sorensen sampai 1 L
Pembuatan Larutan Asam Oksalat

Massa H2C2O4.2H2O  = 1,5753 g
Volume H2C2O4.2H2O  = 250 mL
BM  H2C2O4.2H2O  =  126 g/mL
BE〖 H〗_2 C_2 O_4.〖2H〗_2 O=1/2×BM=1/2×126 g/mL=63g/mL
N=massa/BE×1000/V
N=(1,5753 g)/(63g/mL)×1000/250mL=0,1 N


    Titrasi
Diketahui:
volume asam oksalat (V1) = 10 mL
N asam oksalat (N1) = 0,1 N
volume NaOH utuk titrasi (V2) = 8,15 mL
V titrasi I = 8,10 mL
V titrasi II = 8,20 mL
V rata-rata NaOH = 8,15 mL
    Konsentrasi NaOH
V1 . N1  =  V2 . N2
10 mL . 0,1 N = 8,15 mL . N2
N_2=1N/8,15=0,1227N

    Perhitungan
N1 . V1  (Basa)= N2 . V2 (Asam)
N1 . V1 (NaOH) = N2 . V2 (Asam Oksalat)
N NaOH=(N H_2 C_2 O_4×VH_2 C_2 O_4)/(V NaOH)
N NaOH=(0,1N×10mL)/8,15mL
= 0,1227 N
= 0,1 N

Postingan Populer