Tampilkan postingan dengan label BANK LAPORAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BANK LAPORAN. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Desember 2021

LAWAN KEKERASAN SEKSUAL DI PERGURUAN TINGGI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045

ESAI


Wanda Berlianti Lotus Pendidikan Bahasa Inggris/2113042021

Attika Nur Aisah Teknologi Hasil Pertanian/2114231032


Indonesia merupakan salah satu Negara dimana memiliki banyak sekali

masyarakat, mulai dari pelajar, tenaga pendidik, dan pekerja yang berintelektual,

bertalenta, cerdas, kreatif, dan inovatif. Berfokus kepada siswa, mahasiswa, guru,

dan dosen pun ikut berperan aktif membawa Indonesia kepada sebuah perubahan

yang baik. Dengan bekal kemampuan, kelebihan, dan semangat dari pihak

tersebut, Indonesia Emas 2045, merupakan tujuan yang hendak dicapai guna

terwujudnya Indonesia maju dan merdeka. Hal tersebut kemudian dijalankan

terutama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Berbagai macam bentuk

program dan kegiatan pun diluncurkan sebagai bentuk upaya untuk

merealisasikannya.

Sebelum menuju kepada pembahasan yang lebih jauh, terdapat poin

penting yang harus diketahui dengan seksama. Hal tersebut merupakan arti dari

pendidikan itu sendiri. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan,

keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi

ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Adanya

pendidikan di suatu Negara terutama Indonesia bukan tanpa alasan. Membangun

serta mengembangkan minat dan bakat individu, membantu melestarikan

kebudayaan masyarakat, menanamkan keterampilan yang dibutuhkan dalam

keikutsertaan dalam berdemokrasi, menjadi sumber inovasi sosial di masyarakat,

merupakan beberapa fungsi dari pendidikan itu sendiri. Melalui hal ini, upaya

untuk merealisasikan tujuan Indonesia akan terwujud apabila dilakukan dengan

baik.

Dalam pelaksanaannya, terdapat banyak sekali pihak yang berperan seperti

dua diantaranya adalah mahasiswa dan juga dosen di perguruan tinggi. Mahasiswa

merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh atau menjalani

pendidikan di sebuah perguruan tinggi seperti sekolah tinggi, akademi, dan

universitas. Kata mahasiswa itu sendiri sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu

maha dan siswa. Dimana maha memiliki arti “ter” dan siswa berarti “pelajar”,

sehingga mahasiswa memiliki arti terpelajar. Menurut agent of change,

mahasiswa tidak hanya disebut sebagai seseorang yang sedang menjalani

pendidikan saja, namun juga bertindak sebagai penggerak yang mengajak seluruh

masyarakat untuk dapat bergerak dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih


baik, dengan pertimbangan berbagai ilmu, gagasan, serta pengetahuan. Dalam

proses pembelajaran, mahasiswa juga didukung oleh peranan seorang dosen.

Dosen merupakan tenaga pendidik professional di satuan pendidikan tinggi yang

memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, maka harus tercipta lingkungan

belajar yang sehat, nyaman, dan aman. Nyatanya, tidak semua hal tersebut tercipta

atau terbangun di lingkungan belajar beberapa mahasiswa Indonesia. Seperti yang

telah diketahui, sering terdengar berita bullying, pemerasan, hingga pelecehan

seksual yang membuat resah.

Akhir-akhir ini, terdapat masalah yang menjadi fokus pemerintah terutama

bagi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia

yaitu pelecehan seksual. Merujuk pada survei yang dilakukan Kemendikbud pada

2020, sebanyak 77% dosen di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan seksual

pernah terjadi di kampus. Namun, 63% diantaranya tidak melaporkan kejadian itu

karena khawatir terhadap stigma negatif. Selain itu, data Komisi Nasional

Perempuan menunjukkan terdapat 27% aduan kekerasan seksual di lingkup

perguruan tinggi berdasarkan laporan yang dirilis pada Oktober 2020. Salah satu

contohnya terjadi pada seorang mahasiswi di suatu universitas pada tanggal 27

Oktober 2021. Kejadian ini telah tersebar secara luas dan cepat di media sosial

karena korban memberanikan diri untuk menceritakannya sepekan setelah hal

tersebut terjadi dalam bentuk video pengakuan berdurasi 13 menit.

Menurut PerMendikbud-Ristek Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021

tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan

tinggi pasal 1 ayat (1) Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan,

menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi

seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau

dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu

kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan

tinggi dengan aman dan optimal.

Lantas, secara umum faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual di

kampus itu terdiri dari, faktor natural atau biologis dimana laki-laki memiliki

dorongan yang lebih tinggi untuk melakukan tindakan terhadap perempuan


sehingga memicu dua kemungkinan reaksi yang diberikan yaitu perasaan

tersanjung atau terganggu dan terhina. Kedua, faktor sosial budaya yang

menjelaskan bahwa adanya ketimpangan gender serta relasi kuasa, sehinga korban

biasanya merasa terpaksa, takut, tidak berani menolak, dan hanya diam seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya.

Permasalahan ini kemudian menjadi masalah serius yang harus segera

dicarikan solusinya. Hingga terbitlah PerMendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun

2021 tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan Seksual di Perguruan

Tinggi. Peraturan ini dipandang sebagai suatu langkah yang progresif oleh

sejumlah pihak di tengah keresahan akan tingginya kekerasan seksual di lingkup

perguruan tinggi. Berikut merupakan penjelasan dari bentuk kekerasan seksual

yang salah satunya diterima oleh korban secara jelas terdapat pada pasal 5 ayat (1)

menyatakan bahwa ) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan

secara verbal, nonfisik, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi

dan dijabarkan pada ayat (2) meliputi menyampaikan ujaran yang

mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, atau identitas

gender Korban, memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa

persetujuan Korban, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau

siulan yang bernuansa seksual pada Korban, menatap Korban dengan nuansa

seksual dan/atau tidak nyaman, dan lain sebagainya.

Hal tersebut seharusnya tidak boleh terjadi pada siapapun, terutama pada

mahasiswa di lingkungan belajar. Perbuatan tersebut tidak mencerminkan perilaku

yang baik dan justru membawa pengaruh buruk bagi korban secara mental.

Trauma yang diakibatkan menjadikan suatu penghalang bagi korban untuk

bertemu dengan orang banyak. Apabila hal tersebut dibiarkan begitu saja, selain

kesehatan mental korban, pendidikan di Indonesia juga akan mengalami dampak

buruknya. Terlebih dikarenakan mahasiswa merasa tempatnya belajar bukanlah

ruang yang aman.

Bagaimana pemerintah menanggapi permasalahan yang terjadi, telah

diwakilkan oleh Kemendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 pasal 6 ayat (1a),

(1b), dan (1c). Pencegahan melalui pembelajaran sebagaimana yang dimaksud

pada ayat (1a) dilakukan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi dengan mewajibkan


Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan untuk mempelajari modul

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ditetapkan oleh

Kementerian. Hal ini tercantum dalam pasal 6 ayat (2) Pencegahan dengan cara

penguatan tata kelola pada pasal 6 ayat (3) adalah dengan membatasi pertemuan

antara Mahasiswa dengan Pendidik atau Tenaga Kependidikan di luar jam

operasional kampus atau luar area kampus, menyediakan layanan pelaporan

Kekerasan Seksual, melatih Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan

Warga Kampus terkait upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Terlepas dari bentuk upaya yang diberikan pemerintah, hal tersebut juga menjadi

upaya yang harus dilakukan dan didukung oleh mahasiswa dan dosen di

perguruan tinggi.

Selain itu, Kemendikbud juga telah menyatakan upaya yang seharusnya

dilakukan oleh pihak kampus dalam menyikapi kasus kekerasan seksual ini

dengan berpegang pada empat prinsip yaitu, cegah dengan mempromosikan dan

mengedukasi tentang kampus sehat, memberikan kemudahan dan keamanan

dalam melaporkan kasus, memberikan perlindungan bagi pelapor dan penyintas,

serta menindak lanjuti laporan yang ada. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan

kampus menjadi ruang yang sehat, aman dan nyaman, membangunm asyarakat

yang bebas dari kekerasan seksual yang dimulai dari kampus yang sehat secara

holistik. Untuk mewujudkannya, regulasi harus diperkuat, menciptakan budaya

yang zero toleransi untuk kekerasan, mengintegrasi HKP dalam kurikulum,

menyosialisasikan pemahaman agama, dan meningkatkan kecerdasan digital.

Tanggapan dari sejumlah pihak terhadap upaya yang telah dilakukan

berupa adanya peraturan Nomor 30 Tahun 2021 oleh Kemendikbud-Ristek ini

dapat memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi dalam

mengambil langkah yang tegas untuk menindak kasus kekerasan seksual di

lingkungan kampus. Dengan demikian, menciptakan lingkungan belajar yang

sehat, aman, dan nyaman harus kembali ditegaskan. Apabila hal tersebut telah

terbangun, mahasiswa dan dosen dapat kembali menjalani kehidupan kampus

dengan semangat yang baru. Kampus yang sehat akan menciptakan generasi muda

yang berkualitas, berintegritas, berintelektual, cerdas, kreatif, dan inovatif,

sehingga tujuan Indonesia Emas 2045 akan terwujud.


MATEMATIKA YANG TAK HANYA SEBATAS TEORI

ESAI


Oleh:

Eko Ardiyanto PMIPA/2013021039

Cahyaningtyas Prayitno PMIPA/2013021054

Sub Tema: Pendidikan & Budaya


Apa sih kesan pertama kalian apabila mendengar kata matematika?

Mungkin jawaban kebanyakan orang, matematika ribet, matematika pusing,

matematika susah dan sebagainya. Peryataan-peryataan seperti itu, merupakan hal

yang lazim kita dengar dikalangan masyarakat kita. Lalu mengapa hal itu bisa

terjadi? Untuk mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi, terlebih dahulu kita

bertanya ke diri kita masing-masing, pelajaran apa sih yang paling kita sukai di

kalangan kebanyakan sisiwa-siswi dan guru-guru mata perlajaran apa yang paling

disukai para siswa siswi? Pastinya kebanyakan siswa akan menjawab mata

pelajaran penjas, ketrampilan, pelajaran-pelajaran yang berbau dengan aktivitas.

Coba kita lihat kebelakang terlebih dahulu, hal-hal yang kita temui ketika belajar

matematika selama SD, SMP, SMA, itu matematika yang seperti apa ya? Selama

menempuh bangku sekolah sering kali kita temui matematika yang dikenalkan

oleh para tenaga pendidik yakni matematika ilmu yang sebatas hayalan,

matematika ilmu yang buat apa sih untuk kehidupan sehari-hari. Alhasil dengan

matematika yang dikenalkannya seperti itu, membuat siswa sendiri dengan

matematika agak kurang berminat, kurang semangat. Karena ilmu matematika

yang banyak orang ketahui ilmu yang hayalan dan hanya sekedar teori-teori

semata.

Lalu bagaimana caranya agar matematika disukai para siswa? Jawabanya

yakni, kenalkan matematika sebagai ilmu yang tidak hanya sekedar teori, tetapi

kenalkan matematika sebagai ilmu yang ada dikehidupan keseharian kita,

matematika yang tak hanya ilmu-ilmu teori-teori semata. Apabila matematika

dikenalkanya dengan cara seperti itu, pastinya banyak para siswa yang antusias

dan merasa tidak bosan akan mata pelajaran matematika.


Sekarang ini pemerintah sudah gencar dalam memperbaiki sisitem

pembelajaran matematika yang tak hanya sebatas teori saja, tetapi matematika

dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari kita atau biasanya dalam penyajian suatu

persoalan dikaitkan dengan permsalahan kontekstual. Itu semua bisa kita lihat

dalam KD dan KI yang dibuat oleh KEMENDIKBUD. Berikut ini akan kami

sajikan beberapa contoh KD dan KI yang menggambarkan pemerintah tanggap

akan permaslahan mata pelajaran matematika ini.

Dari KD dan KI di atas bisa kita lihat, dari KEMENDIKBUD-nya sendiri sedikit

demi sedikit mulai membuat matemematika sebagai ilmu yang ada dikehidupan


sekitar kita. Bisa kita lihat di KD dan KI pon 3.4 dan 4.4, disitu terdapat kata-

kata masalah konstektual, berarti KEMENDIKBUD mulai mengarahkan siswa


untuk menyelsakan permsalahan-permasalahn kontekstual atau permasalahan-

permasalahan yang ada dikehiduapan keseharian kita.


Seiring dengan progaram kerja dari pemerintah yang sangat bagus,

timbulah masalah baru lagi, yakni masalah ditenaga pendidiknya. Permasalahan

tenaga pendidik ini merupakan masalah klasik, permasalahn dari dulu hingga

sekarang, dari permsalahan gaji yang diterima tenaga pendidik, permsalahan akan

kualitas tenaga pendidik, dan lain-lain. Untuk kualitas tenaga pendidik sering kali

kita temui tenaga pendidik yang hanya sekedar menyampaikan materi dan

memberikan soal tanpa menekankan konsep materi bahkan penerepanya pun tidak

diajarkan, mirisnya lagi apabila kita temui tenaga pendidik yang menyuruh

siswanya hanya mencatat materi saja, apa yang akan diperoleh siswa apabila

tenaga pendidik hanya sekedar menyuruh siswanya mencatat materi dan

mengerjakan soal-soal latihan. Tentunya hanya sedikti ilmu yang akan didapat

oleh siswanya sendiri, paling bagus siswa itu akan paham di materi tersebut tetapi

apabila di kemudian hari diulang, siswa tersebut akan lupa dengan materi yang

dipelajarinya diminggu-minggu sebelumnya, masalah tersebut dikarenakan

kurangnya penanaman konsep dari tenaga pendidiknya. Metode-metode seperti itu

yang membuat siswa bosan dan malas akan belajar, ditambah dengan matematika

yang sedari awal dikenalkan sebagai ilmu yang mindsetnya susah, ilmu yang

membosankan, dan lain sebagainya.

Disinilah kami kenalkan metode matematika yang tak hanya sebatas teori

semata, untuk metodenya sendiri yakni cukup simpel. Hanya memperbanyak

penyampaian materi yang dikaitkan dalam permsalahan konstektual dan

memperbanyak persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah konstektual

atau matematika yang berkaitan dengan kehidupan keseharian kita. Tetapi dengan

catatan, metode tersebut tidak keluar dari koridor-koridor KD dan KI yang sudah

ditetapkan oleh pemerintah sendiri. Untuk mencapai metode yang seperti itu

diperlukanya keikhlasan yang ekstra, keikhlasan yang dimaksud ini keikhlasan


6

akan mengajar, karena untuk mencapai metode seperti itu sangat lah tidak mudah.

Diperlukanya rasa ingin memajukan pendidikan di Indoneisa dan diperlukanya

suport dari berbagai bidang, baik dari pemerintah, universitas, sekolah, keluarga,

dan lingkungan. Untuk calon guru yang sedang menempuh studi di Fakultas

keguruan, diperlukanya bimbingan dari dosen yang harus menekan untuk

penananman konsep dan pemberian materi yang berkaitan dengan masalah

konstektual keseharian kita. Dari pemerintahnya sendiri juga harus mendukung

dengan stimulus gaji atau tunjangan gaji yang bisa membiayai kehidupan tenaga

pendidiknya. Bisa kita lihat dari banyaknya tenaga pendidik honorer yang gajinya

di bawah UMR. Jangankan mau menerapkan metode yang sesuai dengan

keinginan pemerintah, memikirkan biaya kesehariannya saja sudah bingung. Jadi

disini perlunya sinergitas antara pemerintah, universitas, sekolah, guru, keluarga

dan lingkungan untuk mencapai tujuannya. Dibandingkan dengan negara Korea

Selatan, yang tingkat pendidikanya sangat baik. Bisa dilihat dari skor pisa pada

tahun 2018, Korea Selatan menempati urutan ke-7 untuk kualitas pendidikanya.

Di Korea Selatan sendiri untuk calon guru diambil 5% lulusan terbaiknya, di

Korea Selatan juga guru sangatlah dihargai dikalangan masyrakat dan guru juga

tingkat mutu hidupnya tinggi dengan gaji lumayan banyak.

Untuk mencapai tujuan, merubah mindset matematika yang sulit,

membosankan, dan ilmu yang hanya sebatas teori. Diperulkanya dukungan dari

berbagai hal, baik dari pemerintah, universitas, sekolah, guru, orangatua dan

lingkungan. Paradigma-paradigma matematika yang sulit, membosankan, ilmu

yang membosankann dan lain sebagainya, kami yakin nantinya semakin lama

akan semakin memudar. Sering langkah awal pemerintah membuat KD dan KI

yang berkaitan dengan persoalan konstektual atau permasalahan sehari-hari

diharapkan guru bisa menerapkanya dengan baik dan untuk kualitas gurunya

sendiri harus terus ditingkatkan. Apabila metode-metode tersebut terlaksana

dengan baik, kualitas tenaga pendidik kian membaik, dan dukungan dari berbagai

pihak pastinya siswa semakin suka akan matematika dan paradigma-paradigma

matematika itu susah semakin lama semakin memudar.


DAFTAR PUSTAKA


Herususilo, E, Y. 2019. Skor PISA 2018: Peringkat Lengkap Sains Siswa di 78

Negara, Ini Posisi Indonesia (online). Kompas.com.


https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/10225401/skor-pisa-2018-peringkat-

lengkap-sains-siswa-di-78-negara-ini-posisi. diakses pada 21 November 2021.


Fetrisia, Kike. 2021. Fakta Tentang Murid dan Guru Sekolah di Korea Selatan


(online). KoresBanget.com. https://koreabanget.hops.id/fakta-tentang-murid-

sekolah-di-korea-selatan/?utm_source=line-original. Diakses pada 21 November

2021.


Permendikbud (2018). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 37

Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan

Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti Dan Kompetensi

Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan

Menengah.

PEMBELAJARAN BERORIENTASI SOFT-SKILL BERBASIS LEARNING SOCIETY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MASA PASCA PANDEMI


ESAI

Oleh :

Wanda Vetama Pendidikan MIPA/1913021009

Hani Aprilia Hayanti Pendidikan MIPA/1913021015


Pendahuluan

Sejak pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia, setiap aspek kehidupan

masyarakat mengalami perubahan yang signifikan. Dalam hal ini, salah satu aspek

yang dipaksa beradaptasi dalam keadaan genting ini adalah pendidikan. Sistem

pendidikan Indonesia yang pada dasarnya masih dalam tahap perkembangan

mendadak berhenti karena terdapat urgensi masalah pandemi yang lebih penting.

Akhirnya untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembelajaran jarak jauh atau

yang sering disebut pembelajaran dalam jaringan (daring) pun diterapkan.


Seiring berjalannya waktu, pandemi covid di Indonesia mulai menunjukkan titik

terang. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mulai dari

September 2021 terlihat bahwa perkembangan kasus Covid-19 sudah relatif turun.

Perubahan ini tentu disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah di Indonesia.

Mengingat urgensi pendidikan di Indonesia akhirnya pemerintah mengeluarkan

kebijakan mengenai pembelajaran tatap muka yang secara bertahap dilakukan di

sekolah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Sejak tanggal 9 Agustus

2021 aturan mengenai kebijakan pembelajaran tatap muka telah ditanda tangani,

yaitu untuk setiap satuan pendidikan yang berada di wilayah PPKM level 3 dan

level 2 diperbolehkan melaksanakan sekolah tatap muka dengan kapasitas

maksimal 50%.


Peraturan mengenai pembelajaran tatap muka tentu saja memperoleh berbagai

macam respon dari masyarakat. Pembelajaran yang sebelumnya dilaksanakan

secara daring akhirnya dapat kembali dilaksanakan secara luar jaringan (luring).

Akan tetapi, dalam realisasinya pembelajaran tatap muka pada masa transisi ini

menemui beberapa kendala. Masalah ketidakefektifan proses belajar mengajar pada

masa pandemi tentu memberikan efek pada siswa. Salah satu efek yang dapat

ditemui adalah kurangnya keterampilan sosial siswa.


Pembelajaran secara daring membuat siswa kehilangan banyak kesempatan untuk

hidup bersosialisasi seluas-luasnya, baik dengan teman sebaya atau masyarakat

sekitar. Sedangkan, ada banyak manfaat yang dapat diambil ketika mereka


melakukan interaksi terhadap orang-orang di sekitarnya. Mereka dapat belajar arti

gotong royong, komunikasi yang baik, bekerja sama, mengendalikan emosi, skill

negosiasi serta manajemen waktu. Kemampuan-kemampuan tersebut akan sulit

didapatkan apabila pembelajaran dilakukan secara daring.


Saat pandemi, pemanfaatan internet untuk berkomunikasi lebih banyak digunakan

dan meningkat sekitar 30 hingga 40 persen, serta penggunaan internet pada daerahPendahuluan

Sejak pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia, setiap aspek kehidupan

masyarakat mengalami perubahan yang signifikan. Dalam hal ini, salah satu aspek

yang dipaksa beradaptasi dalam keadaan genting ini adalah pendidikan. Sistem

pendidikan Indonesia yang pada dasarnya masih dalam tahap perkembangan

mendadak berhenti karena terdapat urgensi masalah pandemi yang lebih penting.

Akhirnya untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembelajaran jarak jauh atau

yang sering disebut pembelajaran dalam jaringan (daring) pun diterapkan.


Seiring berjalannya waktu, pandemi covid di Indonesia mulai menunjukkan titik

terang. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mulai dari

September 2021 terlihat bahwa perkembangan kasus Covid-19 sudah relatif turun.

Perubahan ini tentu disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah di Indonesia.

Mengingat urgensi pendidikan di Indonesia akhirnya pemerintah mengeluarkan

kebijakan mengenai pembelajaran tatap muka yang secara bertahap dilakukan di

sekolah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Sejak tanggal 9 Agustus

2021 aturan mengenai kebijakan pembelajaran tatap muka telah ditanda tangani,

yaitu untuk setiap satuan pendidikan yang berada di wilayah PPKM level 3 dan

level 2 diperbolehkan melaksanakan sekolah tatap muka dengan kapasitas

maksimal 50%.


Peraturan mengenai pembelajaran tatap muka tentu saja memperoleh berbagai

macam respon dari masyarakat. Pembelajaran yang sebelumnya dilaksanakan

secara daring akhirnya dapat kembali dilaksanakan secara luar jaringan (luring).

Akan tetapi, dalam realisasinya pembelajaran tatap muka pada masa transisi ini

menemui beberapa kendala. Masalah ketidakefektifan proses belajar mengajar pada

masa pandemi tentu memberikan efek pada siswa. Salah satu efek yang dapat

ditemui adalah kurangnya keterampilan sosial siswa.


Pembelajaran secara daring membuat siswa kehilangan banyak kesempatan untuk

hidup bersosialisasi seluas-luasnya, baik dengan teman sebaya atau masyarakat

sekitar. Sedangkan, ada banyak manfaat yang dapat diambil ketika mereka


melakukan interaksi terhadap orang-orang di sekitarnya. Mereka dapat belajar arti

gotong royong, komunikasi yang baik, bekerja sama, mengendalikan emosi, skill

negosiasi serta manajemen waktu. Kemampuan-kemampuan tersebut akan sulit

didapatkan apabila pembelajaran dilakukan secara daring.


Saat pandemi, pemanfaatan internet untuk berkomunikasi lebih banyak digunakan

dan meningkat sekitar 30 hingga 40 persen, serta penggunaan internet pada daerah


DAFTAR PUSTAKA


Andriasari, I. F. 2020. Learning Society Berbasis Literasi Digital dalam

Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0. IAIN

Tulungagung.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Ikhtisar Mingguan Covid-19

Edisi 10.

Kementrian Informasi dan Komunikasi. 2020. https://www.kominfo.go.id diakses

pada 23 November 2021.

Kusadi, Ni Made Risa, et all. (2020). Model Pembelajaran Project Based Learning

Terhadap Keterampilan Sosial dan Berpikir Kreatif. Thinking Skills and

Creativity Journal, 3 (1). http://dx.doi.org/10.23887/tscj.v3i1.24661.

Muljono, Pudji. 2007. Learning Society, Penyuluhan dan Pembangunan Bangsa.

Jurnal Penyuluhan. Vol 3 No 1. Institut Pertanian Bogor.

Noer, Sri Hastuti. 2019. Desain Pembelajaran Matematika. Yogyakarta : Graha Ilmu.

IMPLEMENTASI TEAM-TEACHING DALAM PEMBELAJARAN

KEWIRAUSAHAAN UNTUK MENUMBUHKAN JIWA WIRAUSAHA

PADA GENERASI MILENIAL PASCA PANDEMI COVID-19



ESAI NASIONAL

oleh

Latifah Asmul Fauziyah Pendidikan Sejarah/1913033035

Syanila Indah Mawardani Pendidikan Sejarah/1913033013


Menciptakan lingkungan yang adil dan makmur bagi masyarakat dan

kesejahteraan masyarakat yang mandiri bebas dari masalah kemiskinan, di tengah

pandemi Covid19, masalah kemiskinan menjadi pusat perhatian, sebagaimana

tercantum dalam Konstitusi Indonesia. Melindungi seluruh rakyat Indonesia,

berkontribusi untuk kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan negara

dalam semangat keadilan sosial. Pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan

kewirausahaan memerlukan inovasi yang berkesinambungan dalam

pengembangan usaha, sehingga diperlukan terobosan-terobosan berupa inovasi

yang disebut Integrated Community Entrepreneur Empowerment (ICE Power).

Karena inovasi dapat membantu Anda sukses di pasar. Kewirausahaan dipandang

sebagai proses menemukan peluang pasar yang diperlukan untuk menghasilkan

keuntungan jangka panjang. Salah satu pengembangan yang dapat dilakukan

dalam bidang kewirausahaan yaitu melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Pendidikan

merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Oleh karena

itu, dunia pendidikan harus meningkatkan mutu dan mutu pendidikan. Secara

khusus, sebagai seorang pendidik, ia harus berperan sebagai guru, mentor,

mediator antara sekolah dan masyarakat, administrator, fasilitator, dan lain-lain.

Pendidikan adalah suatu sistem dari komponen-komponen yang saling

berhubungan yang secara fungsional saling berhubungan untuk mencapai

pendidikan yang bermutu. Pendidikan memiliki empat komponen utama: Sumber

Daya Manusia, Uang, Bangunan, Infrastruktur dan Politik. Komponen SDM dapat

dikatakan sebagai komponen strategis karena sumber daya manusia yang

berkualitas dapat memanfaatkan komponen lain untuk mencapai efektivitas dan

efisiensi pelatihan. Dimana sumber daya manusia yang berkualitas dapat dicapai


melalui pengembangan sumber daya manusia (Ningrum, 2016:23). Salah satu cara

untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui mata pelajaran sekolah

adalah kewirausahaan. Ini bertujuan untuk membantu mereka yang tidak

kewirausahaan mendapatkan kepercayaan diri, mengembangkan kreativitas dan

inovasi, dan mengambil risiko.

Pendidikan kewirausahaan memberikan keterampilan khusus kepada siswa untuk

menggunakan keterampilannya sebagai sumber mata pencaharian. Peran

pembelajaran kewirausahaan di sini adalah membekali peserta didik dengan

keterampilan untuk bertahan hidup melalui kemampuan mengelola

keterampilannya sendiri. Dengan mempelajari kewirausahaan, siswa memperoleh

pengetahuan dan keterampilan khusus yang akan membantu mereka menjadi

wirausaha. Inisiatif ini memastikan bahwa siswa selalu fleksibel dan proaktif

tentang peluang karir yang ada, memastikan bahwa siswa selalu memikirkan

peran mereka dalam masyarakat untuk menemukan dan merencanakan hal-hal

baru dan menciptakan peluang kerja dan kesejahteraan bagi diri mereka sendiri

dan orang lain.

Menurut Suryana (2006: 4), fungsi dan peran kewirausahaan dapat diwujudkan

melalui dua pendekatan yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. Di tingkat

mikro, wirausahawan memiliki dua peran: penemu (innovator) dan perencana

(planner). Sebagai penemu, wirausahawan menemukan dan menciptakan hal-hal

baru: produk, teknologi, metode, ide, organisasi, dll. Sebagai seorang perencana,

wirausahawan bertanggung jawab untuk mengembangkan kegiatan dan bisnis

baru, merencanakan strategi bisnis baru, merencanakan ide dan peluang untuk

sukses, menciptakan organisasi perusahaan baru, dan banyak lagi. Di tingkat

makro, peran kewirausahaan adalah untuk memastikan kemakmuran, distribusi

yang adil. Kekayaan dan Peluang Pekerjaan merupakan motor penggerak

pertumbuhan ekonomi nasional.

Peranan siswa di masyarakat sebagai penemu, bahwa siswa dalam berwirausaha

menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru mengenai produk, cara dan ide

yang baru. Dalam hal ini, siswa mampu berperan menemukan dan menciptakan


ide untuk menghasilkan produk yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat,

dengan cara mengolah sampah plastik untuk dibuat menjadi tas dan tempat pensil.

Melihat penjelasan di atas maka guru berperan dalam peningkatan jiwa wirausaha

melalui mata pelajaran kewirausahaan. Salah satu cara yang dapat digunakan

adalah menggunakan metode pembelajaran yang mendukung kegiatan. Metode

yang dapat digunakan yaitu team-teaching. Prinsip team teaching adalah bahwa

ada lebih dari satu guru ketika mengajar dan belajar di kelas. Engkoswara (2003:

64) Team learning memungkinkan guru untuk bekerja sama dan saling

melengkapi dalam mengelola proses pembelajaran. Setiap permasalahan yang

muncul dalam proses pembelajaran dapat diatasi bersama-sama. Hal yang sama

juga terjadi pada Martinsich (2007). Team teaching diharapkan dapat merangsang

partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan meningkatkan prestasi

akademik.

Mendikbud menegaskan, “semua kebijakan Kemendikbud berujung pada upaya

menghadirkan transformasi yang bermakna dan membawa bangsa ini kepada

kemajuan”. Dengan begitu metode team teaching sendiri dapat memberikan

kontribusi kepada kemajuan negara melalui pendidikan mulai dari tahapan awal

team teching yakni guru menyusun rencana pembelajaran sehingga dapat

mencapai tujuan pembelajaran yang efesien dan efektif. Team teaching yang

artinya mengajarkan siswa yang sama dengan guru yang berkelompok. Dengan

kualitas guru yang terbaik dan saling nelengkapi da lam pembelajaran

menanamkan jiwa kewirausahaan.

Kewirausahaan adalah sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu

yang baru, sangat berharga dan berguna bagi diri sendiri dan orang lain.

Kewirausahaan selalu aktif atau kreatif, berdaya, kreatif, bekerja, rendah hati dan

sikap mental dan semangat untuk meningkatkan pendapatan dari kegiatan bisnis.

Seseorang yang berkarakter selalu merasa tidak puas dengan apa yang telah

dicapainya. Wirausahawan adalah orang yang tahu bagaimana memanfaatkan

peluang untuk mengembangkan usahanya guna meningkatkan taraf hidupnya

(Kemdiknas, 2010). Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa

kewirausahaan adalah sifat atau tindakan individu yang dilakukan untukmeningkatkan kehidupan individu atau kelompok yang menciptakan hal-hal baru

yang bernilai konsumen.

Nilai-nilai yang dikembangkan harus bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai

karakteristik wirausahawan. Nilai-nilai kewirausahaan yang dianggap inti,

menurut para ahli kewirausahaan, ada hingga 17 nilai yang harus dimiliki siswa

dan warga sekolah lainnya, tergantung pada tingkat perkembangan siswa.

Penerapan nilai-nilai dasar kewirausahaan tidak dilakukan secara langsung di

satuan pendidikan, melainkan secara bertahap. Hal ini tidak berarti bahwa

pengenalan (internalisasi) nilai-nilai kewirausahaan secara seragam terbatas di

semua sekolah, dan setiap jenjang satuan pendidikan dapat secara mandiri

menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan lainnya sesuai kebutuhan.

Terwujudnya nilai-nilai kewirausahaan, yaitu: (1) mandiri, (2) kreatif, (3) berani

mengambil resikodengan pertimbangan , (4) berorientasi pada tindakan, (5)

kepemimpinan, (6) kerja keras, (7) Jujur, (8) Disiplin, (9) Inovatif , (10)

Tanggung-jawab, (11) Kerja sama , (12) Pantang menyerah (ulet), (13)

Komitmen, (14) Realistis, (15) Rasa ingin tahu, (16) Komunikatif, (17) Motivasi

kuat untuk sukses.(Kemendiknas: 2010, 10). Dengan nilai-nilai kewirausahaan

tersebut perlunya seorang siswa atau peserta didik memiliki keterampilan tersebut

sehingga peserta didik dapat meningkatkan kualitas dirinya dan ilmu pengetahuan

ini pun dapat digunakan sebagaimana sdgs pada poin ke-4 yaitu itu menjamin

kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan

belajar sepanjang hayat untuk semua. Dengan begitu pembelajaran kewirausahaan

dapat memandirikan individu seseorang.

Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai setiap mata pelajaran

perlu dikembangkan dan diperjelas dalam kaitannya dengan konteks kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran yang berorientasi pada pendidikan

kewirausahaan tidak hanya terjadi pada tataran kognitif saja, tetapi juga

mempengaruhi internalisasi dan praktik praktik kehidupan siswa sehari-hari di

masyarakat (Kemendiknas: 2010, 24). Kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi

masalah ini, terutama yang terkait dengan kewirausahaan, terutama berkaitan

dengan (a) mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan dalam semua mata


pelajaran, buku teks, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan pengembangan diri;

(b) konten pendidikan kewirausahaan yang berpotensi mengembangkan karakter

dan keterampilan dan (c) menumbuhkan budaya kewirausahaan di lingkungan

sekolah.

Pembelajaran terpadu pada pendidikan kewirausahaan pun dapat dilakukan

dengan metode team-teaching ini sangat mudah di terapkan di kelas, metode

team- teaching memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan metode yang lain.

Diantaranya: 1) team-teaching dapat membangun budaya kemitraan dan

kerjasama diantara guru. 2) team-teaching dapat lebihmematangkan kegiatan

perencanaan dan persiapan mengajar. 3) team-teaching dapat menjamin

pengawasan pembelajaran secara efektif. 4) team-teaching dapat menjalin

komunikasi yang intensif antar guru. 5) team-teaching dapat menjadi alternatif

untuk memenuhi beban mengajar 24 jam dalam satu minggu.

Team-teaching memiliki tahapan, diantaranya:

1. Tahap Awal

a. Penyusunan RPP secara Bersama

stilah Rencana Pembelajaran atau yang sekarang lebih sering digunakan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), harus disusun secara bersama-sama oleh setiap

guru dalam satu kelompok pendidik. Pastikan bahwa setiap guru peserta pelatihan

kelompok memahami apa yang termasuk dalam RPP, mulai dari instruksi hingga

penilaian, hingga standar kompetensi, kompetensi inti dan indikator yang harus

dicapai siswa. Sebuah sistem untuk mengevaluasi hasil siswa. Pada tahap ini,

guru mengumpulkan atau mengomunikasikan apa yang harus dicapai dalam RPP

bersama sebagai anggota tim.

b. Metode Pembelajaran Disusun Bersama

Selain RPP yang harus disusun bersama oleh tim, metode yang akan digunakan

untuk mengajar pembelajaran tim juga harus direncanakan bersama oleh anggota

tim. Perencanaan kolaboratif ini dilakukan sedemikian rupa sehingga guru di


setiap tim mengetahui jalannya kurikulum dan tidak tersesat dalam mengajar. Dan

metode mod yang digunakan dikompilasi secara bersamaan.

c. Partner Team Teaching Memahami Materi dan Isi Pembelajaran

Sebagai partner dalam Team Teaching, guru tidak hanya perlu mengetahui materi

pelajaran dari materi yang akan diajarkan kepada siswanya, tetapi juga perlu

mengetahui dan memahami isi materi pelajaran. Hal ini agar mereka bisa saling

melengkapi dengan ketidaktahuan yang ada di dalam diri masing-masing. Ini bisa

sangat berguna ketika menyampaikan materi kepada siswa dan menjawab

pertanyaan siswa tentang penjelasan guru.

d. Pembagian Peran dan Tanggung Jawab Secara Jelas.

Dalam Team Teaching, pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing

guru harus dibicarakan secara jelas ketika merencanakan proses pembelajaran

yang akan dilaksanakan, agar ketika proses pembelajaran berlangsung di dalam

kelas, mereka tahu peran dan tugasnya masing-masing. Tidak ada lagi yang

namanya ketidakjelasan peran dan tanggung jawab dalam hal ini.

2. Tahap Inti

Satu guru berperan sebagai pembicara selama dua jam dan satu lagi sebagai ketua

kelompok dan asisten. Atau, jika dua guru bergantian bertindak sebagai

pembicara selama kelas dua jam, ini berarti bahwa selama kelas dua jam,

pekerjaan pembicara dibagi menjadi dua bagian.

3. Tahap Evaluasi

a. Evaluasi Guru

Evaluasi guru selama proses pembelajaran dilakukan oleh partner team setelah

jam pelajaran berakhir. Evaluasi dilakukan oleh masing-masing partner dengan

cara memberi kritikan-kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan

proses pembelajaran selanjutnya. Dalam hal ini setiap guru yang diberi saran

harus menerima dengan baik saran-saran tersebut, karena hakekatnya itulah


kelebihan dari team-teaching. Setiap guru harus merasa bahwa mereka banyak

mengalami kekurangan dalam diri mereka, tidak merasa diri paling benar dan

paling pintar. Evaluasi ini dilakukan di luar ruang kelas, ini dilakukan untuk

menjaga image masing-masing guru dihadapan siswa.


Selain menerapkan sistem team-teaching ini guru juga mengajarkan atau

mengamalkan sifat-sifat kekompakan atau saling memberikan inovasi dalam suatu

pendidikan kewirausahaan yakni dengan tetap melakukan kolaborasi yang artinya

tidak saling menjatuhkan tetapi saling melengkapi seperti pada sistem

pembelajaran yang dilakukan yaitu team-teaching. Jadi dengan demikian adanya

metode team-teaching dalam pembelajaran kewirausahaan dapat meningkatkan

kemamampuan siswa dalam berwirausaha.


Referensi

Hakim, D. (2012). Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Berdasarkan Nilai - Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Prosiding Seminas, 1(2). Marganingsih, T. (2013). 

Peranan Mata Pelajaran Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Jiwa Kewirausahaan Siswa Kelas Xi Di Smk Negeri 8 Semarang. Solidarity: Journal Of Education, Society And Culture, 2(2).

Sunardi, N., & Lesmana, R. (2020). Konsep Icepower (Wiramadu) sebagai Solusi Wirausaha menuju Desa Sejahtra Mandiri (DMS) pada Masa Pandemi Covid-19. JIMF (Jurnal Ilmiah Manajemen Forkamma), 4(1).


NEW-GREEN REVOLUTION SEBAGAI UPAYA MENJAGA KETERSEDIAAN LAHAN PERTANIAN POTENSIAL DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PANGAN MENUJU SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS


Oleh

Ajeng Diah Kinanti PIPS/1913033008

Feni Kurniawati PIPS/1913033006

Pertanian dan Pangan


PENDAHULUAN

Jumlah penduduk yang sangat besar pada saat ini yaitu sekitar 230 Juta jiwa

dengan laju pertumbuhan yang masih cukup cepat yaitu sebesar 1,4 persen per

tahun yang disertai dengan peningkatan daya beli, perbaikan tingkat pendidikan

dan kesadaran akan kesehatan dan kebugaran jasmani dan membutuhkan bahan

pangan (Hadi, 2010:36). Lonjakan jumlah penduduk Indonesia yang

diproyeksikan mencapai 300 juta jiwa pada tahun 2030 menyebabkan laju

permintaan terhadap pangan di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 4,87%

sementara laju pertumbuhan produktivitas padi sekitar 1% per tahun (Erwandari,

2017: 876).


Kebutuhan beras Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan sekitar 60 juta

ton. Pada saat ini tingkat produksi baru mencapai 34 juta ton. Tambahan 26 juta

ton harus dapat dicapai melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi.

Pemerintah juga telah mencanangkan program peningkatan produksi beras 2 juta

ton atau setara dengan 3,52 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) mulai tahun

2007 (Zaini, 2009:42). Ketahanan pangan menjadi isu yang semakin pelik, dan

konsep ini mulai mencakup banyak aspek. Berbagai fenomena terkait ketahanan

pangan seperti kegagalan panen, kelaparan, hingga kemiskinan akut yang

menyebabkan penderitaan masyarakat secara global mendorong FAO menjadikan

ketahanan pangan sebagai isu prioritas yang harus ditangani secara global sejak

tahun 1970-an (Basundoro, 2020:4-5). Sektor pertanian mencakup aspek produksi

atau ketahnan pangan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup (Wahyudi,

2012:78). Indonesia pernah menerapkan Revolusi Hijau sebagai sarana peningkatan

produksi pangan, khususnya produksi beras secara luar biasa, dengan asumsi


bahwa dengan kelimpahan produksi maka akan meningkatkan kesejahteraan

rakyat petani. Melalui Program-program bimbingan massal (bimas), intensifikasi

massal (inmas) kemudian dikembangkan kegiatan melalui kelompok tani seperti

intensifikasi khusus (insus) yang juga sebagai perangkat untuk membantu petani

meningkatkan produktivitas usaha tani (Yulia, 2019:79). Namun, perihal lain yang

patut menjadi perhatian dalam penerapan Revolusi Hijau di Indonesia adalah

berbagai implikasi yang hadir kemudian akibat penggunaan teknologi pertanian

modern terutama pupuk kimia (pabrik) dan pestisida. Goeswono Soepardi (2000)

mengatakan bahwa penggunaan pupuk pabrik untuk merangsang lahan dalam

menghasilkan zat hara secara terus-menerus mengakibatkan terjadinya “kejenuhan

lahan”. Hal tersebut kemudian berdampak pada tak optimalnya kemampuan lahan

dalam menghasilkan tanaman pangan. Begitu pula, penggunaan pestisida dalam

pemberantasan hama faktual justru mengakibatkan munculnya berbagai hama

yang kian tangguh akibat mutasi yang terjadi dengan senyawa kimia (Nugroho,

2018:57). Deskripsi Revolusi Hijau secara implisit menunjukan seolah-olah

terjadi rindakan eksploitatif terhadap kemampuan lahan menyediakan hara

tanaman. Penggunaan pestisida juga dikhawatirkan merusak ekologi biota lahan

sawah (Sumarno, 2007:132).


Tantangan utama yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan salah

satunya adalah permasalahan degradasi sumber daya lahan, penciutan lahan dan

konversi lahan subur dan keterbatasan sumber daya lahan potensial atau subur

(Mulyani, 2011:74). Sementara pembangunan pertanian berperan strategis dalam

perekonomian nasional. Peran strategis tersebut ditunjukkan oleh perannya dalam

pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan

bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan,

serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan.

Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) (Lagiman, 2020:365). Pertanian sebagai

salah satu sumber pendapatan penduduk Indonesia memberikan sumbangan pada

perekonomian negara. Pembangunan di sektor ini diupayakan untuk memenuhi

kebutuhan pangan dalam negeri, meningkatkan pendapatan penduduk,


memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendukung

pembangunan nasional (Pujiana, 2018:384).

Berdasarkan permasalahan diatas maka dalam rangka mewujudkan

pertanian berkelanjutan dibutuhkan suatu inovasi pertanian yang menekankan

peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya padi tanpa merusak ekologi

dalam mengupayakan ketersediaan pangan yang kemudian dapat mendukung

pembangunan nasional sesuai dengan indikator ketahanan pangan yang meliputi

ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan stabilitas ekonomi.


PEMBAHASAN

Masa depan pertanian kita bergantung pada kemampuan mendorong

produktivitas dari pertanian kecil tanpa merusak potensi produksi jangka panjang.

Transformasi revolusi hijau ke revolusi hijau lestari menggunakan satu atau lebih

lintasan di atas akan mengantarkan pada win-win solution antara petani dan

ekosistem. Hal ini akan lebih bijaksana mengembangkan pada setiap usaha tani

suatu rencana revolusi hijau lestari berdasarkan pencampuran tepat guna dari

pendekatan yang berbeda yang dapat menjamin keberlanjutan ekologi dan

ekonomi (Zaini, 2009:42). Beberapa langkah strategis sebagai upaya

mentransformasikan revolusi hijau menjadi revolusi hijau lestari atau New-Green

Revolution dengan menjaga potensi lahan dalam rangka meningkatkan

produktivitas pangan menuju pembangunan nasional:

1. Pertanian Organik, sebagai suatu sistem pertanian yang holistik yang

mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas

biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan,

pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang

ditetapkan oleh badan standardisasi (Mayrowani, 2012:92). Pertanian

organik yang bersifat komprehensif dan berkelanjutan, pertanian organik

terfokus pada pertanian yang bersahabat dengan alam dengan pengelolaan

serangga secara ekologis dengan pendekatan Ecologycal Based Pest

Management (EBPM) yang bermuara pada rancangan agro-ekosistem

(Pranadji, 2005:42). Penggunaan pestisida nabati juga efektif dalam

mengendalikan hama dan menjadi peluang untuk menghasilkan pangan


sehat dan aman melalui pengembangan pertanian organik (Kardinan,

2011:267).

2. Pertanian Ekologi, secara umum pertanian ekologi akan terfokus pada

pengendalian hama padi contohnya tikus dengan meminimalkan pengaruh

kurang baik dari cara pengendalian terhadap spesies bukan sasaran dan

lingkungan, mengembangkan pendekatan yang ekonomis bagi pengguna

akhir teknologi, terutama petani dan mengembangkan pendekatan yang

berkelanjutan dan mempunyai efek positif jangka panjang (Baco,

2011:53).


3. Pertanian Hijau, praktik pertanian hijau atau green agriculture penting

bagi aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi yang diarahkan untuk

mengurangi dampak negative sektor pertanian terhadap lingkungan hidup

(Leimona, 2015:32). Hal ini kemudian relevan dengan revitalisasi

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) dengan enam sasaran utama

yaitu, peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, perluasan

kesempatan kerja dan berusaha, ketahan pangan, peningkatan daya saing

pertanian, pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, dan

pembangunan daerah (Irsal, 2006:174).


Salah satu konsep dari revolusi hijau lestari atau New-Green Revolution erat

dengan sistem manajemen produksi pertanian secara ekologis yang mendukung

biodiversitas, siklus biologis dan aktivitas biologis dalam tanah, meminimalkan

penggunaan input sintetis dari luar (pupuk, pestisida, herbisida), serta berdasarkan

praktek manajemen yang dapat mengembalikan, menjaga, dan mendorong

keharmonisan alam (ecological harmony) (Pirngadi, 2009:56). Tingkat ketahanan

pangan dan kesejahteraan berkaitan erat dengan degradasi lingkungan, maka

upaya peningkatan produksi pangan bergantung pada ketersediaan lahan potensial.

Perlunya adanya persepsi ekosentris dengan perhatian yang terfokus kepada

pelestarian sumber daya alam, penggunaan pertanian organik dan ekologi dalam

pengendalian hama tanaman (Fagi, 2014:20). Pertanian berkelanjutan yang

berbasis pada revolusi hijau lestari dimana praktik pertanian berupa peningkatan

produktivitas pertanian terutama padi sebagai salah satu komoditas pangan tanpa

menghabiskan sumber daya alam atau mengotori lingkungan sebagaimana konsep


praktek pertanian yang mengikuti prinsip-prinsip alami untuk mengembangkan

sistem bertanam. Pertanian berkelanjutan juga merupakan pertanian dari nilai-nilai

sosial (Sudjana, 2013:10).

Revolusi Hijau Lestari mendorong penyiapan lahan secara optimal,

ketersediaan bahan organik dan mikroba tanah, dan penyehatan ekologi serta

wilayah hidrologi sehingga hara dalam tanah tersedia dengan baik serta

meningkatkan kesadaran dan pengetahuan petani terhadap kelestarian sumber

daya, lingkungan, dan keberlanjutan produktivitas pangan (Sumarno, 2007:131).

Artinya, lahan potensial menjadi indikator meningkatnya produktivitas pangan.

Ketersediaan pangan merupakan target SDGs dengan mengakhiri kelaparan,

mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi serta mendorong pertanian

berkelanjutan (Erwandari, 2017:878). Pembangunan berkelanjutan pada

hekekatnya ditujukan mencari pemerataan pembangunan antar generasi,

mencakup upaya mewujudkan pemerataan hasil pembangunan yang berarti bahwa

pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu

memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem

lingkungan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan serendah

mungkin eksploitasi sumber daya alam (Ruslan, 2016:135). Revolusi Hijau

Lestari atau New-Green Revolutation menjadi sebuah upaya agar tersedia lahan

potensial yang bersinergi mendorong produktivitas pangan menuju ketahanan

pangan yang meliputi sektor ketersediaan pangan, stabilitas ekonomi (harga

pangan), dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu untuk

mendapatkan pangan demi pembangunan berkelanjutan di taraf nasional.


PENUTUP

Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi permasalahan yang serius di

Indonesia, ditengah populasi penduduk yang tinggi dan laju pertumbuhan

produktivitas pangan yang rendah. Masa depan pertanian di Indonesia bergantung

pada ketahanan pangan dengan peningkatan produktivitas pangan tanpa merusak

potensi produksi dalam jangka panjang dengan penerapan New-Green Revolution

sebagai solusi bagi petani maupun ekosistem. Produktivitas pangan yang tidak

dibarengi dengan perspesi ekosentris mengakibatkan eksploitasi tanah atau lahan


yang berdampak pada “kelelahan lahan” sehingga produktivitas pangan tidak

maksimal, tidak hanya manajemen pengelolahan lahan potensial saja namun juga

ketahanan pangan yang meliputi ketersediaan pangan, stabilitas ekonomi, dan

akses terhadap pangan sebagai penyiapan menuju Sustainable Development Goals

(SDGs). Konsep New-Green Revolution harus dikembangkan dengan manajemen

sumber daya alam yang secara progresif dapat mendorong peningkatan kualitas

lahan seperti pertanian organik, pertanian ekologi, dan pertanian hijau sehingga

dapat mengembalikan, menjaga, dan mendorong keharmonisan alam (ecological

harmony) menuju Sustainable Development Goals (SDGs).


DAFTAR PUSTAKA


Baco, D. (2011). Pengendalian Tikus Pada Tanaman Padi Mellaui Pendekatan

Ekologi. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian, 4(1), 53.

Basundoro, A.F. & Ramadhani, A. (2021). Analisis Efektivitas Sustainable

Development Goals ke-9 dalam Industrialisasi Pertanian di Rwanda. Sentris

Academic Journal, 1:4-5.

Erwandari, N. (2017). Implementasi Sustainable Delevopment Goals (SGD’s)

dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan di Provinsi Riau. E-Journal Ilmu

Hubungan International, 5(3), 876.

Fagi, A.M. (2014). Ketahanan Pangan Indonesia dalam Ancaman: Strategi dan

Kebijakan Pemantapan dan Pengembangan. Jurnal Analisis Kebijakan

Pertanian, 11(1), 20.

Hadi, P. U., & Susilowati, S. H. (2010). Prospek, Masalah Dan Strategi

Pemenuhan Kebutuhan Pangan Pokok. Seminar Nasional Era Baru

Pembangunan Pertanian (Vol. 25).

Irsal, L.K.S. (2006). Isu dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi

Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 25(3), 174.

Kardinan, A. (2011). Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Kearifan Lokal Dalam

Pengendalian Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik. Jurnal

Pengembangan Inovasi Pertanian, 4(4), 267.


Lagiman. (2020). Pertanian Berkelanjutan:Untuk Kedaulatan Pangan dan

Kesejahteraan Petani. Prosiding Seminar Nasional. Fakultas Pertanian UPN

Yogyakarya.

Leimona, B., Amaruzaman, S., Arifin, B., Yasmin, F., Hasan, F., Agusta, H., ... &

Frias, J. (2015). Kebijakan dan strategi" pertanian hijau" Indonesia:

menjembatani kesenjangan antara aspirasi dan aplikasi. World

Agroforestry Centre.

Mayrowani, H. (2012). Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Jurnal

Forum Penelitian Agro Ekonomi. 30(2), 92.

Mulyani, A.S & Las, I. (2011). Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan

Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2), 74.

Nugroho, W.B. (2018). Konstruksi Sosial Revolusi Hijau di Era Orde Baru.

Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 12(1), 57.

Pingardi, K. (2009). Peran Bahan Organik dalam Peningkatan Produksi Padi

Berkelanjutan Mendukung Ketahan Pangan Nasional. Jurnal

Pengembangan Inovasi Petanian, 2(1), 56.

Pranadji, T & Saptana. (2005). Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik

Berkelanjutan di Pedesaan: Menuju Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga

Abad 21. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, 23(1), 42.

Pujiana, T, Hasanuddin, T & Sumaryo, Gs. (2018). Kinerja Penyuluh Pertanian

Lapangan Dan Produktivitas Usahatani Padi Sawah (Kasus Petani Padi Di

Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah). Jurnal JIIA, 6(4):384.

Ruslan, D. (2016). Evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) dalam

Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Menuju Sustainable

Development Goals (SDGs) di Kota Medan. Jurnal QE, 05(03), 135.

Sudjana, B. (2013). Pertanian Berkelanjutan Berbasis Kesehatan Tanah Dalam

Mendukung Ketahanan Pangan. Makalah Ilmiah Solusi, 11(26), 10.

Sumarno. (2007). Teknologi Revolusi Hijau Lestari Untuk Ketahanan Pangan

Nasional di Masa Depan. Jurnal Iptek Tanaman Pangan 2(2),132.

Wahyudi, K.D. (2012). Kebijakan Strategis Usaha Pertanian Dalam Rangka

peningkatan Produksi Dan Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Dian Ilmu,

11(2), 78.


Yulia, D. (2019). Revolusi Hijau Kebijakan Ekonomi Pemerintah Bidang

Pertanian di Kanagarian Selayo Tahun 1974-1998. Historia: Jurnal

Program Studi Pendidikan Sejarah, 4(2), 79.

Zaini, Z. (2009). Memacu Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Inovasi

Teknologi Budi Daya Spesifik Lokasi Dalam Era Revolusi Hijau Lestari.

JUrnal Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(1):42.

PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN UNTUK MEMAKSIMALKAN KONTRIBUSI WARGA TERHADAP PENURUNAN GAS EMISI RUMAH KACA


ESAI


Disusun Oleh:

Debora Ayu Lestari Sianturi Pendidikan Fisika/2113022042

Rosalinda Alvialli Pendidikan Fisika/2113022049


PENDAHULUAN

Lingkungan hidup merupakan bagian dari bumi yang mencakup mahluk

hidup dan benda lainnya seperti air, tanah, udara maupun sumber energi yang ada

di dalamya. Lingkungan hidup yang baik dapat tercipta bila terjadi keseimbangan

antara mahluk hidup satu dengan yang lainnya. Perkembangan teknologi yang pesat

membantu manusia dalam melakukan pekerjaannya. Namun yang terjadi,

perkembangan teknologi ini tidak diseimbangkan dengan akibat dari apa yang

dihasilkan perkembangan teknologi tersebut, yang berupa gas emisi rumah kaca.

Pencemaran terhadap lingkungan hidup sejatinya berasal dari manusia itu sendiri

sehingga terjadi sebuah fenomena yang kita kenal sebagai fenomena pemanasan

global (global warming).

Isu pemanasan global muncul pada akhir tahun 1980. Produksi gas rumah

kaca dapat berasal dari gas buang kendaraan bermotor, gas buang pabrik,

pembakaran sampah, pembakaran hutan, pembakaran lahan gambut, dan lain

sebagainya. Fenomena pemanasan global terjadi perubahan iklim akibat gas emisi

rumah kaca yang membuat banyaknya gas tertahan di atmosfer dan membuat suhu

bumi meningkat. Meningkatnya suhu bumi ini mempengaruhi alam dengan

mencairnya es di kutub dan meningkatnya volume air laut

Adapun untuk menghadapi perubahan iklim global, Pemerintah Indonesia

telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara nasional hingga

26% pada tahun 2020 dengan menggunakan sumber pendanaan dalam negeri, serta

penurunan emisi hingga 41% jika ada dukungan internasional dalam aksi mitigasi.

Selain itu, perlu adanya aturan dari pemerintah yang mengatur tentang keberadaan

hutan bagi warga negara Indonesia. Perhutanan sosial, menurut Kementrian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah suatu sistem pengelolaan hutan lestari

yang dalam pelaksanaannya melibatkan Kawasan Hutan Negara atau Hutan

Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh pelaku utama yaitu masyarakat

setempat/masyarakat hukum adat untuk meningkatkan kesejahteraan,

keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa,

Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Hutan

(PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Kehutanan Pasal 1).


ISI

Melihat meningkatnya gas emisi rumah kaca di masa sekarang membuat

tingkat kewaspadaan semakin menjadi-jadi. Perkembangan teknologi yang pesat

seperti sekarang ini, seharusnya manusia lebih mempertimbangkan akibat dari efek

gas emisi rumah kaca yang ditimbulkan. Para warga diharapkan lebih

memperdulikan keadaan tersebut. Gas emisi rumah kaca sendiri memiliki banyak

dampak negatif.

Menumpuknya jumlah gas rumah kaca di atmosfer mengakibatkan sebagian

dari panas ini dalam bentuk radiasi infra merah tetap terperangkap di atmosfer bumi,

kemudian gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang

dipancarkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas tersebut akan tersimpan di

permukaan Bumi. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk


hidup yang ada di bumi untuk menyeimbangkan kondisi suhu. Akan tetapi jika gas-

gas tersebut berlebihan di atmosfer, maka akan mengakibatkan pemanasan global,


yaitu peristiwa meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi.

Dampak negatif yang ditimbulkan gas emisi rumah kaca berlebihan tidak

hanya berpengaruh pada mahkluk hidup, namun juga alam hingga ekosistem yang

ada di bumi. Beberapa dampak yang dihasilkan gas emisi rumah kaca berlebihan

sebagai berikut.

1. Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan.

Jika gas emisi rumah kaca yang ada di atmosfer berlebihan akan

menyebabkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat

mengakibatkan ketinggian gunung-gunung tinggi berkurang akibat

mencairnya es pada puncaknya, Peningkatan muka air laut, air pasang dan

musim hujan yang tidak menentu menyebabkan meningkatnya frekuensi

dan intensitas banjir.

2. Meningkatnya cuaca yang ekstrem

Jika gas emisi rumah kaca yang ada di atmosfer berlebihan akan

menyebabkan terperangkapnya panas matahri di dalam bumi, sehingga

perubahan iklim menyebabkan musim sulit diprediksi

3. Rusaknya ekosistem dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna


3

Jika gas emisi rumah kaca yang ada di atmosfer berlebihan akan

menyebabkan terganggunya suhu, kelembaban, kadar air dan sumber

makanan. Kondisi ini menghambat laju produktivitas primer, yang

berpengaruh pada habitat dan kehidupan flora dan fauna.

Dengan meningkatnya efek rumah kaca dan banyaknya dampak negatif yang

dihasilkan, oleh karena itu sudah sepatutnya menjadi kewajiban kita sebagai

manusia untuk menyikapi hal ini dan berusaha mencari cara untuk menghentikan

peningkatannya. Salah satu aspek penyokong yang dapat berkontribusi besar dalam

menurunkan laju gas emisi rumah kaca adalah keberadaan hutan. Hutan dapat

berkontribusi dengan baik jika dikelola dan dilindungi dengan baik. Faktor

pendukung adanya deforestasi maupun degredasi adalah pertumbuhan penduduk

serta konversi lahan untuk dijadikan tempat pemukiman dengan minim penyerapan

karbon. Indonesia telah mengadakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan

pertumbuhan hutan, antara lain dengan melakukan penanaman pohon, penghijauan

di lahan-lahan kritis dan lain sebagainya. Dalam usaha untuk mengurangi emisi

perlu ditinjau sumber dari penyebab emisi tersebut.

Apabila dilihat dari perspektif sebagai warga negara Indonesia, pemerintah

sendiri telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan. Bagian dari peraturan pemerintah yang

akan lebih dikaji dalam esai ini adalah bagian kesatu pasal 7, yaitu mengenai

Mencegah dan Membatasi Kerusakan Hutan, Kawasan Hutan dan Hasil Hutan yang

Disebabkan oleh Perbuatan Manusia. Dalam bagian kesatu pasal 7 ini berisikan

bahwa Pemerintah Daerah dan masyarakat:

a. melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan di

bidang kehutanan;

b. melakukan investarisasi permasalahan;

c. mendorong peningkatan produktivitas masyarakat;

d. memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat;

e. meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan;

f. melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin;

g. meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan;

h. mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat;

i. meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan hutan;

j. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan

keamanan hutan; atau

k. mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum.


Pada pasal 44 ini diperlihatkan bahwa pemerintah telah mengungkapkan hal-

hal dalam mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga keberadaan


hutan. Dapat diimplikasikan bahwa peran hutan itu sebagai wadah menurunkan gas

emisi rumah kaca. Hal tersebut dapat dilakukan jika pemerintah dan warga turut


4

berpartisipasi sehingga dapat memberikan dampak positif untuk menurunkan gas

emisi rumah kaca.

Dengan adanya sistem Perhutanan Sosial akan membuat hal ini terlaksana

dengan baik jika pemerintah dan warga sekitar mau berkolaborasi untuk mencegah,

membatasi dan mempertahankan serta menjaga keberadaan hutan di daerah mereka.

Penerapan kolaborasi ini dapat dilakukan dengan sosialisasi dan penyuluhan

peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. Dengan diadakannya

sosialisasi ini, penyelenggaraan sistem perhutanan sosial untuk mengelola kawasan

hutan daerah sekitar dapat terlaksana dengan baik, sebab dalam pelaksananaannya

diperlukan pengetahuan dan wawasan yang cukup.

Peran warga sekitar sangat signifikan sebab warga yang tingal disekitaran

hutan pasti mengetahui seluk-beluk mengenai hutan daerah mereka. Pelaksanaan

sosialisasi disini merupakan suatu wadah penguatan pengetahuan dan wawasan

akan cara mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga keberadaan

hutan dengan baik. Warga sekitar hutan daerah juga memiliki hak untuk ikut serta

dalam perhutanan sosial ini. Selain itu, peran warga dapat memberikan kontribusi

yang cukup besar jika dilihat dari jumlah warga yang ingin berpartisipasi, baik

melalui cara kerja pada sektor hutan ataupun hanya untuk meningkatkan

produktivitas.

Peran dalam menjaga dan melindungi hutan bukan hanya tugas pemerintah

namun sebagai warga negara Indonesia, kita juga harus berpartisipasi untuk

mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga keberadaan hutan demi

pengurangan gas emisi rumah kaca. Peranan perhutanan sosial juga cukup krusial

mengenal perhutanan sosial merupakan sistem yang cocok untuk diterapkan.

Perhutanan sosial dapat meningkatkan produktivitas warga juga memiliki tujuan

yang terbagi menjadi tiga pilar yaitu lahan, kesempatan usaha dan sumber daya

manusia. Dalam perhutanan sosial, pelaku yang melaksanakan sistem ini terdiri

dari:

1. Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)/Lembaga Adat

2. Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi

3. Masyarakat Hukum Adat (MHA)

4. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)


PENUTUP

Hutan sangat diperlukan perannya dalam mengatasi gas emisi rumah kaca

yang kian meningkat. Perhutanan Sosial adalah sistem yang cocok untuk menjadi

penerapan penurunan gas emisi rumah kaca melalui kawasan hutan. Dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang

Perlindungan Hukum Bagian Kesatu Pasal 7 Tentang Mencegah dan Membatasi

Kerusakan Hutan, Kawasan Hutan dan Hasil Hutan yang Disebabkan oleh

Perbuatan Manusia mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat bersama-sama

mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga keberadaan hutan.

Perhutanan sosial dapat menjadi langkah yang bijak dan menjadi wadah

dimana warga sekitar hutan daerah dapat berpartisipasi melalui sosialisasi dan

penyuluhan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, berpartisipasi

dalam produktivitas masyarakat, hingga berpartisipasi dalam efektifitas koordinasi

kegiatan perlindungan hutan. Tentunya hal ini tidak dapat berjalan dengan baik jika

tidak ada kolaborasi yang baik antara pemerintah dengan warga sekitar. Bumi ini

adalah milik kita bersama, tidak ada orang yang tidak merasakan efek atau dampak

dari pemanasan global sekarang ini. Oleh karena itu, mari jaga dan lestarikan bumi

kita bersama.


DAFTAR PUSTAKA


Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Apa itu Perhutanan Sosial.

(https://pkps.menhalk.go.id/, diakses 21 November 2021)

Pemerintah Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Jakarta.


Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hukum Lingkungan Pemanasan

Global.(http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_conte


nt&view=article&id=846:dimensi-politik-dan-sosial-pemanasan-

global&catid=120:hukum-lingkungan&Itemid=190, diakses 22 November 2021)


Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2021. Pemanasan Global dan Dampak

Buruknya Bagi Kehidupan Bumi. (https://ditsmp.kemdikbud.go.id/pemanasan-global-dan-dampak-

buruknya-bagi-kehidupan-bumi/, diakses 22 November 2021)



SISTEM PERTANIAN TERPADU DI DALAM RUANGAN UNTUK KOTA

SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN INDONESIA


ESAI

Oleh

Muhamad Ogas Saputra Teknik Pertanian/1914071055

Amapel Odenia Fisika/1917041037

Sub Tema :

Pertanian dan Pangan


Sistem Pertanian Terpadu Di Dalam Ruangan Untuk Kota Sebagai Upaya


Mewujudkan Ketahanan Pangan Indonesia


Pendahuluan

Indonesia memegang julukan sebagai negara agraris, di mana sektor pertanian

sangat memegang peranan penting dari keseluruhan sektor nasional. Indonesia

memiliki luas daratan lebih kurang 190,9 juta ha, dengan luas 70,8 juta ha atau

37,1% telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan budidaya seperti sawah,

pertanian lahan kering, perkebunan, budidaya non-pertanian (permukiman,

industri, tambang, dll) dan seluas 120,2 juta ha atau 62,9% masih berupa hutan.

Menurut data badan pusat statistik ditahun 2018, luas bahan baku sawah di

indonesia baik yang beririgasi teknis maupun non irigasi mengalami penurunan

lahan seluas 650.000 ha per tahun. Maraknya fenomena alih fungsi lahan pertanian

sudah seyogyanya jadi perhatian semua pihak. Sebagai ilustrasi, data terakhir dari

Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian (Dirjen

PLA, 2005) menunjukkan bahwa sekitar 187.720 hektar sawah beralih fungsi ke

penggunaan lain setiap tahunnya, terutama di Pulau Jawa. Lebih mengkhawatirkan

lagi, data dari Direktorat Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (Winoto,

2005) menggambarkan bahwa jika arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

yang ada pada saat ini tidak ditinjau kembali, maka dari total lahan sawah beririgasi

(7,3 juta hektar), hanya sekitar 4,2 juta hektar (57,6%) yang dapat dipertahankan

fungsinya. Sisanya, yakni sekitar 3,01 juta hektar (42,4%) terancam beralih fungsi

ke penggunaan lain.


Fungsi untuk penyediaan bahan pangan dan permukiman selalu antagonis artinya

semakin luas lahan yang digunakan untuk permukiman atau kebutuhan non

pertanian akan semakin menurunkan luas lahan untuk pertanian (penyediaan bahan

pangan). Kecenderungan konversi (alih fungsi lahan) lahan pertanian menjadi non

pertanian semakin meningkat dari tahun ke tahun (Nurcholis & Supangkat, 2011).

Proses alih fungsi itu harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak mengarah


pada krisis pangan ekonomi dan sosial yang pada akhirnya akan menimbulkan

instabilitas politik dan keamanan regional maupun nasional. Di Indonesia areal

lahan sawah yang beririgasi mempunyai posisi yang sangat strategis. Sebagian

besar produksi padi dihasilkan dari areal yang strategis ini, yang diperkirakan

mencapai 6,7 juta hektar. Apabila areal ini berkurang dalam jumlah besar , akan

mempunyai dampak buruk terhadap produksi beras nasional (Berita Indonesia,

2007). Areal padi sawah memiliki peranan penting untuk menentukan keamanan

pangan. Lebih dari 90% beras yang dikonsumsi di Indonesia adalah produksi

sendiri dan sekitar 95% dari produksi ini dihasilkan dari lahan sawah (Ginting,

2005). Akibat dari dampak alih fungsi lahan ini berdampak pada sistem ketahanan

pangan di Indonesia.


Dalam kajian ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai ketahanan pangan dan

bagaimana kota yang memiliki lahan pertanian sedikit atau bahkan tidak ada, tetapi

bisa turut berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan, serta peran pemerintah,

masyarakat, dan generasi muda dalam memberikan solusi terkait dengan isu

ketahanan pangan Indonesia. Metode yang digunakan adalah studi literatur yang

nantinya akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif.


Pembahasan

Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 206.264.595 jiwa, lalu pada

tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 237.641.326 jiwa dan

di tahun 2020 jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat menjadi 270.203.917

jiwa. Bertambahnya luas pemukiman bagi penduduk Indonesia yang merupakan

indikator laju kepadatan penduduk juga menunjukkan peningkatan dengan rincian

yaitu sebagai berikut, pada tahun 2000 dengan rata rata laju kepadatan penduduk

sebesar 107 jiwa/km2


, kemudian di tahun 2010 rata-rata laju kepadatan penduduk


meningkat menjadi 124 jiwa/km2


(BPS, 2009) dan pada tahun 2020 rata-rata laju


kepadatan penduduk sebesar 141 jiwa/km2


(BPS, 2021). Seiring dengan

peningkatan jumlah penduduk di Indonesia kebutuhan akan pangan, sandang dan

papan tentunya akan ikut meningkat. Selain itu dengan peningkatan jumlah


penduduk Indonesia dari tahun ke tahun maka pemukiman penduduk juga turut

meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang

diikuti upaya pemenuhan tempat tinggal akan berpotensi meningkatnya alih fungsi

lahan dan akan berdampak pada ketahanan pangan.


Ketahanan pangan menurut UU No. 18/2012 tentang pangan adalah kondisi

terpenuhnya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,

bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,

dan budaya masyarakat, untuk hidup sehat, aktif, dan produktif secara

berkelanjutan. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap

saat, karena apabila terjadi kekurangan pangan tidak hanya berdampak ekonomi

tapi juga mengancam keamanan sosial. Seperti yang disebutkan sebelumnya,

ketersediaan pangan melalui peningkatan pangan negeri dihadapkan pada masalah

utama yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi karena

banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi. Untuk mewujudkan ketahanan

pangan setidaknya terdapat tiga pilar utama yang perlu diperhatikan (DKP, 2009):

pertama, ketersediaan pangan yakni di seluruh wilayah Indonesia tersedia pangan

secara fisik yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor, atau

perdagangan, maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada

skala nasional, provinsi, kabupaten, atau tingkat masyarakat. Kedua, akses pangan

yaitu seluruh rumah tangga di Indonesia mampu memperoleh cukup pangan baik

yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan

bantuan pangan atau kombinasi dari kelimanya. Walau begitu, apabila ketersediaan

pangan di suatu daerah dikatakan cukup belum tentu semua rumah tangga

mempunyai akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan

melalui mekanisme tersebut di atas. Ketiga, pemanfaatan pangan yakni penggunaan

pangan oleh rumah tangga, dan kemampuan menyerap dan memetabolisme zat gizi.

Pemanfaatan pangan terdiri dari cara penyimpanan, pengolahan, dan penyiapan

makanan termasuk penggunaan air selama proses pengolahannya serta kondisi


kebersihan, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-

masing individu dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga.


Namun saat ini, permasalahan lahan pertanian bukanlah menjadi hambatan bagi

Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan karena di era revolusi industri 4.0

begitu banyak inovasi seperti pertanian di dalam ruangan dan sistem pertanian

terpadu. Sesuai dengan namanya, pertanian di dalam ruangan merupakan kegiatan

bertani di dalam sebuah ruangan tertutup yang suhu, kelembaban, dan juga cahaya

dikontrol dengan teknologi canggih sehingga para petani tidak perlu turun ke lahan

dan panas-panasan di bawah terik matahari. Pertanian di dalam ruangan atau indoor

farming memiliki tujuan untuk meningkatkan produktifitas secara signifikan.

Untuk model pertaniannya, indoor farming memiliki beberapa pilihan yaitu

hidroponik, aquaponik, dan aeroponik. Berdasarkan dari buku Tips Sukses Menjadi

Petani Modern yang ditulis oleh Siti Nur Aidah pada tahun 2020, menyebutkan

bahwa keunggulan dari indoor farming adalah pertama, bisa dilakukan di banyak

tempat tanpa memerlukan lahan yang luas seperti apartemen, truk container, atap

rumah. Kedua, tidak perlu takut gagal panen karena pertanian di lakukan di dalam

ruangan tertutup sehingga perubahan cuaca atau hujan tidak akan mempengaruhi

tanaman. Ketiga, keuntungan yang melimpah karena mampu meningkatkan

produktivitas. Di Negara Singapura indoor farming mampu menghasilkan 54 ton

sayuran setiap tahunnya, sementara di Indonesia sendiri belum dilakukan dalam

skala industri besar. Keempat, hasil pertanian indoor farming lebih baik bahkan dari

pertanian organik, terutama model pertanian aquaponik yang tidak bisa memakai

bahan kimia kalau tidak ingin ikan di bawahnya mati. Namun di satu sisi, indoor

farming juga tetep memiliki kelemahan karena seluruh sistemnya menggunakan

teknologi canggih, software dan hardware untuk mengontrol suhu, kelembaban dan

juga cahaya maka untuk bisa menjalankan sistem tersebut membutuhkan biaya

yang mahal.


Untuk mengembangkan dan mempertahankan stabilitas pendapatan petani salah

satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan sistem pertanian

terpadu. Sistem pertanian terpadu adalah suatu kesatuan sistem berupa konsep

pengembangan usaha pertanian yang melibatkan berbagai cabang usaha tani baik

dalam penggunaan input maupun dalam tingkat output yang akan dihasilkan.


Kemampuan memadukan berbagai kombinasi cabang usaha tani yang dapat

memberikan interaksi atau keterkaitan yang saling mendukung dan menguntungkan

merupakan sebuah tuntutan bagi petani (Sulistyono, 2019). Konsep pada sistem

pertanian terpadu menerapkan siklus materi di mana materi yang merupakan limbah

dari suatu cabang usaha tani digunakan kembali sebagai bahan dasar pada usaha

tani lainnya. Contoh sederhanya yaitu integrasi pertanian dengan peternakan di

mana limbah atau kotoran dari ternak dikonversi menjadi pupuk, lalu timbal

baliknya adalah jerami yang dihasilkan bisa menjadi pakan ternak. Selain itu juga

sisa tanaman seperti sekam padi atau bonggol jagung bisa dikonversikan menjadi

energi terbarukan, sehingga dalam hal ini sistem pertanian terpadu menekankan

konsep zero waste sehingga berdampak baik pada lingkungan. Jika ditinjau dari

segi ekonomi, sistem pertanian terpadu menerapkan konsep modal atau biaya

menjadi lebih rendah dari pada pendapatan. Hal tersebut dapat terwujud karena

dengan menggunakan kembali limbah sebagai bahan dasar untuk cabang usaha tani

yang lainnya atau menjadi usaha tani yang baru maka dapat mengurangi biaya untuk

memenuhi kebutuhan usaha tani tersebut tanpa mengurangi pendapatan yang

diperoleh bahkan bisa meningkatkan jumlah pendapatan (Rizkulloh, 2014).


Berdasarkan penjelasan di atas, indoor farming dan sistem pertanian terpadu

menjadi sebuah kolaborasi yang saling mendukung satu sama lain dan menutupi

kelemahan yang ada. Berdasarkan artikel “As high-rise farms go global, Japan’s

Spread leads the way” yang ditulis oleh Aya Takada menjelaskan bahwa

perkebunan teknologi milik Spread Co yang menerapkan pertanian vertikal

menghasilkan 648 kepala salada per meter persegi, dibandingkan dengan pertanian

Kamoeka dan hanya 5 di pertanian luar ruangan. Dari hal tersebut dapat dilihat

bahwa indoor farming jauh lebih menguntungkan dari pada pertanian di luar

ruangan. Jika indoor farming dan sistem pertanian terpadu dikolaborasikan akan

mendapatkan banyak keuntungan baik dari segi ekonomi maupun sosialnya.


Dalam mewujudkan ketahananan pangan Indonesia maka perlu yang namanya

peran pemerintah karena sebagai pemangku kebijakan utama dalam pembangunan.

Upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah pemberian lahan khusus untuk


pertanian vertikal sebagai bentuk efisiensi lahan. Selain itu, pemerintah dapat


memberikan kucuran modal uang bagi para petani supaya dapat membeli peralatan-

peralatan sebagai investasi dalam melaksanakan produksi pertanian. Selain itu,


untuk mendukung sistem pertanian ini dibentuk pula organisasi atau kelompok tani

yang berguna untuk menghimpun dan memfasilitasi para petani yang ingin

mempelajari bagaimana manajemen sistem pertanian terpadu di dalam ruangan

untuk kota.


Generasi muda pun turut andil karena berdasarkan hasil sensus penduduk tahun

2020 oleh BPS memaparkan gambaran tentang demografi Indonesia yang

menunjukkan banyak perubahan dari hasil sebelumnya di tahun 2010. Selaras

dengan prediksi dan analisis dari berbagai kalangan, Indonesia sedang berada dalam

masa pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur

penduduk, di mana proporsi penduduk yang masuk dalam usia produktif lebih

banyak dari pada proporsi penduduk yang usianya tidak produktif. Generasi muda

sebagai generasi pembelajar dapat membantu dengan cara menggali ilmu dan

wawasan dari berbagai literatur yang ada sehingga apabila terdapat permasalahan

di sekitar, generasi muda akan memunculkan ide-ide kreatif yang dapat

diimplementasikan untuk menanggulangi dampak-dampak yang ada. Selain itu

generasi muda juga dapat berkontribusi dalam ketahanan pangan dengan selalu

mencintai produk-produk dalam negeri. Dalam hal ini, generasi muda menjadi

investasi besar bagi negara yang tentunya harus diperdayakan dengan baik.


Kesimpulan

Berdasarkan analisis-analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan

jumlah penduduk yang diikuti upaya pemenuhan tempat tinggal akan berpotensi

meningkatnya alih fungsi lahan dan akan berdampak pada ketahanan pangan.

Sistem pertanian terpadu di dalam ruangan pun menjadi solusi dalam mewujudkan

ketahanan pangan walau tidak memiliki lahan yang luas. Keuntungan yang didapat

yaitu produktivitas pertanian meningkat, tidak memerlukan lahan yang luas,

menghasilkan sumber makanan yang sehat dan bebas hama, tidak takut gagal


panen, ramah lingkungan, serta mampu mengembangkan dan mempertahankan

stabilitas pendapatan bagi petani itu sendiri. Dengan begitu kota yang memiliki

sedikit lahan atau bahkan tidak memiliki lahan untuk bertani justru dapat turut andil

dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan menerapkan sistem pertanian

terpadu di dalam ruangan. Tidak lupa untuk mendukung berjalannya program

tersebut tentunya perlu peran dari pemerintah, masyarakat, dan generasi muda yang

nantinya akan menjadi penerus bangsa ini.


DAFTAR PUSTAKA


Aidah, S. N. dan Tim Penerbit KBM Indonesia. 2020. Tips Sukses Menjadi Petani

Modern. Penerbit KBM Indonesia. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2009. Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk Inonesia

Menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan 2010.


https://www.bps.go.id/statictable/2009/02/20/1267/penduduk-indonesia-

menurut-provinsi-1971-1980-1990-1995-2000-dan-2010.html. Diakses


pada tanggal 22 November 2021.

Badan Pusat Statistik. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020.


https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-

penduduk-2020.html. Diakses pada tanggal 22 November 2021.


Berita Indonesia. 2007. Tak Bisa Hidup Tanpa Beras – Jutaan Hektar Sawah


Dikonversi. http//www.berita Indonesia.co.id/berita utama/tak-bisahidup-

tanpa. Diakses pada tanggal 22 November 2021.


Dewan Ketahanan Pangan. 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

Indonesia. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan-BKP Deptan. Jakarta.

Ginting, M. 2005. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

Pertanian Padi Sawah Terhadap Pendapaan Petani (Studi Kasus di Desa

Munte Kabupaten Karo).Tesis.Program Pascasarjana Sumatera Utara.

Nurcholis, M., & Supangkat, G. (2011). Pengumuman Integrated Farming System

Untuk Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Urgensi dan Strategi,

71-83

Rizkulloh, M. N. 2014. Smart-Integrated Farming System, Sistem Pembangunan

Pertanian Menuju Indonesia Negeri Mandiri Pamgan.


https://hmrh.sith.itb.ac.id/smart-integrated-farming-system-sistem-

pembangunan-pertanian-menuju-indonesia-negeri-mandiri-pangan/.


Diakses pada tanggal 22 November 2021.

Sulistyono, N. B. E. 2019. Sistem Pertanian Terpadu Yang Berkelanjutan.

Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.


Takada, A. 2018. As high-rise farms go global, Japan's Spread leads the way.


https://www.japantimes.co.jp/news/2018/11/01/business/tech/high-rise-

farms-go-global-japans-spread-leads-way/#.XAQbli3MyRs. Diakses


pada tanggal 22 November 2021.


 PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN KANGKUNG (IPOMOEA

REPTUNS) MELALUI MEDIA SISTEM HIDROPONIK


ESAI 

Oleh

Nadira Febri Faradila (Pendidikan Sejarah/1913033032)

Renaldy Jovanda (Pendidikan Sejarah/1913033002)


PENDAHULUAN


Kangkung merupakan jenis sayuran yang banyak digemari masyarakat, (Sofiari,

2009). Menurut Teguh Sutanto (2015) bahwa dengan budidaya secara hidroponik

dapat dilakukan dalam ruang yang sempit, media tanam dapat diatur secara

vertikal. Pada tanaman hidroponik juga dapat memberikan kesan design interior

yang bagus dan menarik untuk digunakan sebagai hiasan di rumah. Banyak

sebagian orang tidak mengetahui tentang apa itu hidroponik, dan bagaimana cara

menanamnya. Pada sistem penanaman hidroponik, nutrisi pada pupuk hidroponik

harus mengandung unsur makro dan unsur mikro yang banyak dibutuhkan oleh

tanaman. Dalam menanam hidroponik juga ada aspek-aspek yang perlu

diperhatikan untuk menunjang tanaman hidroponik seperti air, media tanam, unsur

hara dan oksigen. Tanaman secara hidroponik ini juga sangat ramah lingkungan,

tidak menggunan pestisida yang dapat merusak tanah dan tidak menimbulkan

banyak polusi.


Kangkung yang diperbanyak secara hidroponik banyak mempunyai kelebihan,

selain lebih bersih dari teknik konvensional (menggunakan media tanah),

pemanenan kangkung dapat dipotong, dan sisa batang akan tumbuh menjadi tajuk

baru yang dapat dipanen lagi dalam waktu 10 minggu setelah panen pertama dan

hasilnya tetap tinggi. Hal ini karena suplai nutrisi yang terpenuhi, sehingga

perkembangan tajuk masih dapat maksimal. Penggunaan sistem hidroponik

dalam budidaya ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil

tanaman kangkung (Hidayati, 2017:75-76).


Tujuan penulisan kajian esay ini adalah untuk memberikan solusi terhadap

permasalahan yang timbul ketika masyarakat ingin melakukan kegiatan bercocok

tanam maupun kegiatan bertani. Permasalahan tersebut terkait lahan pertanian

yang yang akan digunakan untuk bercocok tanam. Semakin maju dan pesatnya

perkembangan zaman akan membuat semakin mahal harga lahan perhektarnya.

Selain itu timbul permasalahn di masyarakat terkait pencemaran lingkungan

akibat limbah plastik.


Harapanya dengan dibuatnya kajian esay terkait Hidroponik Tanaman Kangkung

ini, dapat memberikan solusi kepada petani maupun masyarakat agar bisa

bercocok tanam dengan cara efektif, mudah dan menjanjikan dalam hal

penghasilan dan keberhasilan dari kegiatan bercocok tanam ini.


PEMBAHASAN


2.1. Analisis Permasalahan

Tahapan analisis yang dilakukan dimulai dengan identifikasi permasalahan di

bidang pertanian yaitu lahan pertanian yang semakin berkurang dan juga

peningkatan limbah plastik seperti botol bekas yang dapat mencemari lingkungan.

Lahan pertanian yang semakin berkurang merupakan permasalahan utama di

daerah perkotaan. Selain itu, pemakaian pupuk anorganik dengan dosis yang

selalu ditingkatkan tanpa diikuti peningkatan produksi juga merupakan

permasalahan penting. Kondisi ini menyebabkan masyarakat kesulitan tercukupi

kebutuhan akan sayur-sayuran yang sehat.


Kajian esay ini juga didasari oleh beberapa penelitian yang sudah pernah

dilakukan.Pertama penelitian yang dilakukan oleh Charly Mutiara, Diana Segu

dan Philipus N. Supardy pada tahun 2021 dengan judul Penerapan Hidroponik

Tanaman Kangkung Organik di Kelurahan Lokoboko Kecamatan Ndona. Fokus

penelitian ini yaitu Penerapan Hidroponik Tanaman Kangkung Organik.


2.2. Peranan Botol Plastik Bekas pada Hidroponik Kangkung


Botol plastik bekas adalah salah satu jenis sampah anorganik yang banyak

ditemukan di sekitar kita. Sebagian besar kemasan botol plastik tidak

direkomendasikan untuk digunakan berulang kali, karena akan berdampak negatif

bagi kesehatan meski dalam jangka waktu yang relatif lama. Akan tetapi botol

plastik tersebut sebenarnya masih memilik banyak manfaat. Salah satunya yaitu

dapat dijadikan sebagai media tanaman dengan sistem hidroponik.


Secara umum hidroponik memiliki pengertian sebagai teknik bercocok tanam

dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Dalam

pengertian sehari-hari, hidroponik dikenal sebagai cara bercocok tanam tanpa

tanah. Menanam suatu komuditas dengan teknik hidroponik bagi sebagian orang

adalah sesuatu yang sulit dan membutuhkan modal yang besar. Padahal tidak

demikian, bercocok tanam dengan teknik hidroponik justru relatif lebih praktis


dan mudah. Meskipun saat ini sudah banyak diantara kita yang menguasai

berbagai macam teknik hidroponik, namun tidak tertutup kemungkinan masih

lebih banyak orang yang belum faham tentang bercocok tanam tanpa tanah ini

(Khalil, 2021:41-42).


Tanaman yang sering dibudidayakan menggunakan sistem hidroponik adalah

tanaman sayur-sayuran salah satunya yaitu tanaman kangkung. Hal dikarenakan

batang sayur-sayuran tidak terlalu besar dan berat. Hidroponik selain memberi

manfaat produktif, juga bisa diletakkan di teras rumah untuk hiasan karena secara

visual terlihat indah. Sayuran merupakan sumber makanan yang menyediakan

nutrisi lengkap untuk kepentingan tubuh (Mutiara, dkk, 2021:93).


Seperti yang diketahui bahwa plastik berdampak buruk bagi lingkungan

karena sifat plastik yang memang susah diuraikan oleh tanah meskipun

sudah tertimbun bertahun-tahun. Sampah dapat menjadikan masalah dan

juga dapat bermanfaat dalam menguatkan ekonomi masyarakat. Sampai

saat ini peran serta masyarakat secara umum hanya sebatas pembuangan

sampah saja belum sampai pada tahapan pengelolaan sampah yang dapat

bermanfaat kembali bagi masyarakat Pengelolaan sampah merupakan

perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil masalah yang timbulkan pada

lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah dapat berbentuk

membuang sampah atau mengembalikan sampah menjadi bahan yang

bermanfaat (Haifaturrahmah, dkk, 2017:11-12).


Penulisan esay ini dilakukan guna memberikan edukasi dan menggugah

masyarakat untuk berperan aktif dalam mengelola sampah menjadi lebih

bermanfaat. Mengurangi limbah botol plastik di sekitar kita akan memberikan

dampak positif bagi lingkungan, terlebih lagi akan memiliki nilai tambah bagi

masyarakat yakni dapat mengelola tanaman sayur atau buah di pekarangan sendiri

dengan sistem hidroponik pada tanaman kangkung.


2.3. Meminimalisir Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis Hidroponik pada

Tanaman Kangkung


Bagi warga kota bercocok tanam menjadi hal yang sulit dilakukan karena

terbatasnya lahan. Saat ini pola bangunan warga kota adalah apartemen dan

perumahan minimalis dimana notabene warga memiliki luas tanah yang sempit

(Istiqomah, 2006), kondisi tanah yang kritis dan keterbatasan jumlah air. Maka hal

tersebut dibutuhkan solusi agar warga kota dapat bercocok tanam. Didasarkan hal

tersebut, pola tanam hidroponik menjadi salah satu alternatif yang baik bagi warga

kota agar tetap dapat bercocok tanam dilingkungan sekitarnya salah satunya

adalah budidaya hidroponik kangkung.


Hidroponik merupakan metode yang sangat cocok digunakan, karena hal tersebut

dapat untuk mengurangi (1) kebutuhan air, (2) risiko makanan yang tidak sehat,

(3) pencemaran lingkungan. Berkebun bagi sebagian orang apalagi yang berasal

dari kota tidak hanya sekedar sebagai hobi saja melainkan juga salah satu bentuk

tindakan untuk mendukung ketahanan pangan, memperindah lingkungan dan bagi

yang menekuninya dengan serius akan mampu meraup keuntungan dalam jumlah

besar. Berbagai sistem hidroponik dapat digunakan di daerah perkotaan secara

intensif untuk meningkatkan nilai produksi tanaman. Salah satu cara tanam

hidroponik yang dapat dilakukan di perkotaan adalah vertikal farming dan sky

farm. Metode penanaman hidroponik memiliki berbagai macam keunggulan, yaitu

pertumbuhan tanaman dapat di kontrol (Lingga, 2004), tanaman dapat berproduksi

dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama

penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien

dan efektif, dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim, dan

dapat diterapkan pada lahan yang sempit (Waluyo,dkk, 2021:62).


Salah satu kelebihan menanam dengan sistem hidroponik yaitu dapat ditanam

pada lahan terbangun seperti diteras rumah, ditaman belakang rumah atau diatap

rumah (roofgarden). Hal tersebut bisa terjadi karena media tanam yang digunakan

adalah air. Selain air sebagai media tanam, juga terdapat beberapa media yang


berperan sebagai wadah air seperti paralon, dan botolair mineral. Kegiatan

penanaman bisa dilakukan pada paralon dan botol air mineral sehingga tidak harus

memerlukan lahan pertanian yang luas untuk melakukan kegiatan bercocok tanam

(Hidayat, 2020:145).


PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Kangkung memang bukanlah sayuran yang tergolong mahal, karena kangkung

memiliki pertumbuhan yang sangat cepat jadi tidak memerlukan waktu yang lama

untuk memanen kangkung. Dengan menanam kangkung secara hidroponik, itu

artinya kita sudah memperkecil peluang sayuran yang akan kita makan tercemar

oleh hama penyakit karena dengan menggunakan metode hidroponik kita telah

menghindarkan kontak antara kangkung dengan tanah yang menjadi sumber

penyakit. Dengan menanam kangkung sendiri, kita dapat menghemat sedikit

pengeluaran untuk makan sehari-harinya dan kita sudah memperkecil peluang kita

untuk beraktivitas di luar rumah.


Ada beberapa tahapan dalam menanam kangkung secara hidroponik yaitu

penyemaian benih kangkung, pemupukan, perawatan, dan pemanenan. Jika dilihat

dari tahapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa menanam kangkung bukan

perkara yang sulit. Kita dapat menanam kangkung tanpa harus menghabiskan

banyak waktu dan uang. Kita juga mendapatkan keuntungan berupa sayuran yang

sehat dan higenis. Selain untuk keperluan sehari-hari, kita dapat memproduksi

kangkung secara besar dan menjadikannya sebagai ladang usaha. Apalagi dengan

menggunakan metode hidroponik, kita tidak membutuhkan lahan yang sangat luas

untuk menanam kangkung. Dengan menjadikan penanaman kangkung dengan

metode hidroponik sebagai ladang usaha, bukan tidak mungkin kita akan

melahirkan beberapa peluang usaha baru yang erat hubunganya dengan kangkung.

Kebermanfaatan lain pada hidroponik kangkung ini adalah kita bias

memanfaatkan sampah atau botol bekas yang akan digunakan sebagai media atau

tempat untuk hidroponik kangkung ini, sehingga dapat mengurangi tercemarnya

lingkungan sekitar dari botol plastic yang notabennya sulit terurai dalam jangka

waktu bertahun-tahun.


3.2 Saran

Melihat betapa besarnya kebermanfaatan dari metode hidroponik kangkung untuk

mengurangi pencemaran atau limbah botol platik pada lingkungan dan

pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam menggunakan metode hidroponik.

Disarankan kepada masyarakat untuk bisa lebih mengembangkan hidroponik tidak

hanya pada tanaman atau sayur-sayuran saja melainkan pada buah-buahan. Selain

itu penggunaan pupuk dalam merawat tanaman hidroponik untuk membantu

petani dalam memproduksi dan menjual hasil pupuk kompos maupun organik.


DAFTAR PUSTAKA


Haifaturrahmah, H., & Nizaar, M. (2017). Pemanfataan Botol Plastik Bekas

sebagai Media Tanam Hidroponik dalam Meningkatkan Kesadaran Siswa

Sekolah Dasar terhadap Lingkungan Sekitar. JMM (Jurnal Masyarakat

Mandiri), 1(1), 10-16.


Hidayati, N., Rosawanti, P., Yusuf, F., & Hanafi, N. (2017). Kajian penggunaan

nutrisi anorganik terhadap pertumbuhan kangkung (Ipomoea reptans Poir)

Hidroponik sistem wick. Daun: Jurnal Ilmiah Pertanian dan Kehutanan,

4(2), 75-81.


Hidayat, S., Satria, Y., & Laila, N. (2020). Penerapan Model Hidroponik Sebagai

Upaya Penghematan Lahan Tanam di Desa Babadan Kecamatan Ngajum


Istiqomah, S. (2006). Menanam hidroponik: Ganeca Exact.


Khalil, F. I., Abdullah, S. H., Sumarsono, J., Priyati, A., & Setiawati, D. A.

(2021). Pemanfaatan Limbah Botol Plastik sebagai Media Hidroponik di

Desa Kediri Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Ilmiah

Abdi Mas TPB Unram, 3(1).


Lingga, P. (2004). Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta.


Mutiara, C., Segu, D., & Supardi, P. N. (2021). Penerapan Hidroponik Tanaman

Kangkung Organik di Kelurahan Lokoboko Kecamatan Ndona. Mitra

Mahajana: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(1), 90-96.


Sofiari, E. 2009.KarakterisasiKangkung varietas sutera berdasarkan panduan

pengujian individual. Buletin Plasma Nutfah, 15(2): 4950.


Waluyo, M. R., Nurfajriah, N., Mariati, F. R. I., & Rohman, Q. A. H. H. (2021).

Pemanfaatan Hidroponik Sebagai Sarana Pemanfaatan Lahan Terbatas

Bagi Karang Taruna Desa Limo. IKRA-ITH ABDIMAS, 4(1), 61-64.


Postingan Populer